Ajakan Bekerja Sama

15 15 12
                                    


Akhir-akhir ini Dyana merasa seseorang seperti mengawasinya kemana pun, ya setelah kejadian di kantor polisi tempo hari tepatnya.

"Sebenarnya siapa dia?" gumam Dyana sembari melirik sekilas pada pria berpakaian serba hitam yang berdiri dekat tempat pembuangan sampah.

Dyana kemudian menghentikan aksinya mencari sampah botol plastik dan melangkahkan kaki menghampiri pria tersebut.

Dia mengernyitkan kening saat melihat pria itu juga mendekat, bukannya berlari karena ketahuan menguntit seseorang.

"Saya Jefri temannya Lion," ucapnya mengulurkan tangan.

Dyana menatap sekilas tangan pria itu dan tak berminat untuk membalas.

"Jadi anda yang mengawasi saya?" tanya Dyana berdesis.

Kedua tangannya mengepal tak sabar untuk membogem mentah wajah sok ganteng milik Jefri yang kini malah sibuk dengan ponsel.

"Ayo ikut saya!" Perintahnya sambil memasukkan ponsel di saku jaket.

Dyana menyipitkan matanya.

"Atasan saya ingin bertemu dengan anda, setelah itu tidak ada apa-apa lagi." Dino mengangkat kedua jarinya yang membentuk peace.

***

Sebuah bangunan semen berbentuk kotak yang dimana setiap sisinya tumbuh lumut menjalar dan juga pohon-pohon bercabang yang sudah tua. Bangunan ini lebih mirip tempat angker daripada markas detektif, pikir Dyana.

"Anda bukan ingin menyekap saya kan?" tanya Dyana was-was.

"Masuklah!"

Menghembuskan nafas panjang, kaki Dyana lambat-lambat berjalan memasuki sebuah celah pintu, dia mengapit kedua sudut hidung dengan jari telunjuk dan ibu jari karena bau aneh menguar jelas. Bau ini tercium menyengat dan memusingkan, mungkin sejenis alkohol.

"Selamat datang, saya Lion Adie, Kepala Detektif," ucapnya mengulurkan tangan.

Tak mau ambil pusing karena Dyana anti basa-basi. "Apa yang anda inginkan dari saya?" tanyanya bersedekap dada.

Lion tertawa melihat tangannya yang diacuhkan kemudian menyampirkan ke dalam saku.

"Bagaimana jika kita duduk dulu?" tawar Lion.

"Langsung saja beri tahu, setelah ini saya mau memungut sampah lagi," tekan Dyana.

"Saya ingin kita bekerja sama menuntas masalah pembunuhan di sebuah sekolah," ujar Lion menyenderkan tubuhnya di dinding penuh lumut.

Mendengar nama sekolah tentu membuat Dyana memutar bola mata malas. "Saya tidak tertarik,"

"Sungguh? Saya akan memberikan gaji yang lebih besar dari uang yang anda dapatkan setiap harinya memulung." Lion kembali berusaha menggoyahkan jawaban Dyana.

Dyana mengetuk dagunya dengan telunjuk, tawaran yang menarik, tetapi dia mesti berhati-hati.

"Boleh saya tahu rencana apa yang anda buat untuk saya?"

Lion menganggukkan kepala cepat. "Rencananya begini, anda akan saya daftarkan sekolah tahun ini. Jika status anda siswi di sekolah tersebut maka pekerjaannya akan lebih mudah karena anda memiliki akses masuk. Rencana selanjutnya akan dibuat setelah rencana pertama,"

"Apa anda sedang membuat saya menjadi umpan dalam rencana ini? Secara saya harus menjadi siswi?" Dyana mengernyitkan dahi tampak tak terima dengan pernyataan Lion

"Ya, kata kasarnya begitu. Tenang saja anda tidak akan dirugikan dalam hal ini dan saya akan memberikan surat perjanjian kontrak kerjasama selama 6 bulan." Lion menyodorkan sebuah lembaran surat penting kepada Dyana.

Dengan seksama Dyana meneliti setiap kata, tidak ada yang terlewat dari mata cerdiknya.

"Anda tahu? Umur saya 21 tahun, mungkinkah dapat bersekolah?" kata Dyana setelah membaca surat tersebut dengan seksama.

Lion membulatkan mata kaget mendengar hal tersebut, nyatanya dia berpikir Dyana gadis berumur belasan tahun.

"Su-sungguh?" tanyanya memastikan dijawab anggukan kepala Dyana.

"Saya hanya tamatan SD dan keluar dari SMP saat kelas 1 semester 2," jelas Dyana.

"Sepertinya akan susah, tetapi tetap saya coba. Tanda tangani saja itu, biar masalah lain saya yang urus," tukas Lion memberikan pulpen kepada Dyana.

Jari-jari Dyana tanpa ragu menggoreskan pena di lembaran surat, sementara Lion sibuk berbicara di ponsel.

"Baiklah, kau urus itu." Lion mematikan sambungan dan mengalihkan pandangan pada Dyana yang menyelidik ke sekitar.

"Tempat ini sangat buruk, dapatkah anda membayar saya sebegitu banyaknya?" tanya Dyana ragu-ragu.

"Jangan lihat cover tapi isinya," sinis Lion berdecih sebal meratapi ada yang berani mengomentari markasnya serendah itu.

"Isinya sama saja, lihat disana." Dyana menunjuk pada dinding dan langit-langit dinding. "Penuh lumut dan tidak layak dijadikan markas,"

Lion terdiam sebentar.

"Saya mau memulai rencana apabila anda mau membersihkan bangunan ini, saya tidak mau bekerja di tempat jorok!" Perintah Dyana seolah seperti seorang bos.

"Jorok? Bahkan pekerjaan anda sebagai pemulung juga lebih jorok dan bau," sentak Lion tak terima markasnya di hina jorok.

"Huft." Dyana membuang nafasnya panjang.

"Intinya saya mau tempat kerja yang lebih baik dari tempat kerja saya yang dulu, saya pergi dulu, besok saya datang lagi. Bye." Dyana melambaikan tangannya sebentar lalu pergi meninggalkan Leo dan bangunan kotak itu.

Sementara Lion menarik nafasnya gusar kemudian kembali menelpon seseorang.

"Din, panggil siapapun yang bisa membersihkan markas kita," kata Lion.

"Serius? Tumben kau mau bersih-bersih?" tanya Dino terkekeh geli.

"Gadis itu mau tempat kerja yang bersih, kau tahu dia berhasil membuat tandukku keluar," gerutunya mengeraskan rahang.

"Ya sudah, besok aku suruh seseorang datang kesana," balas Dino tertawa terbahak-bahak.

Setelah sambungan panggilan dimatikan, Lion mengenakan jas hitam dan memakai kacamata hitam yang terlihat sempurna.

Jarinya menyentuh dinding berlumut.

"Lumut yang basah, tempat ini ternyata sangat menjijikkan," gumamnya bergidik ngeri.


***


*Maafkan author apabila typo bertebaran
Bila ada typo mohon krisar
Dan jangan lupa tinggalkan jejak vote

Misi Dyana // Mengungkap Pelaku PembunuhanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora