Niat Baik

31 24 22
                                    

Sekitar jam sepuluh siang, Esha mengantar pesanan ke rumah Dahlia lagi. Rasanya sepi tidak ada Ella dan Ina di rumah.

"Permisi, Pak. Saya mau antar pesanan bu Dahlia, Pak," kata Esha saat bertemu satpam di depan rumah Dahlia.

"Iya, sebentar ya." Pak Satpam itu masuk dan memanggil Dahlia.

Tidak butuh waktu lama, Bian keluar dan mengambil katering itu. Bian tersenyum saat mengetahui Esha yang mengantar pesanan Ibunya.

"Makasih, Es." Bian mengambil pesanan itu dan membayarnya.

"Sama-sama, Bi." Esha hendak masuk ke mobil dan pulang. Tapi ia urungkan karena panggilan Bian.

"Es!" panggil Bian saat Esha membuka pintu mobil.

Esha yang mendengar panggilan Bian, langsung menutup kembali pintu itu dan menatap Bian. "Apa Bi?" katanya.

"Habis ini mau kemana? Sibuk gak?" tanya Bian bertubi-tubi. Ia akan berusaha sekali lagi untuk mendapatkan Esha. Perjuangannya belum berakhir.

"Gak ada si, mau langsung pulang aja," jawab Esha.

"Di sana ada warung baru, katanya makanannya enak. Mau nyoba gak?" tanya Bian. Tangannya menunjuk ke arah warung itu.

Esha melihat warung itu. "Makanan yang kamu pesan di ibu gak di makan?" Esha kini menatap makanan yang ada di tangan Bian.

"Ini untuk anak yatim, Es." Bian mengangkat makanan itu.

"Ooh, yaudah ayo kita coba."

"Bentar, aku simpan dulu makanannya. Bentar aja kok." Bian langsung lari ke dalam untuk menyimpan makanannya.

***

Mereka menikmati bakso yang tersedia di warung baru tersebut. Bian senang bisa makan bareng Esha dan Bian juga berharap bisa mendapatkan hati Esha.

Bian tersenyum melihat Esha makan, "Baru calon, belum istri." batin Bian. Esha yang tidak sadar ditatap oleh Bian, asik saja menikmati bakso di hadapannya.

"Di sini juga Es?" Suara dingin itu mengagetkan Bian yang sedang menatap Esha dan Esha yang sedang menikmati bakso.

Bian dan Esha langsung menatap orang yang ada di belakang Esha. "Setya!" Esha kaget saat Setya ada di sini. Begitu juga dengan Bian.

Setya langsung duduk di antara Bian dan Esha. "Udah selesai natap Eshanya?" Setya menatap Bian tajam.

Esha yang gak tau jika ditatap, hanya menyipitkan matanya melihat Bian.

"A-aku tidak menatapnya," bela Bian.

"Oh, gak ya. Oke." Setya berdiri dan membayar semua makanan Esha dan Bian. Kemudian ia kembali dan berhenti di samping Esha.

"Semua makanan sudah aku bayar." Setya berlalu tanpa mendengarkan ucapan Esha.

Esha menatap kepergian Setya bingung. "Bian, maaf ya. Aku harus mengejar Setya." Esha berdiri dan mengejar Setya.

Bian hanya melihat Esha pergi yang mengejar calonnya. Baru saja ia merasa bahagia karena bisa makan bareng Esha. Tapi kini, ia terluka kembali karena Esha lebih memilih Setya di banding dirinya.

Bian meletakkan sendok makan dan menyender di kursi. "Esha bukan jodoh kamu Bi. Dia milik Setya dan akan selamanya begitu." Bian berdialog sendiri menatap ke mana arah perginya Esha.

***

"Setya! Tunggu!" panggil Esha. Setya masih jalan tanpa mendengarkan panggilan Esha.

"Setya! Berhenti!" teriak Esha lagi.

Setya berhenti dan membalikkan badannya. Kini mereka saling berhadapan. "Apa?" tanya Setya.

"Aku dan Bian hanya makan," kata gadis bertahi lalat itu.

"Lalu?" tanya Setya lagi.

Esha menunduk, Ia tidak mau banyak bicara. Lebih baik ia mengatakannya dengan cepat pada Setya.

"Aku sudah membaca surat yang ada di dalam tasku. Lebih baik, kamu datang ke rumah dan bilang pada ayah dan ibu untuk niat baik kamu." Esha berbalik dan langsung pergi. Ia malu mengatakan hal ini pada Setya.

Setya tersenyum mendengar ucapan Esha. Ia menatap punggung Esha yang sudah jauh dari penglihatannya.

***

"Es, dari mana?" tanya Bian saat melihat Esha kembali.

"Ketemu Setya. Aku pulang dulu ya Bi." Esha langsung masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya.

Bian tersenyum. Sebenarnya ia sangat sakit sekarang. Tapi ia tidak akan menampakkan rasa sakit itu dihadapan Esha.

Seperti yang diucapkan Esha, malam ini Setya datang ke rumah Esha membawa kedua orangtuanya.

Aji dan Bella menahan tawa. Bagaimana tidak, dulu mereka yang kabur karena tidak mau dijodohkan. Tapi sekarang, mereka membuat semua keluarga kaget dengan keputusan mereka.

Esha dari tadi hanya menunduk. Ia malu karena di hadapannya sudah ada Setya dan kedua orangtua mereka. Dari tadi Ella dan Ina tersenyum sambil menyenggol lengan Esha. Sesekali mereka melihat Esha yang menunduk malu.

"Jadi ini ceritanya gimana?" tanya Koko pada Aji.

"Semua aku serahkan pada Setya. Dia yang akan bicara malam ini." Aji menatap Setya yang ada di sebelahnya.

Setya mulai panik. Ia menelan ludahnya kasar sebelum ia mulai bicara.

"Bismillah," ucap Setya. Ia kini menatap mata Koko lekat. Esha makin panas dingin mendengar Setya mengucapkan basmallah.

Setya menarik napas panjang. Kemudian, "Saya ada niat baik dengan Esha, Om." Setya berkata dengan tegas.

Koko dan Via membulatkan matanya sempurna sebelum menatap putrinya yang sedang menunduk. Dipegangnya tangan Esha dan dirasakan tangannya yang dingin campur keringat itu. Via memegang tangan Esha dan berbisik. "Gimana jawabannya, Sayang?" bisik Via.

Ella dan Ina melihat Koko, Aji dan Bella. Mereka berlima senyum-senyum gak jelas melihat situasi ini. Esha yang panas dingin karena malu, dan Setya yang gerogi karena malu.

Esha hanya mengangguk. Kemudian Via membisikkan telinga Koko. Setelah itu, Koko mulai berbicara.

Koko menatap mata Setya lekat. "Baik. Esha sudah menjawab, dan jawabanny adalah... " Koko menatap putrinya sekilas, lalu menatap Setya kembali, "Esha menerima niat baik kamu." kata Koko.

Setya membulatkan matanya sempurna. Saking bahagianya, Ia berdiri dan berkata, "Alhamdulillah, Ya Allah!" Setya menengadahkan tangannya.

Esha kaget. Ia baru melihat Setya yang bertingkah aneh seperti ini. Ia mengernyitkan dahinya bingung melihat Setya.

"Bulan depan ya, Yah!" Setya duduk dan berbicara pada Ayahnya. Dia sangat bahagia hari ini.

"Apanya yang bulan depan?" tanya Aji.

"Aku sama Esha nikah bulan depan," ucap Setya. Ia tersenyum dan menampakkan giginya.

Kemudian Aji menatap Esha. "Siap bulan depan nikah sama Setya, Es?" tanya Aji pada Esha.

Pertanyaan Aji sukses membuat Esha kaku. "Bulan depan?" ucap Esha dalam hati. Matanya kini menatap Koko dan Via.

"Semua ada di tangan kamu," ucap Ella. Ella yang dari tadi diam, kini mulai bicara. Ia tidak akan membuat Esha lama-lama dalam situasi ini. Kalau emang mereka sudah siap. Maka lebih cepat lebih baik.

Esha menatap Ella dan Ina. Ella dan Ina mengangguk dan tersenyum untuk meyakinkan Esha.

Kemudian, Esha menatap mata Aji. Sebelum menjawab pertanyaan Aji, Esha menarik napas panjang terlebih dulu dan membuangnya perlahan.

"Esha bersedia menikah dengan Setya bulan depan, Om," jawab Esha mantap.

Semua yang mendengar jawaban Esha tersenyum. Akhirnya, Esha memilih Setya menjadi pendamping hidupnya. Walaupun banyak drama sebelum di satukan oleh Allah SWT.

" Apa yang menjadi milikmu, akan menemukanmu."

~Ali bin Abi Thalib~

ESELI [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now