Bawah

4K 628 48
                                    

"Kak?" panggil Haechan pelan sembari membuka pintu studio, tempat di mana suaminya berdiam diri selama hampir tiga jam. Mengabaikan dirinya dan kedua putra kembar mereka. Suara musik samar terdengar begitu Haechan melangkahkan kakinya memasuki ruang kerja suaminya dengan pria itu sibuk berada di depan komputernya, terlihat jelas sibuk mengerjakan pekerjaannya. Sebenarnya Haechan sudah diberitahu oleh Mark bahwa pria itu sedang menyelesaikan lagu miliknya dan sempat meminta izin untuk bergegas meninggalkan meja makan begitu selesai makan malam. Tapi hal itu hanya membuat Haechan dihadiahi gerutuan kesal dari kedua putra kembarnya karena lagi-lagi tidak bisa menghabiskan waktu dengan sang papa. Seminggu terakhir memang dihabiskan Mark berada di dalam studio ketika malam tiba, mencoba menyelesaikan beberapa lagu miliknya, membuat Chenle merasa terabaikan karena ditinggal sang papa menghabiskan waktunya di studio ketika malam tiba, bukannya membacakan cerita sebelum tidur untuknya.

"Hmm" deheman singkat Mark membuat Haechan semakin mendekat ke arah pria dengan baju serba hitamnya. Melirik ke arah pendingin ruangan yang menunjukkan angka minimal, Haechan mengernyit heran, bagaimana bisa suaminya tahan dengan celana pendek dan kaus tipisnya. Pria itu lalu mendekat dan  memeluk sosok yang masih mengabaikannya itu dari belakang. Kedua lengannya melingkar di leher Mark, sembari menyematkan kecupan-kecupan di pucuk kepalanya.

"Kaaaaaak..."

"Kenapa sih sayang? Kamu tidur duluan aja, sana. Laguku ada yang belum selesai" Haechan mengerucutkan bibirnya, kesal dengan penolakan suaminya. Keras kepala, Haechan lalu berpindah ke hadapan Mark sebelum kemudian berkacak pinggang. Hal yang tidak membawa pengaruh banyak karena Mark sama sekali tidak mengalihkan perhatian kepadanya, meski dirinya sudah mengenakan baju yang cukup menggoda. Tidak kehabisan akal, Haechan kemudian duduk di pangkuan Mark, membuat posisi mereka berhadapan dengan Haechan lalu memeluk tubuh suaminya dan menelusupkan wajahnya di dada sang suami. Bergelung layaknya kucing, mengendus wangi tubuh pria yang lebih tua. Tangannya melingkari tubuh Mark saat matanya mulai memejam sayu.

"Gak enak, gulingku ilang."

"Kerjaanku belum selesai." Bantah Mark cepat, tangannya masih sibuk mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, mencoba mencari tempo yang dirasanya sesuai dengan keinginannya sebelum lagu itu dimintanya untuk dinyanyikan Haechan sebagai demo. Seperti biasa, Mark memang lebih suka menggunakan suara Haechan sebagai contoh di demo lagunya.

"Aku jangan dicuekin, Jung Minhyuuung." Rengek Haechan lirih setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, merasa diabaikan padahal dirinya sudah berusaha menidurkan Chenle dan Jisung lebih cepat karena ingin berduaan dengan suaminya. Napas teratur yang lebih muda menggelitik leher Mark karena wajahnya yang dihadapkan pada ceruk leher pria itu. Membuat libidonya perlahan naik, terutama karena bagian belakang tubuh Haechan yang menggesek kemaluannya.

"Jangan banyak gerak." Suara Mark menajam, memperingatkan bahaya yang ditimbulkan oleh gerakan Haechan yang sedari tadi tidak bisa diam di atas tubuhnya. Mark tidak memungkiri, bentuk tubuh Haechan yang semakin berisi di beberapa titik, membuatnya cukup senang ketika tubuh mereka bersentuhan. Bukannya menurut, Haechan justru semakin menggerakkan tubuhnya perlahan tanpa membuka matanya, menggoda yang lebih tua. Bibirnya juga memberi kecupan-kecupan ringan di sekitar belakang telinga Mark, tepat di titik sensitifnya. Tempat yang diyakininya akan sulit ditolak oleh Mark dan membuat pria itu mengerang frustasi karena harus memecah konsentrasinya antara menyelesaikan lagu atau meladeni libidonya yang semakin memuncak. Berdecak, Mark akhirnya memutuskan untuk menurunkan Haechan dari pangkuannya setelah berdebat dengan dirinya sendiri selama beberapa detik. Menyeringai, Haechan lalu membiarkan dirinya ditarik ke sofa yang berada di sudut ruangan. Sofa yang diubahnya menjadi sebuah kasur demi menyamankan kegiatan mereka, kesengajaan yang dipilih Mark jika dirinys terlalu lelah untuk kembali ke kamar seusai menghabiskan waktunya di studio.

"Like what you see?" Mark bersiul menyetujui kalimat Haechan, baru menyadari pakaian yang dikenakan suaminya itu. Celana pendek berwarna biru muda, benar-benar pendek hingga hanya cukup untuk menutupi kedua pantat sintalnya. Membuat kaki jenjang favorit Mark terekspos, tidak sabar membuatnya melingkar di tubuhnya, bersamaan dengan desahan sebagai pelengkapnya. Yang tidak benar-benar menutup pantatnya karena Mark masih bisa melihat ada bagian yang mengintip malu-malu, mengajaknya untuk mencubiti bagian kenyal itu. Juga atasan piyama dengan warna senada, berukuran  sedikit kebesaran di tubuh pria itu.

"So much." Jawaban Mark mengundang tawa gugup Haechan. Meski sudah bertahun-tahun bersama, kata-kata penuh pemujaan dari Mark selalu berhasil membuat Haechan tersipu malu. Mark menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya tanpa menurunkan pandangan. Menatap sosok malu-malu di hadapannya melepas satu demi satu pakaian yang dikenakannya hingga mempertontonkan benda yang sudah menegak. Menularkan rasa yang sama, membuat miliknya sama menegaknya sebelum memanggil yang lebih muda mendekat. "Sini. Kamu mau di atas apa di bawah?"

"Di bawah aja." Jawab Haechan sambil memposisikan diri berada di samping Mark dan membiarkan pria itu mengambil alih kontrol atas dirinya. Haechan selalu menyukai sensasi Mark berada di atasnya. Bagaimana Mark melimpahinya dengan banyak kenikmatan, memastikan dirinya merasakan kepuasan yang sama di sesi malam panas mereka. Bagaimana Mark memandangnya penuh dengan tatapan memuja. Juga bagaimana Mark menghujaninya dengan banyak ciuman ringan yang menghadirkan banyak kupu-kupu di perutnya. Belum lagi, posisi itu membuatnya tidak perlu banyak bergerak demi mencari kepuasan. Ciuman Mark yang awalnya lembut dan pelan, perlahan berubah menjadi sedikit menuntut, memaksa Haechan membuka mulutnya agar dirinya bisa memasukkan lidahnya. Haechan mengerang frustasi saat Mark lagi-lagi mengecup lehernya, bersamaan dengan hujaman berkali-kali di bagian bawahnya. Membuat Haechan di keesokan harinya harus memutar otak menghadapi pertanyaan kedua putranya mengenai noda di lehernya.

"Jangan... " tangan kanan Haechan mencoba menahan kepala suaminya, yang lagi-lagi sedang mencoba membuat berbagai tanda di tempat yang mudah terlihat. Yang langsung gagal karena tidak tega melihat binar di mata Mark, puas dengan beberapa hasil ciptaannya di leher dan tulang selangkanya. Juga karena perhatiannya yang teralihkan dengan tangan Mark, naik turun di miliknya yang menegang, membuatnya merasa penuh dan pusing di saat yang bersamaan.

"Kamu lagi hamil adiknya Chenle ya?" Mata Mark memicing curiga ke arah sosok yang sudah hampir terlelap kelelahan setelah tiga kali berganti gaya sesuai permintaan Mark. Meski awalnya mengabaikannya, pada akhirnya justru Mark-lah yang antusias mengerjainya, tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh sosok yang menghampirinya dengan pakaian minimalis. Mark lalu mencoba bertumpu pada satu tangannya untuk bisa menatap Haechan. Bukannya menjawab, Haechan justru terkikik kecil, tapi semakin mengeratkan pelukan mereka, menyembunyikan wajahnya dari tatapan ingin tahu suaminya.

"Papa maunya gimana?" Balas Haechan dengan suara teredam, menggelitik dada bidang pria yang lebih tua.

"Sayaaaaang... " ganti Mark yang merengek karena Haechan menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lalu memilih untuk mengabaikannya dan tidur terlebih dahulu. Meninggalkan Mark tenggelam dalam rasa penasarannya.

***

Kangen gak?

Samaaaa, aku juga kangen :(

Close to YouWhere stories live. Discover now