15. Mundur

505 92 56
                                    

[Selamat Membaca]



Jingga menatap langit sore yang diwarnai abu-abu. Benar kata Jevan, hujan. Gadis itu kini masih berada di rumah Jevan. Lebih tepatnya, ia menunggu Jevan yang katanya hendak mengambil mobilnya.

Kaget? Tentu saja. Jingga tidak menyangka Jevan sudah bisa mengendarai mobil. Meskipun Jingga juga tahu, seumuran mereka sudah menjadi hal biasa untuk ini.
Tak lama dari berdirinya Jingga menunggu, Jevan datang dengan mobilnya. Lalu lelaki itu turun dan menghampirinya. "Ayo" ajaknya.

"Jev!" Suara panggilan Kasaga terdengar menahannya.

Jevan dan Jingga melihat ke arah Kasaga dan Tania yang baru saja datang. "Kenapa?"

"Biar gue yang pulang bareng Jingga" ujar Kasaga.

Jingga terkejut mendengarnya, ia tidak salah dengar bukan?

"Terus Tania?"

"Tania bareng lo. Lo yang bawa Tania kesini, berarti lo yang anter Tania balik" jawab Kasaga tegas.

Jevan tersenyum miring "Terus kenapa tadi so soan ngajak Tania?"

"Lo ngusir dia" ucap Kasaga tak mau kalah.

"Ya udah" Jevan mengalah.

Jevan menghampiri Tania. Ia melepaskan Jas hitam miliknya lalu tersenyum canggung pada Tania. Bak drama Korea, Jevan menarik Tania agar lebih dekat dengannya. Lalu memayungi mereka berdua menggunakan jasnya dan berlari ke arah mobil.

Jingga dan Kasaga menatap keduanya, mereka- Jevan dan Tania sudah memasuki mobil. Kini mobil itu melesat pergi begitu saja. Kasaga menganggukkan kepalanya menatap Jingga.

Jingga senang, sangat senang. Tanpa ia berusaha, Kasaga menghampirinya sekarang. Tapi tentu saja, rasa senangnya ia sembunyikan diam diam.

"Ayo" ajak Kasaga pergi lebih dulu. Lelaki itu melangkah cepat menghindari hujan dan masuk ke dalam mobilnya. Begitupun dengan Jingga. Gadis itu menyusul dan berlari ke arah yang sama.

"Disini, Ji"

"Hah?" Jingga terhenti membuka pintu belakang saat mendengar suara Kasaga.

"Lo duduk di depan, sebelah gue. Jangan di belakang. Emang gue sopir?"

Jingga tersenyum manis. Ia kembali menutup pintu mobil belakang, lalu berpindah membuka pintu depan. Ia kini duduk dan memasang seat belt.

Mobil Kasaga melaju. Kasaga masih ingat rumah Jingga, ia ingat pertama kali ke rumah Jingga saat hendak kerja kelompok.

Hening...

Tak ada percakapan diantara mereka berdua, hanya suara gemericik hujan diluar sana dan pantulan pantulan air di kaca depan mobil. Jingga merasakan kecepatan mobil yang biasa saja. Bahkan ini bisa saja dikatakan lambat. Positif thinking saja, mungkin Kasaga masih belajar.

"Rumah lo masih yang sama kan?"

Jingga menoleh "iya."

Kembali tidak ada pembicaraan diantara mereka. Kasaga fokus dengan menyetir, Jingga sibuk menahan rasa kupu-kupu berterbangan di perutnya. Kira-kira seperti ini mungkin rasanya, jika ia bersama Kasaga menjadi sepasang kekasih. Terus menerus berbicara, dengan beberapa kali saling menatap dan memperhatikan satu sama lain. Tidak seperti sekarang, suasana yang sangat awkward.

Be With You [Doyoung x Sana]Where stories live. Discover now