Chapter 8. Keinginan Sederhana

7.5K 1.5K 1K
                                    

Terima kasih banyak buat yang kemarin udah votes dan komen, 1 k komen buat next part, ya?


"Tadinya Nathan berpikir bahwa sekolah adalah tempat paling aman karena dia tidak mendapatkan penghakiman seperti di rumah, sebagaimana Mama yang terus memarahinya tiap kali nilainya lebih kecil dari Daniel. Sayangnya, lagi dan lagi, Daniel kembali menjelma menjadi seseorang yang menghancurkan seluruh keinginannya."


------

Daniel ingat suatu hari ketika Papa sedang mencuci mobil di halaman rumah dengan selang air, dia bercerita tentang teman sekelasnya di TK A yang suka mengambil jajanan milik anak lain. Lalu Papa bertanya. "Kenapa Daniel nggak marahin?"

"Karena Daniel takut."

"Kalau kita benar, kenapa harus takut? Lain kali, kalau Daniel lihat hal-hal kayak begitu, jangan takut buat ngebela apa yang Daniel yakini ya?"

Alhasil ketika melihat Rafkal mencontek kertas ulangan Matematika di tangannya, Daniel langsung menutupi kertasnya dengan tangan. Berharap Rafkal berhenti melakukannya, tapi rupanya Rafkal banyak akal. Dia mengintip lembaran ujian milik Yuka yang duduk di sebelahnya, lalu tanpa tahu malu dia meniru jawabannya sama persis. Daniel merasa bahwa itu bukan perbuatan benar. Semalaman Daniel belajar demi bisa menjawab pertanyaan, tapi ada seseorang seperti Rafkal yang mungkin semalam bermain tanpa belajar, dan bisa menjawab ujian dengan mudah karena mencontek.

Dia mengangkat tangannya hingga Miss Reni menoleh. "Ya Daniel?"

"Bu, Rafkal nyontek ujian Yuka, Bu. Aku yang lihat."

"Rafkal!"

Rafkal tergeragap, dia menatap Daniel dengan tatapan kesal. "N ... nggak, Bu! Daniel bohong."

"Ibu lihat aja jawabannya sama Yuka."

Miss Reni beranjak lalu melihat lembaran ujian Rafkal dan menyamakannya dengan milik Yuka, ternyata dugaan Daniel benar. Jawaban dan rumusnya sama persis, bahkan cara menuliskannya juga sama. Rafkal langsung mendapat nilai nol di tempat dan tidak diizinkan mengikuti remedial, nilainya di rapor terpaksa merah. Rupanya tindakan Daniel membuat Rafkal berang. Keesokan harinya dia selalu mengusili Daniel, mulai dari memasukkan sampah kertas ke laci Daniel hingga menyembunyikan partitur not blok Daniel yang tertinggal di laci sekolah.

Bagaimana pun tingkah Rafkal, Daniel tidak pernah berani melawan sampai Daniel berandai-andai kalau dia masih satu sekolah dengan Nathan, pasti Nathan akan membelanya. Semenyebalkan apa pun sosok Nathan, dia pasti marah ada seseorang merundungnya, seperti yang pernah Nathan lakukan ketika tangan Daniel dicoret-coret oleh anak nakal ketika mereka masih TK.

Jadi ketika dia sudah lulus SD, Mama berniat menyuruhnya lanjut di SMP Darmawangsa melalui jalur beasiswa karena nilai ujiannya sempurna. Namun Daniel menolak keras. Keinginannya cuma satu; dia ingin satu sekolah dengan Nathan.

****

2011.

"NATHAN! OI! BUKA NGGAK! BUK! BUK! BUK!" Tenang, itu bukan adegan laga apalagi aksi tinju, cuma suara yang dihasilkan dari tangan Daniel di pagi hari untuk memulai drama karena Nathan seperti biasa, selalu telat tiap kali ingin berangkat sekolah. Bukan karena dia belum bangun, lagu Bon Jovi yang terdengar dari dalam menyanyikan lagu It's My Life adalah pertanda kakaknya yang satu itu pasti sedang memulai konser dalam kamarnya.

Nathan sedang melompat-lompat di atas ranjang, berlagak seolah dia adalah Bon Jovi yang melompati atap-atap mobil untuk sampai di konser. Kali ini dia memegang roll on sebagai mikrofon dengan tangan menunjuk ke atas sementara matanya terfokus pada cermin. Hari ini dia akan memulai hari sebagai siswa SMP, bukan lagi bocah SD ingusan yang kekanakan. "NATHAN!"

GOODBYE DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang