29. Mie dan Plester

379 71 16
                                    

Selamat Membaca


Katanya, ingin ditemani untuk parkir mobil saja. Tapi yang Jingga lihat sekarang malah berbeda. Remaja perempuan dengan seragam sekolah itu menatap jalanan raya, dan Kasaga yang memutar arah mobil keluar dari area Restoran China itu.

"Loh katanya—"

"Tiba-tiba gue kenyang, mending lo bantuin gue nyari buku ke gramed" potong Kasaga.

Jingga yang mendengar itu tidak bisa berkutik. Bibirnya seketika membisu, menatap kembali ke arah depan.

Oh ya, asal kalian tahu, Jingga kini duduk di sebelah kursi kemudi. Dan itu permintaan Kasaga. Ralat, maksudnya perintah.

"Lo ga nolak gue ajak pergi?"

Jingga membalas tatapan Kasaga dengan ketus. "Mau nolak gimana, emang Kasaga nawarin Jingga? Engga. Ini maksa."

Kasaga berdeham mendengarnya. Lelaki itu menyadari, bahwa dirinya berubah 180° pada Jingga. Itu semua karena keputusannya, di malam itu. Ya, memutuskan Jingga hanya sebagai teman biasa.

Pffffft. Kita ketawakan saja kebodohan Kasaga.

"Btw, cowok yang tadi siapa?"

"Siapa? Cowok yang mana?"

Kasaga menggunjingkan senyumnya. Kekehannya terdengar di telinga Jingga. Entah apa yang Kasaga pikirkan, tapi menurutnya jawaban Jingga barusan seolah memperlihatkan, bahwa diri Jingga dekat dengan banyak lelaki.

"Gak, lupain aja." Kasaga tak ada minat untuk kembali melanjutkan topik pembicaraan. Lelaki itu memilih untuk diam, dan fokus menatap ke depan.

"Kasaga kenapa kaya gini?"

Pertanyaan mendadak dari Jingga, membuat mata Kasaga membulat. Pegangannya pada setir mobil menjadi semakin erat. "Apanya yang kenapa?"

"Kata Kasaga, kita cuma bisa jadi temen."

"Iya, ini kan temen. Sebagai temen kita harus tolong menolong dong. Iya, kan? Dan sekarang lo tolongin gue."

Jingga tersenyum tipis, ada rasa kecewa di hatinya. Kasaga sangat mudah sekali menganggap remeh perasaannya.

"Bukan itu. Jingga ngerasa Kasaga jadi beda. Sebelum Jingga suka sama Kasaga, Jingga juga termasuk teman Kasaga kan?"

Berhenti. Lampu yang menyala dari kuning menjadi merah, membuat Kasaga menghentikan mobilnya. Menunggu para pengendara dari arah sebrang kirinya untuk melaju, bergantian.

"Iya, sama aja kaya sekarang—"

"Beda, Kasaga. Kita sebagai teman biasa, cukup ketemu, tatap muka abis itu biasa aja. Gak ada obrolan, atau permintaan harus ini itu, kaya sekarang. Bukannya dulu kaya gitu kan?"

"Bukannya bagus, kalo pertemanan kita punya langkah yang lebih dari sekedar teman kenal satu kelas doang?" Nada bicara Kasaga sedikit meninggi.

"Engga."

"Kenapa engga? Bukannya lo lebih enak? Bisa lebih akrab, dan lebih deket sama gue. Dari pada kaya kemarin-kemarin, udah kaya ekor gue, sampe lupa harga diri sendiri, sampe banyak ngelakuin hal cuma buat gue respon."

"..."

Hening. Kasaga membulatkan matanya, ketika ucapan-ucapan tak enak didengar kembali terlontar, dari mulutnya.

Jingga enggan mengelak, atau membantah apa yang Kasaga ucapkan. Ia akui, bahwa itu memang benar adanya.

"Apa yang Kasaga bilang emang bener. Jingga ngelakuin banyak hal, supaya Kasaga respon. Tapi—"

Be With You [Doyoung x Sana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang