37. Tidak Lagi

232 78 1
                                    

Melihat sang anak yang sudah tak bernafas, Kakek berteriak. Tangannya meremas tanah sampai tanahnya ada di genggaman tangannya. Air matanya jatuh.

Waktu seakan lambat berlalu, mereka semua melihat dan mendengar tangisan pilu dari Kakek. Beberapa dari anak Holland sudah menangis. Yoshi, kaki kecilnya dilangkahkan ke arah Kakek dan memegang tangan Kakek.

Ia berucap, "Kakek jangan sedih. Kakek punya keluarga kedua disini."

Kakek menepis tangan Yoshi, anak kecil itu terjatuh. Noah langsung menghampirinya dan membantunya berdiri. Kenapa Kakek melakukan hal seperti itu? Yoshi hampir saja menangis.

"No, Baby. Jangan nangis. Laki-laki harus kuat!" ucap Noah kemudian memeluk anaknya.

Kakek perlahan berdiri, "Ini semua salah kau!" ucapnya sambil menunjuk Holland.

Yang ditunjuk membalas dengan tatapan tak menyangka, kenapa gara-gara dirinya? Membunuh tidak, melukai tidak, kenapa dirinya disalahkan?

Kakek mendongak dengan mata yang menatap murka ke arah Holland, "Andai aku tak memilih untuk ada di pihak mu, anak-anak ku takkan mati! Ini semua salahmu! Kau bisa mengembalikan mereka bertiga ke pelukanku, hah?!"

Goro dan Arnius yang mendengarnya langsung tersenyum bangga. Rencana mereka berhasil. Membuat Kakek marah pada Holland dan memilih untuk ada di pihak mereka. Dengan begitu, pihak Holland akan lebih lemah. Kemudian mereka dengan mudah mengambil alih dunia Holland, menguasainya.

"Kenapa Kakek menyalahkan ayah? Kami tak meminta Kakek untuk ada di pihak ayah, kenapa Kakek berucap seakan-akan ayah yang salah?" tanya Hyunsuk. Ia selangkah lebih maju ketimbang saudara-saudaranya.

Hyunsuk menatap Kakek marah, "Kalau Kakek ingin kembali ke pihak Arnius silahkan. Kami juga tak perlu orang yang tak teguh pendirian seperti Kakek."

Tatapan Kakek beralih Hyunsuk. Yang ditatap tersenyum miring, "Kenapa? Marah? Marah karena aku memarahi Kakek yang menyalahkan ayah? Ku pikir seharusnya ayah yang marah karena dituduh yang tidak-tidak oleh Kakek. Tapi lihat dia, tatapannya bahkan menjelaskan kalau ia tak mengerti dengan kejadian ini. Ayah seperti anak lelaki polos yang tak tahu apapun."

"Betul! Yang memanah ketiga anak Kakek kan Arnius, bukan Ayah!" timpal Felix.

"Tapi kalau aku tak ada di pihak Holland, anak-anak ku takkan mati! Bahkan mereka belum mendapatkan pelukan pertamanya setelah sekian lama tak bertemu!" sahut Kakek.

"Lalu kalau Kakek pindah ke pihak Arnius, apakah ketiga putri Kakek akan hidup kembali?" tanya Jisung.

Lelaki itu berucap sambil memegang gantungan kunci berbentuk meja. Yang tentu saja itu adalah benda ajaib miliknya.

Kakek menunduk, "Lalu jika aku masih ada di pihak Holland, apakah dengan tenaga Holland saat ini akan mengembalikan nyawa ketiga putriku?"

"Kenapa Kakek sangat tak sabaran? Tunggu saja tenaga ayah pulih, setelah pertempuran ini selesai, Ayah pasti akan melakukan hal itu," ujar Yuna.

BRUK!

Jaden terjatuh, ia duduk di tanah dengan kepala menunduk. Tangan kanannya sudah sedikit berwarna merah, menandakan kalau daya robot itu hampir habis. Cuaca mendung hingga menghalangi cahaya matahari sebagai tenaganya.

"Sistem lemah, sistem akan dimatikan dalam hitungan lima."

"Empat."

"Tiga."

"Dua."

"Satu."

Suara yang menandakan daya habis terdengar. Seluruh robot datang menghampiri Jaden dan menggoyangkan tubuh temannya itu.

"Jaden, Jaden!" panggil Travis.

Tapi Jaden tak menyahut.

Goro dan Arnius tertawa. "Oh? Satu pahlawannya mati? Padahal belum kami serang. Sayang sekali, ya." sarkas Arnius.

Holland mendengus, "Lalu kenapa? Aku masih memiliki Noah dan anak-anak ku yang bisa membantu. Mana anak-anak mu yang durhaka itu?"

Fyi, Arnius seperti hidup sebatang kara kerena semua anaknya durhaka padanya. Mereka meninggalkan Arnius entah kemana. Satu-satunya yang patuh padanya adalah Yujin, tapi anak bungsunya itu meninggal dibunuh Jaden.

"Katanya asap hitam bisa menambahkan kekuatan untuknya, lalu mana? Oh apakah asap hitam kalah dengan daya mati Jaden? Wow. Kuat sekali, ya," ujar Goro. Kakinya melangkah mendekat pada Arnius.

Kini nyalinya tak ciut lagi karena orang yang lebih kuat ada disampingnya.

Tangan Goro terangkat tinggi, tak lama kemudian sebuah benda datang menghampiri dan digenggam oleh lelaki itu. Holland membelalakkan mata, itu adalah benda berharga Goro yang seharusnya tak bisa dipakai lagi.

Kenapa sekarang malah kembali aktif?

Sebagai anak bungsu yang tadinya akan memimpin dunia Distopia, benda berharga Goro tentu lebih kuat dari milik Holland. Pria itu panik, bagaimana cara mengalahkan pasukan Arnius?

Bahkan Kakek sekarang tampaknya ada di pihak Arnius. Lelaki itu mendengus, "Tiga lawan belasan orang, maju!" ujarnya.

Goro maju melawan Noah, Arnius melawan Holland dan Kakek melawan sepuluh anak Holland. Para robot itu bingung, sekarang bagaimana dengan fungsinya sebagai robot pelindung?

Saat tongkat Kakek terhempas kemudian jatuh, John langsung menarik Nayun. Jatuhnya tongkat Kakek menyebabkan suara yang nyaring, mereka semua menutup telinga.

Si pemberani, Winter, menginjak tongkat Kakek. Berbeda jauh dengan tatapannya, Winter berucap dengan lembut, "Kakek, ingat siapa yang ada selalu bersama Kakek. Merasakan kesedihan Kakek, membantu Kakek, ingat!" ucapnya.

Yang lain bergerak untuk menahan semua pergerakan Kakek. Tongkat lipstik Winter mengecil, berubah jadi seukuran lipstik pada umumnya. Gadis itu mengambil tongkat Kakek dan menyerahkannya pada robot yang ada dibelakangnya.

Winter menggoyangkan bahu Kakek, "Sadar, Kakek!"

PLAK!

"AKH!"

"WINTER!" teriak semua orang. Winter baru saja dipukul oleh benda berharga milik Goro. Kepala Winter tiba-tiba pusing, gadis itu memegang kepalanya dan mengernyit sakit.

Ia terduduk di tanah, tangannya mengepal menahan rasa sakit.

Holland yang melihatnya langsung menepis Goro dan menusukkan pedangnya pada Goro. Sontak darah berceceran dari perut lelaki itu.

Tak peduli dengan hukuman yang akan diberikan sang ayah karena melukai saudara sendiri, sekarang anaknya yang utama. Holland berlari ke arah si cantik dan memeluk gadis itu, "Sakit? Sakit?" tanyanya.

"S-sakit." Darah keluar dari kepala Winter, Holland bergerak khawatir. Ia langsung membawa Winter ke kamarnya dan menyuruh pelayan untuk mengobati sang anak.

Saat kembali, seseorang mengangkat pedangnya tinggi di atas kepala Jaden. Holland dengan cepat berlari ke sana dan menahan pedang itu dengan tangannya.

Tangannya jadi berdarah dan dia meringis sakit. Tangan kanannya turun dan diayunkan, pedang muncul dan ia langsung menendang lelaki itu.

Holland berbalik untuk menepikan Jaden yang dayanya habis.

PLANG!

Holland menoleh, matanya menangkap Jun yang menahan lelaki tadi yang akan membunuh Holland dari belakang. "Tidak lagi, aku tak bisa kehilangan temanku."













_____
Semoga pas cerita ini tamat, reader nyentuh 2K🤲

Sebelas Robot PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang