Bulan keempat belas

59 13 16
                                    

🎶Double Take - dhruv🎶

I could say I never dare
to think about you in that way, but
I would be lyin'
And I pretend I'm happy for you
when you find some dude to take home
But I won't deny that

In the midst of the crowds
In the shapes in the clouds
I don't see nobody but you
In my rose-tinted dreams
Wrinkled silk on my sheets
I don't see nobody but you

Senyum itu terukir apik di wajah Haikal kala waktu mengijinkannya menjadi saksi perdebatan Citra dan Atsa sedari sepuluh menit yang lalu. Entah dari mana asalnya ketika sang Adam yang tadinya enggan meluangkan waktu menemani sang Hawa membeli kado untuk calon bayi Rizky dan Callista tiba-tiba saja muncul justru ketika Haikal sudah membuat janji untuk menggantikan perannya.

Dan perihal perdebatan mereka berdua yang seperti tak ada akhirnya itu, Haikal sendiri tidak sedikitpun berniat melerai bahkan ketika yang diperdebatkan hanya masalah varian rasa es krim yang mau mereka beli.

"Lo kan tau gue nggak suka mint choco"

"Ya tapi gue suka!" balas sang Hawa tak mau kalah.

Haikal masih tertawa sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan kelakuan keduanya.

Meski tanpa disadari ada sebuah angan yang tiba-tiba melambung. Membuat Haikal hendak mengandai-andai kalau saja diberi kesempatan untuk berada di posisi Atsa dan Citra.

Bukan, bukan sebuah angan kurang ajar yang mencoba menggantikan posisi Atsa dengan dirinya dan kini tengah bersanding dengan Citra. Tapi angan jika saja dia memiliki seseorang yang jadi teman berdebat untuk hal-hal yang mungkin kelewat sederhana seperti yang kini tengah mereka lakukan. Dan ketika angan itu perlahan terbentuk, hanya sosok Sabia yang hadir di ruang imajinasi Haikal menjadi sosok yang ia harapkan.

Kalau saja ia dan Sabia sekarang menggantikan posisi Atsa dan Citra, mungkin yang sedang mereka perdebatkan adalah masalah Sabia yang kelewat sering melewatkan waktu makannya, atau perdebatan tentang masalah keduanya yang sering lupa menyimpan karcis parkir. Hal-hal sederhana yang pada akhirnya perlu diperdebatkan itulah yang tanpa sadar mengundang rindu kembali mengetuk pintu hati Haikal.

Andai saja rindu itu tau bahwa hadirnya sedang tidak bisa diterima Haikal, apalagi setelah beberapa bulan lalu tangis memilukan Sabia yang meninggalkan kesan di kali terakhir pertemuan mereka. Setelah malam panjang yang pada akhirnya diisi dengan suara isak dan tangis itu baik Haikal maupun Sabia tak ada satupun yang berusaha untuk menghubungi satu sama lain. Yang Haikal ingat, ketika ia terbangun sosok Sabia sudah tidak ada disisinya, gadis itu meninggalkannya begitu saja tanpa pesan, atau mungkin sebenarnya permintaan maaf yang semalaman diucapkan adalah bentuk pesan terakhir dari segala macam kenangan dan harapan yang sempat Haikal pupuk?

Entahlah, karena Haikal hanyalah seorang pecundang yang ketakutan menemukan jawabnya. Hingga akhirnya membiarkan rasa dan pikirannya seolah terhenti begitu saja bahkan ketika raganya sedang berjuang mati-matian untuk tetap terlihat hidup. Karena sesungguhnya setelah malam itu, Haikal baru merasakan kosong tak terbatas setelah menyadari bahwa tak ada satu bagianpun dari hubungannya dan Sabia yang bisa diperbaiki, apalagi diulangi.

"Kal" panggilan Citra yang lengkap hadir dengan pukulan cukup keras di lengan membuat Haikal tersentak dan kembali ke kenyataan, angannya yang tadi tengah bersemi indah gugur begitu saja.

"Aduh! Apaan?"

"Arah jarum jam 7, tapi jangan langsung nengok- eh anjir dibilang jangan langsung nengok juga!" gerutu Atsa saat kepala Haikal otomatis ditorehkan ketika mendengar instruksi yang sahabatnya itu berikan.

ERSTWHILEWhere stories live. Discover now