Chapter 13. Salah Siapa?

7.9K 1.4K 1.4K
                                    

Siapin hati ya buat baca part ini, 

selamat membaca.

----

Waktu libur telah berlalu, memasuki semester genap, jadwal sekolah semakin padat. Terutama Daniel. Dia sampai tidak ada waktu untuk bermain-main. Kadang Daniel iri dengan Nathan yang bisa dengan leluasa bermain bersama teman-temannya sementara dia harus bergulat untuk latihan piano. Kalau Nathan sepulang sekolah bisa pergi ke warnet atau berleha-leha di rumah, maka bagi Daniel, memiliki waktu tidur siang adalah keistimewaan yang mahal harganya. Jadi caranya untuk menghibur diri sendiri yaitu dengan mengganggu Nathan. Setiap malam dia pasti akan mengetuk pintu kamar abang kembarannya itu hanya untuk ditemani membuat sepiring mie goreng sambil menonton tayangan bola sebagai rewards terhadap dirinya sendiri yang sudah berlatih keras seharian.

Tentunya memasak mie tanpa sepengetahuan Mama, karena kalau Mama tahu pasti akan mengeluarkan sabda sepanjang dua halaman hanya untuk memberitahu betapa berbahayanya makan mie instan terhadap keberlangsungan kesehatan manusia. Mama tidak tahu betapa nikmatnya mie goreng kalau disantap malam-malam, apalagi dicampur telur dadar dan kacang pilus. Yummy!

Beberapa hari terakhir Daniel juga jadi lebih sering pindah untuk tidur di kamar Nathan, membuat tidur Nathan jadi tidak leluasa karena harus berbagi ruang dengan Daniel. "Lo kan punya kamar sendiri, kenapa jadi ngintil tidur sama gue?"

"Nggak apa, pengin tidur sama lo aja."

"Dih, manja lo!"

Sekeras apa pun Nathan memaksa, Daniel tetap bersikukuh tidur di kasurnya. Dia akan pura-pura memejamkan mata dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut seolah tidak terdistraksi sedikit pun. Kalau sudah begitu, tidak ada pilihan yang bisa Nathan lakukan selain menerima.

Beberapa hari terakhir, Daniel juga sengaja membuat catatan khusus untuk Nathan yang dia buat setiap malam supaya Nathan bisa mengerti beberapa mata pelajaran terutama yang menggunakan rumus. Dia sengaja meringkasnya menggunakan rumus sederhana agar Nathan tetap mengerti. Namanya juga Nathan, mau bagaimana pun cara Daniel menyuruhnya belajar, hatinya tetap beku tidak tersentuh. "Udah deh lo ganggu gue aja. Nanti gue baca, taruh aja di meja belajar."

Selalu begitu alasannya.

"Lo harus maksa diri lo buat belajar Nath, kasian Mama selalu darah tinggi tiap kali liat nilai lo yang merah itu."

"Iye, berisik lo."

Tiap kali Nathan tidak mau belajar dan lebih memilih bermain game, Daniel akan mendistraksi konsentrasinya dengan masuk ke kamar Nathan lalu bernyanyi di atas ranjang. Melompat-lompat seolah dirinya adalah penyanyi rock yang sedang mengadakan konser sampai Nathan menjerit kesal. "Diem nggak lo? Woy! Gue lagi main! Suara lo itu jelek."

"Biarin, jelek gini, nanti juga lo bakal kangen sama suara gue."

"Kangen sama suara lo? Yang ada muak, tiap hari lo gangguin gue." Soalnya suara Daniel yang menjelma menjadi alarm bangun tidur Nathan setiap pagi lengkap dengan gebukan keras di pintu, Daniel membangunkannya seolah sedang mengikuti pelatihan bencana alam yang harus siap siaga jika mendengar sirine darurat. Kemudian malam harinya Daniel juga akan menghantui waktu main Nathan bermain game online untuk terpaksa mengajaknya belajar.

"Gue nggak bakal diem kalau lo nggak belajar."

"Iya udah, sebentar aja ya. Sepuluh menit."

"Mana ada belajar sepuluh menit, emangnya lo genius?"

"Satu jam, titik, nggak ada penawaran!"

GOODBYE DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang