20% cinta buat pacar baru

46.4K 4.1K 768
                                    

Hayolooo kangen kan? Ahaha

Happy reading

*****

Daffa diam memerhatikan banyaknya orang berlalu lalang di depannya. Tangan Gladis masih ia genggam, cewek itu juga diam tanpa ingin melangkahkan kakinya sebelum ia juga melangkahkan kakinya.

Daffa menoleh ke Gladis, binaran cerah terlihat di mata cewek itu. "Lo beneran senang?" tanyanya ragu. Awalnya juga ia yang mengenisiatif duluan untuk mengajak Gladis ke tempat ini.

Dulunya, tempat rame begini yang Vanya sukai. Cewek itu sering mengajaknya, sampai ia hafal jajanan yang di sukai Vanya. Gulali. Daffa tak tahu, ia cuma ingin Gladis juga ke sini, bersamanya, menggantikan…Vanya.

Pertanyaan yang di lontarkan Daffa di balas anggukan oleh Gladis. "Seneng!" balasannya girang.

Daffa tersenyum tipis, sekarang bukan tentang Vanya. Bukan tentang cewek penyuka gulali itu. Tapi, sekarang tentang Gladis. Cewek, yang seharusnya ia buat bahagia. Cewek pilihan mamanya, yang harusnya ia syukuri karena kehadirannya.

"Mau jajan apa?" Daffa melontarkan pertanyaan untuk Gladis. Namun, belum sempat cewek itu menjawab ia lebih dulu menyarankan. "Gulali mau?"

Gladis mengatupkan kembali bibirnya, bola matanya menatap dalam netra Daffa. Lantas, ia menggeleng pelan. "Gue gak suka," tolaknya.

Kedua alis Daffa menyatu, ia berpikir sejenak. "Kenapa?"

"Terlalu manis."

Daffa mengangguk ragu, dalam hati ia merutuki dirinya. Untuk apa dia menawarkan sesuatu yang Vanya sukai kepada Gladis? Semua orang tidak sama.

"Naik binglala boleh?" Suara Gladis menyadarkan lamunan Daffa. Sejak menginjakkan kakinya pada pasar malam itu, roda besar tak jauh dari tempat mereka berdiri terus menyita perhatiannya. Pernah, ia menaiki itu bersama Ayahnya.

Ngomong-ngomong, ia rindu masalalu. Rasa-rasanya ia ingin kembali di saat berumur sepuluh tahun.

"Boleh," balas Daffa. Lalu, Cowok itu menarik pelan Gladis untuk mendekati roda besar itu. Cowok itu kemudian membayar untuk dua orang. Setelahnya, ia menuntun Gladis untuk masuk ke dalamnya.

Tak ada yang lebih cantik, selain melihat senyum lebar yang di wajah Gladis. Daffa menyadari itu. Binglala berputar pelan membawa keduanya. Gladis tertawa kesenangan, Kilauan lampu merambas ke wajahnya.

"Cantik," sahut Daffa tanpa sadar. Perempuan yang duduk berhadapan dengannya itu berhasil membuatnya, tak minat melihat pemandangan di bawah. Seakan-akan hanya muka cewek itu yang sangat mubazir ia lewatkan.

Gladis mengalihkan matanya pada orang-orang di bawah, mendengar kata yang terlontar di mulut Daffa membuatnya tersipu dengan pipi yang mulai memerah bak udang rebus. "Gue yah?"

Daffa menggeleng. "Lampunya."

Senyum Gladis memudar, ia kembali memandang ke samping dengan serius. "Lampunya cantik sih," sahutnya terdengar samar-samar namun masih bisa di dengar oleh Daffa.

Daffa terkekeh, ia mengambil ponselnya kemudian mengarahkan kameranya pada Gladis yang saat itu kembali tersenyum lebar saat keduanya sampai paling atas.

"Fotoin apa?" ujar Gladis bertanya ketika menyadari sebuah kamera ponsel memotretnya.

"Fotoin Lo," jawab Daffa jujur. Ia kembali mengarahkan kamera ponselnya pada perempuan itu. Dan yah, muka malu-malu cewek itu tergambar di ponselnya. Mulutnya berkedut ingin tersenyum. Namun, perkataannya-- "Kok jelek?"

KENAPA HARUS DIA? (New Version)Where stories live. Discover now