ning nihla

290 29 2
                                    

Gadis itu masih ragu untuk melangkahkan kakinya. Beberapa kali  ia maju mundur tak tentu arah, ima yang berjalan didepanya dengan nampan berisi teh manis yang ia buat tadi sudah hampir diluar jangkaunnya, gadis itu masih menimang sebelum akhirnya sedikit tergesah mengekori langkah ima yang sudah hampir sampai diambang pintu ruang tamu.

Ia tak ingin mati kutu jika akhirnya harus maju seorang diri mengantar nampan berisi kue lapis yang ia tata tadi, keputusan paling tepat adalah tetap berada dibelakang ima, mengekori kemanapun langkahnya berpijak.

"Masyallah syir, pake repot- repot segala" pria paruh baya dengan sorban yang mengantung dibahunya itu terkekeh sejenak menampilkan deretan giginya, pembawaanya yang penuh kahrisma selalu sukses membuat suasan canggung kembali bersahaja.

"Halah, kamu itu kaya sama siapa aja toh rul, ngomong-ngomong gimana kabarnya, lama ndak main kesini, nihla juga, padahal dulu betah banget disini, ndak mau diajak pulang maunya nempel terus sama si asyhif" dua pria paruh baya yang tidak lain adalah Abah basyir dan kiai latif Amrullah itu saling melempar guyon satu sama lain, dua santriwati yang tengah menyuguhkan teh dan kue lapis itu tersenyum simpul, siapapun yang berada disana pasti akan melakukan hal yang sama saat melihat dua kiai yang namanya sudah tersohor kemana- mana itu berlaku demikian, ada perasaan bangga tersendiri berada diantara mereka.

Faza meletakan piring berisi kue lapis dimeja tamu, gadis itu melirik  sedikit kearah wanita yang duduk anteng bersama umi Auliyah, bisa dipastikan jika ia adalah ning nihla, parasnya begitu menawan dibalut hijab dengan warna yang senada dengan gamis yang ia kenakan.

"Alhamdullilah semua sehat syir, nihla juga alhamdulillah sebentar lagi resmi jadi dokter disalah satu rumah sakit disemarang, lagi sibuk coas dianya"

"Alhamdulillah kalo gitu, terus gimana sekarang, mau dipercepat atau bagaimana" kali ini umi Auliyah ikut menambahi.

Ima yang sudah selesai dengan tugasnya sengaja menyenggol faza agar segera menyelesaikan tugasnya juga, ngga sopan terlalu lama mendengar obrolan disana.

Begitu selesai faza segera mengekori ima lagi, sebelum pergi gadis itu sempat melirik gus asyhif sejenak yang ternyata terlihat sangat asyik ngobrol dengan ning nihla, wajar saja beliau bersikap demikian mereka kan sebentar lagi akan menjadi pasangan suami istri, dan lagi ning nihla bukanlan orang asing lagi bagi gus asyhif dan keluarga ndalem.

Hatinya sedikit berdesir, Faza sadar diri, dia bukanlah siapa- siapa jika dibandingkan dengan ning nihla, sudah jelas sekali ada dinding pembatas yang teramat kentara diantara mereka, jelas dia dan gus asyhif tidaklah sekufu.

Dan lagi siapa dia bisa berpikir demikian, betapa tidak tau dirinya ia memikirkan hal yang mustahil terjadi padanya, bukan hanya mustahil bahkan terlintaspun harusnya tidak boleh.

Ima dan Faza berlalu menuju dapur kembali, membantu zumaroh dan dewi yang sedang menyiapkan makan siang santri, mereka telah merampungkan semuanya, tinggal menyelesaikan tugas dari bu nyai untuk menyiapakan hidangan makan siang untuk tamu Abah.

Zumaroh sedang membolak-balik pepes pindang diatas tungku, sementara dewi sedang memarut kelapa untuk membuat botok mlanding, faza yang baru masuk kedapur ndalem segera membantu dewi menyiapkan bumbu sementara ima segera mencuci beras dan akan menanaknya.

"Tamunya beneran calonnya gus asyhif  mbak?" Tanya zumaroh disela- sela kegiatannya mengipas arang agar apinya merata.

Faza pura-pura tidak peduli, meski sebenarnya pertanyaan itu sedikit mencubit hatinya.

"Iya, keluarga ning nihla" sahut ima kemudian.

Dewi ber_ oh ria tanda mengerti sebelum akhirnya ikut menimpali.
"Wah bakal mantu geden kayaknya sebentar lagi pesantren kita, beruntung banget gus asyhif kalo jadi menikah sama ning nihla, udah cantik, hafiz quran, calon dokter dan tentu saja dari keluarga terpandang, paket komplit pokoknya, bener-bener serasi ngga sih"

Faza hanya menarik seulas senyum dari bibirnya mendengar apa yang dewi ucapkan itu, semuanya memang benar, gus asyhif lebih cocok bersama ning nihla.

"Kayanya bakal jadi hari patah hati nasional buat para santriwati, bener ngga si" sahut zumroh lagi.

"Kalo itu udah ngga usah ditanya lagi, siapa si yang ngga suka sama gus asyhif, udah ganteng, mapan, meski rada kaya es batu tapi tetep aja kharimanya bikin siapa aja terpesona" dewi kembali menimpali sambil membayangkan sosok gus idolanya itu.

Ima hanya geleng- geleng kepala melihat kelakuan teman-temannya yang memeng halunya udah tingkat nasional itu.

"Udah- udah!, buruan selesain malah pada ngobrol ngga jelas, saru ghibahin gus sendiri" sela faza akhirnya setelah cukup lama hanya bisa diam dan menutupi luka hatinya.

Gadis itu sendiripun tidak tau sejak kapan menaruh rasa kepada gusnya, mungkin awalnya hanya rasa kagum semata tapi lambat laun rasa itu berubah menjadi rasa suka, masih terlalu dini untuk menyandangkan rasa yang tengah menglayutinya sebagai rasa cinta.

Cinta bagi faza adalah hal suci, dan perinsip faza sedari dulu adalah menyandagkan cinta hanya untuk orang yang sudah pasti, orang yang layak mendapat gelar tersebut, tapi itu bukan sekarang , nanti setelah qobiltu dan orang tuanya meridhoi ia menjadi milik sang suami, ya cinta gadis itu hanya layak dimiliki oleh sang suaminya nanti.

Meski begitu, jika ditanya apakah ia kecewa dengan apa yang ia dengar barusan, tentu saja ia. Siapa yang tidak ingin dimiliki oleh laki-laki sesempurna gus asyhif, siapa yang tidak menginginkan calon suami sealim gusnya itu. Faza itu sama dengan santriwati pada umumnya, ia juga bisa sedikit serakah menginginkan rasa sukanya bersambut suka juga.

Tapi jika rasa suka itu hanya menjadi miliknya seorang ia bisa apa, memaksa!.

Lucu sekali, siapa dirinya sampai berani berpikir demikian, sudah jelas ia dan gus asyhif tidak sekufu, ia hanya anak dari keluarga petani sederhana yang kadang untuk makan saja sangat pas- pasan, sementara gus asyhif dari keluarga terpandang. Keluarga kiai yang namanya sudah tersohor diseluru plosok negri.

Gus asyhif juga pasti berpikir demikian,  akan lebih baik jika ning nihla yang memdapinginya.

"Mbak kalo selesai langsung dibawa kedepan saja"titah  bu nyai yang baru saja masuk kedapur.
"Terus itu, habis ini Faza ikut umi cari kain buat seragam khataman pondok, kebetulan ning nihla tau tempat kain yang murah dan kualitasnya bagus, umikan ndak tau selera santri itu kaya gimana jadi kamu harus ikut sebagai perwakilan" lanjut bu nyai, sebelum pergi.

"Sendiko dawuh umi" balas Faza menunduk takdhim.

Pantang menolak perintah keluarga ndalem, katanya nanti ilmunya ngak barokah.

"Enak banget kamu za, bisa sekalian ikut jalan- jalan" celetuk dewi kemudian.

"Ck, bilang aja kamu mau ikut kan wi" timpal ima yang dengan nada sedikit menyindir.

Zumaroh terkekeh pelan," rasain tuh kena semprot , makanya jadi orang jangan suka iri".

Faza dan ima ikut terkekeh melihat wajah dewi yang sedikit kesal.

"Udah deh ngga usah pada bully aku, buruan selesaiin, ngga denger tadi umi bilang apa" bela dewi pada dirinya sendiri.

Assalamualaikum semua,
Makasih udah mampir kecerita yang masih jauh dari kata sempurna ini, tetep dukung author agar bisa segera menyelesaikan cerita ini, dengan vote coment dan share ketemen-temen kalian.
Jangan lupa follow akun author juga untuk selalu update kelanjutan ceritanya.
See you next chapter➡️

Kendal, 030921

Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang