Factum est?

12K 2.6K 632
                                    

Factum est? = Selesai?

..

HAPPY READING!
...

     Aksara dan Semesta benar-benar ditahan di ruang bawah tanah. Keduanya tampak terlihat pasrah, memberontak pun sudah tidak berguna lagi. Aksara sempat diobati lukanya oleh salah satu maid yang sering bekerja di markas.

Althea dan Analisa sering menemui Aksara. Meskipun yang selalu mereka dapatkan adalah cercaan dari gadis itu, Althea dan Analisa tetap rutin datang menemui Aksara. Hanya Analisa sebenarnya yang paling menginginkan untuk terus menemui Aksara. Althea mana mau, ia terlalu muak. Berbeda dengan Analisa yang terkadang memang suka sekali memberikan simpati.

Andreas selaku Ayah Aksara sudah mengetahui berita ini, dan yang cukup mengejutkan pria tua itu tampak tak peduli anak angkatnya terkurung di bawah pimpinan Bumi. Mereka kira setelah Andreas mendapat kabar tersebut, pria tua itu akan datang ke Indonesia dan pertempuran akan kembali terjadi. Namun nyatanya tidak, pria itu tak peduli sama sekali.

Aksara yang malang.

Sebuah berita baru telah Bumi dapatkan. Ternyata selama ini Andreas sendiri yang menceritakan kisah keluarga kandungnya pada Aksara. Pria itu seolah memancing Aksara untuk membalaskan dendamnya pada keluarga Catra.

"Andreas tidak membutuhkan Aksara lagi, istrinya sekarang sedang mengandung." Badai bersuara, rupanya mereka terus menyelidiki Aksara tanpa henti.

"Kasian banget," gumam Atlantik. Lama terdiam, ia beralih menatap ayahnya.

"Pa," panggilnya. Bumi menoleh dengan sebelah alis terangkat.

"Dia punya depresi, seharusnya kita gak tahan dia di sana. Kita kirim ke rumah sakit jiwa gimana? Biar bisa diobati. Kalau terus di tahan seperti itu gak ada gunannya juga'kan?"

Perkataan Atlantik mendapat respon positif, beberapa pria yang berkumpul di sana tampak mengangguk tanda setuju.

"Atlantik bener, Aksara dibawa ke rumah sakit jiwa aja. Sedangkan Semesta, pria itu sebaliknya dilenyapkan." Asean tersenyum lebar setelah selesai berbicara.

Bumi mengusap dagunya, tak mengeluarkan suara. Ia harus cepat membuat keputusan dan segera membereskan tikus-tikus yang mengganggu hidupnya.

"Kalian bereskan," ujar Bumi memberi keputusan. "Tinggalkan markas sebelum malam tiba, jangan ada siapapun di sini kecuali anggota."

Anggota Wx nampak mengangguk patuh. Mereka cukup tahu, bahwa Bumi tidak menyukai orang-orang yang datang ke markas miliknya. Cukup kejadian hari ini saja, tidak dengan setelahnya.

Perbincangan dihentikan, semua pria di sana keluar. Triplet pulang lebih dulu diikuti Asean. Begitupun yang lain.

"Ana, Thea?"

Althea dan Analisa yang baru saja menginjakkan kakinya di ruang bawah tanah seketika terdiam saling tatap. Aksara tengah menatap keduanya dengan nanar. Gadis itu benar-benar ditahan, seperti dipenjara.

"Tolongin gue," bisik Aksara saat keduanya menghampiri jeruji yang Aksara tempati.

Gelap, lembab dan sunyi. Itu yang menggambarkan suasana di ruang bawah tanah. Terlebih lagi bau anyir yang begitu menyengat. Oh jangan lupakan, tempat ini adalah kediaman para psikopat.

"Kasih gue pisau, gue gak bisa lepas dari benda itu." Aksara menatap kedua perempuan di depannya dengan memelas.

"Lo gak bisa terus sakitin tubuh lo sendiri, Sa." Analisa menatap sendu Aksara.

HEREDITARIUM || EndWhere stories live. Discover now