23.

683 144 34
                                    

"Baru ditinggal bentar, udah bikin ulah." Ucap Zannah sambil menatap anaknya yang sedang diobati oleh seorang perawat karena terjatuh dari kursi roda.

Vivi sedikit meringis saat kapas terasa dingin menyentuh permukaan kulitnya yang terkelupas. Ia tidak bisa menahan laju kursi rodanya yang semakin cepat, sehingga kursi rodanya tergelincir ke selokan dan ia terjatuh dengan kursi roda berada di atasnya membuat kedua lututnya terluka.

Mira tidak bisa menyalahkan Christy yang tiba-tiba melepas kursi rodanya Vivi, karena yang bersalah dalam kasus ini adalah dirinya yang membiarkan Christy mendorong kursi rodanya Vivi dan fokusnya teralihkan saat kedatangan Ara dan Fiony.

Tangan kanan Christy digenggam oleh Fiony agar Christy tidak lagi membuat ulah yang merugikan orang lain. Ara sendiri memilih untuk menunggu di luar, ia tidak kuasa melihat kedua lutut Vivi yang mengeluarkan darah.

"Mamah itu dateng-dateng malah ngomel." Gumam Vivi sambil menahan perih di kedua lututnya.

"Gimana mamah gak ngomel? Kamu sarapan aja gak dihabisin, dan sekarang malah jatuh. Kalo kamu habisin sarapan kamu, gak akan kamu jatuh kayak tadi."

Vivi mengerucutkan bibirnya, "Iya-iya."

"Iya-iya, tapi nanti diulangin lagi."

Vivi berdecak sebal, ia menatap mamahnya yang melemparkan tatapan tajam ke arahnya, "Urusannya mamah udah selesai?"

"Belum."

"Kok kesini?"

"Ya, gara-gara kamu itu pake jatuh segala." Kesal Zannah, tadi ia buru-buru ke rumah sakit setelah mendapat telfon yang mengatakan kalau Vivi jatuh dari kursi roda. Ia memang sempat berpesan kepada salah satu perawat untuk mengabarinya kalau terjadi sesuatu terhadap Vivi.

"Aku gapapa, mamah bisa pergi lagi." Usir Vivi dengan lembut disertai senyum yang ia paksakan.

"Ngusir, nih."

"Bukannya ngusir, tapi aku udah dijagain Mira, ada Ara sama Fio. Ada pawangnya juga." Ucap Vivi sambil menunjuk Christy yang berada digenggaman Fiony.

Zannah menghela napas panjang, "Jangan aneh-aneh, gak usah banyak gerak. Lukamu belum kering itu."

"Iya, mah, iya."

"Mira, kamu jagain Vivi."

"Iya."

Zannah menatap Vivi sekali kemudian berjalan keluar, ia sempat bertemu Ara yang berdiri di luar karena takut melihat darah. "Ara, tante pergi dulu."

Ara berdiri tegak, kepalanya mengangguk, "Siap, tante."

Luka di kedua lutut Vivi sudah dibalut dengan kapas dan dipastikan kalau Vivi akan kesulitan untuk bergerak. Perutnya terluka dan kini kedua lututnya juga terluka, ditambah ia dan Chika sudah putus, paket lengkap plus istimewa untuk dirinya.

Vivi sama sekali tidak mendengar kabar tentang Chika, Fiony terlihat tidak ingin membahas mengenai Chika, sudah bisa dipastikan kalau Chika memang tidak ingin kembali ke pelukan Vivi. Mungkin ini sebuah hukuman untuk Vivi karena terus menghilang demi memuaskan rasa penasarannya.

"Fio, Chika apa kabar?" Tanya Vivi setelah perawat yang mengobati lukanya keluar.

Fiony terdiam, ia menatap Vivi dengan tatapan tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia takut kalau apa yang ia ucapkan akan membuat Vivi terluka semakin dalam.

Mira meraih tangan Christy, "Christy, mau beli susu gak?"

Christy mengangguk, ia menggenggam tangan Mira, "Yang warna ijo."

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang