Adil

3.5K 518 17
                                    

Cup.

"Morning babe." Sapa pria yang baru saja selesai mandi, bergabung dengan keluarganya. Matanya lalu memperhatikan salah satu putra kembarnya yang justru menatapnya tidak suka.

"Tuh tuh, papa sukanya cium-cium mama." Protes Chenle tidak terima, meletakkan gelas susunya ke meja lalu menatap tajam papanya untuk mengonfrontasi kebiasaan pria itu. Saudara kembarnya lalu ikut memperhatikan sang papa, yang sudah ikut duduk untuk sarapan bersama mereka.

"Ya gapapa. Kan Papa sayang sama Mama." Cibir Mark, mengelak dari tuduhan putranya. Haechan menggigit bibirnya, berusaha menahan tawanya mendengar pertengkaran tiga orang di hadapannya.

"Tapi papa gak bolehin Lele cium-cium mama?"

"Siapa bilang? Boleh kok." Balas Mark santai, menerima uluran gelas berisi jus dari Haechan. Matanya melirik dari sela-sela gelasnya, hampir terbahak melihat reaksi kedua anaknya.

"Boleh?" Teriak Jisung dan Chenle berbarengan.

"Boleh. Tapi satu kali Lele atau Jisung cium Mama, nanti satu kali Papa cium Mama. Biar adil."

"Itu tidak adil namanya, Papa." Ekspresi Jisung berubah menjadi cemberut, merasa tertipu dengan penawaran dari sang papa. Tangannya menyodorkan gelas susunya yang sudah kosong ke arah sang mama, meminta kepada Haechan untuk kembali mengisinya.

"Oh atau Papa cium kalian aja tiap kalian cium Mama?" Mata Mark membulat ketika menyebutkan penawarannya. Membuat kedua putra kembarnya menggeleng heboh tidak setuju.

"Itu juga tidak mau. Ciuman Papa tidak enak."

"Eh... Eh itu maksudnya gimana?" Balas Haechan panik, hampir saja menumpahkan susu di tangannya. Beruntung dirinya sempat menaruh gelasnya tepat waktu.

"Ininya Papa sakit kena pipi Lele. Ya kan Cung?" Jawabnya sambil menyentuh bagian atas bibirnya, mencoba menjelaskan kepada Haechan bahwa kumis tipis Mark justru membuat geli si kembar saat dicium. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi Mark untuk malas mencukur kumisnya, terutama apabila dirinya berada jaug dari Haechan. Pria itu beralasan lebih senang dicukur oleh suaminya karena lebih bersih. Cih, alasan.

"Jisung kok diem aja?" Tanya Haechan ketika satu-satunya reaksi yang diberikan Jisung hanyalah mengangguk, setuju dengan kalimat kembarannya.

"Chenle udah bilang semuanya kok." balasnya sembari menghabiskan gelas susunya yang kedua, yang bahkan langsung habis dalam waktu kurang dari dua menit.

Tok... Tok

"OOOMMMM LUCASSSS" teriak Chenle begitu mendengar suara ketukan di pintu kamar hotel tempat mereka menginap. Bocah itu bahkan langsung berlari ke arah pintu untuk membukakan pintu bagi teman sang ayah yang baru saja tiba. Tidak mempedulikan teriakan Haechan di belakangnya.

"Hai jagoan." Sapa Lucas begitu melihat sepasang anak kembar menyambutnya sambil tersenyum lebar. Begitu tiba di Jepang, Lucas memang berjanji akan mengajak mereka berjalan-jalan jika jadwal mereka sudah tidak terlalu padat.

"Hai Chan." Sapa Jungwoo ke arah sosok di belakang si kembar yang membalasnya dengan senyum ramah yang sama.

"Kita berangkat sekarang?" Jisung mendongakkan kepalanya untuk menatap dua orang yang menjemputnya untuk pergi berjalan-jalan. Anggukan Lucas membuat senyum si kembar semakin lebar.

"Buruan berangkat sana, papa mau bikin adik sama mama." Usir Mark kepada kedua putranya yang hanya mencibirnya. Berbanding terbalik dengan sepasang kekasih yang menatapnya dengan pandangan terkejut.

"Berbohong itu tidak baik papa." Mark menaikkan alisnya ketika jemari Chenle bergoyang-goyang, menegaskan kata tidak di kalimatnya. "Kata Mama kan tidak ada adik dan tidak ada doggo."

"You really saying that? Di depan anak-anak?" Tanya Lucas begitu tersadar dari rasa terkejutnya. Setengah tidak percaya temannya itu begitu mudah berbicara di depan anak-anaknya, dan justru dibalas Mark yang tertawa geli. Haechan memutuskan membiarkan suaminya dan mengalihkan perhatiannya kepada dua sosok yang matanya berbinar cerah.

"Kak Woo, titip anak-anak ya. Nanti agak siang aku sama Mark nyusul." Jungwoo mengangguk mendengar kalimat Haechan. Sesaat kemudian, Haechan mengalihkan perhatiannya kepada dua putranya. "Chenle, Jisung, ingat..."

"Tidak boleh berteriak terlalu kencang." / "Tidak boleh berlari cepat." Potong Jisung dan Chenle bersamaan, mengerti kalimat yang akan diucapkan Haechan. Kalimat yang sama yang selalu diucapkan sang mama jika mereka akan pergi bersama dengan orang lain.

"Okeee mama. Lele dan Icung sudah mengerti kok." Lanjut Chenle yang disambut anggukan mengerti Jisung. Kedua anak itu lalu berlari ke arah kamar mereka untuk mengambil tas yang akan mereka bawa. Sejak semalam, kedua anaknya itu sudah ribut dan merepotkan Haechan, memilih barang-barang yang akan dibawanya untuk pergi bersama Lucas.

"Let's go Oom Lucas." Ajak Jisung sambil menggandeng tangan pria tinggi yang masih berbincang dengan papanya.

"Jangan nakal. Jangan ngerepotin Oom Lucas sama Oom Jungwoo. Jangan terlalu banyak jajan." Haechan kembali memberi nasihat kepada kedua putranya.

"Iyaaaa Mamaaaa. Ini nanti gak jadi berangkat ih." Protes Chenle, kedua tangannya menggenggam erat tali tasnya, sudah siap untuk berangkat jika sang mama tidak banyak memberikan petuah.

"Kami berangkat dulu ya. Nanti kabarin aja kalau mau nyusul." Pamit Jungwoo, yang langsung dibalas lambaian tangan Mark dan Haechan, membiarkan kedua putra mereka dibawa oleh Lucas.

"Chan?" Panggil Mark begitu pintu kamarnya tertutup, menyisakan mereka berdua di kamar hotel.

"Hmm?" Balas Haechan tidak peduli, berjalan meninggalkan suaminya, yang langsung mengekori langkahnya.

"Berapa kali kemaren Chenle sama Jisung cium kamu pas aku gak ada?" Haechan menahan diri untuk tidak memutar bola matanya saat mendengar pertanyaan posesif suaminya.

"Enggak ada."

"Berbohong itu tidak baik Mamaaaa." Balas Mark, memutarbalikkan kalimat dari anaknya. Yang jelas diterimanya dari sang mama. Haechan menghela napas lelah begitu Mark menahan kedua bahunya, membuat mereka saling berhadapan.

"Masih pagi Kak, ah." Teriak Haechan kesal, memukuli pria yang menempelinya sembari mendaratkan ciuman di berbagai tempat yang bisa dijangkau. Pipi dan dahi Haechan sudah menjadi korban, sebentar lagi bahkan dadanya-lah yang akan menjadi korban berikutnya karena Mark sudah bersiap melepaskan kaos yang dikenakan suaminya itu. Bukannya menurut, Mark justru semakin gencar menciumi tulang selangka suaminya, sambil sesekali menggigit kecil. Membuat yang lebih muda menghela napas lelah, kebingungan mencari cara menghentikan Mark.

"Mau ke mana?" Tanya Mark tidak terima begitu Haechan berhasil melepaskan diri dari pelukannya dan kembali berjalan meninggalkannya. Sebuah cubitan di perut pria itu menjadi caranya memaksa seorang Mark Lee melepaskannya.

"Siap-siap, trus nyusul anakmu. Emang kamu tega mereka ngerepotin Kak Lucas sama Kak Woo?" Balasnya sengit, tidak mempedulikan erangan kesal sang suami yang akhirnya mempunyai waktu untuk berduaan.

***

Close to YouWhere stories live. Discover now