38. Kembali

227 78 0
                                    

Jun menghadapkan dirinya pada orang itu, ia mengambil alih pedang tersebut dan menodongkannya tepat di depan hidung orang yang berniat menusuk Holland. Ia berjalan maju, orang itu selangkah demi selangkah mundur agar pedang tajam miliknya tak menusuk dirinya sendiri.

"B-berhenti," ucap orang itu.

Jun tertawa keras, "Berhenti? Giliran kau sudah merasa takut seperti ini kau menyuruhku berhenti? Dimana keberanian mu menusuk Tuan Holland dari belakang?!"

Robot itu mengangkat sedikit pedangnya sampai ke dahi manusia dihadapannya ini. Ia terus berjalan, sementara tubuh orang itu sudah bersandar tegang pada pohon yang ada dibelakangnya.

"Aku mengerti, kau berani menyerang dari belakang—" ucapannya terpotong kala mendengar suara sepatu seseorang semakin dekat.

Ia melirik orang itu dengan ekor matanya, tangannya terulur untuk menahan pedang itu agar tak menghancurkan tubuhnya. Jun berbalik, "Tampaknya bukan hanya dirimu, tapi teman-teman mu juga suka menyerang dari belakang. Mana keberanian kalian?"

Beralih ke yang lain, John memeluk Nayun dan Yoshi. Noah sedang melawan Kakek, keringat lelaki itu bercucuran karena gerah. Cuacanya mendung tapi kenapa panas begini?

Kevin berdiri melindungi Guno yang sedang menggambar sesuatu di tanah menggunakan pensil ajaibnya. Ia menyingkirkan orang-orang dengan tenaganya, membuat orang-orang itu terhempas.

Ia bertanya, "Masih lama?"

Guno mengangguk, "Bertahanlah sebentar lagi."

"Kau sedang menggambar apa sebenarnya?! Kenapa begitu lama? Bateraiku sedikit lagi, hanya 19%."

Guno panik, ia mempercepat menggambarnya. Dalam waktu dua menit, ia selesai. Gambar tersebut mengeluarkan cahaya.

Ketika cahaya menghilang, benda yang digambarnya sudah menjadi nyata. Perlu diingat, benda yang digambar oleh Guno super kuat. Hanya bisa hilang kalau dihapus oleh penghapus yang ada di ujung pensilnya.

Itu makanya barang-barang Guno awet. Tak tergores sedikitpun.

Guno mengangkatnya dan menahan pedang lain agar tak mengenai dirinya dengan pedang yang dimilikinya. Dengan kekompakan yang ada, Kevin langsung saja mendorong mereka semua ke belakang dan menginjak tulang kering mereka.

Kevin dan Guno berpandangan dan melebarkan senyumnya. Tak lama, orang-orang itu menghilang. Itu karena orang-orang ini bukan manusia. Mereka hanya sebagian dari kekuatan besar Arnius, jadinya kalau kalah ya menghilang.

Dengan begitu, tenaga Arnius akan terkuras meskipun ia hanya diam memandangi pertempuran ini.

Sam, ia menatap Yuna yang sedang berapi-api. Bahkan gadis itu bergerak memutar saking gregetnya dengan orang-orang yang tak habis menyerangnya.

Robot itu menghela nafas, ia mendadak lesu. "Sam, bantu aku!" teriak Yuna.

Wajah Sam langsung cerah kembali, ia dengan senang hati membantu Yuna menyingkirkan orang-orang itu dari hadapannya. "Kenapa kau dari tadi tak membantuku, hah? Aku kewalahan," tanya Yuna.

"Kau terlihat sangat berenergi, aku pikir kau tak butuh bantuanku. Habis, ketika aku akan membantumu, siku tajammu itu selalu mengenai tubuhku. Kan jadi terdengar suara berisik, tadi juga ada yang protes," jawab Sam.

Yuna menggelengkan kepalanya, "Ya sudah kalau begitu. Maafkan aku, aku tak sadar."

"Tak apa. Setidaknya kau minta bantuan padaku, aku merasa sedang. Sebagai robot pelindung, aku akan terus melindungi tuanku!" ujar Sam.

Dengan cepat ia mengarahkan kakinya untuk menendang orang-orang itu tanpa lelah, lagi, mereka terpental dan menghilang.

Sayangnya kekuatan Arnius yang lebih besar membuat mereka semua lelah, tenaga si tua itu seperti tak habis-habis. Apa yang membuatnya sekuat ini?!

Sementara itu, Justin menatap Inhong dengan tatapan datar. Tuannya itu selalu tertawa saat memperlambat waktu, kalau bahasa kerennya slow-mo.

"Lihat deh tuh wajahnya, kayak nahan berak," ucap Inhong. Justin berdecak, "Kau seharusnya fokus! Jangan habiskan tenagamu untuk tertawa terbahak-bahak seperti ini."

Tawa Inhong hilang, "Justru dengan ketawa, tenaga kita bakal bertambah. Ya udah ikut ketawa aja sih!"

"Ha-ha-ha."

×××

Dengan pedangnya, Noah melempar tongkat milik Kakek jauh ke belakangnya. Tatapan marah itu, yang seharusnya tak ditunjukkan pada orang tua, sayang sekali Noah tak bisa menahan kemarahannya.

Kakinya melangkah mendekat, memegang bahu Kakek dengan sekuat tenaga hingga Kakek sedikit bergerak. Kakek terkunci dengan tatapan tajam Noah, lelaki itu tak pernah memberikan tatapan seperti ini.

"Kakek, dengarkan aku. Ingat siapa kami, ingat siapa Arnius, ingat semua tentang dia! Bandingkan caranya memperlakukanmu!" ucap Noah.

Kakek serasa flashback, Arnius dan Noah memperlakukannya sama. Mereka berdua memperlakukannya layaknya ayahnya sendiri. Tapi, di suatu hari ketika Kakek memilih untuk bekerja di dunia nyata, Arnius marah.

Arnius menjelekkan Kakek dihadapan anak-anaknya, suaminya, dan semua cucunya. Yang mengakibatkan mereka marah dan pergi meninggalkan Kakek sendirian.

Sejak hari itu, Kakek menyimpan dendam yang besar pada Arnius. Pikiran jahatnya yang masih mengalir itu menjebak Noah karena merasakan benda kuat di sekitarnya. Saat Noah diambang kematian, benda itu tak bisa menjadi miliknya.

Kakek berpikir, entah dorongan darimana ia merasa kalau ini salah. Kenapa ia membunuh orang yang mempercayainya? Rasa tak tega muncul, akhirnya Kakek memilih untuk menolong Noah.

Kakek tersadar dari lamunannya, ia menatap mata Noah. Tatapan Noah jadi lebih lembut, Kakek tersenyum. Ia menurunkan tangan Noah dan menggenggamnya, "Aku sadar. Aku salah. Sekarang ayo serang Arnius dan Goro bersamaan."

Senyum Noah mengembang. Ia melangkah mundur untuk mengambil tongkat Kakek dan melemparnya. Kakek berhasil menangkapnya.

Mereka berdua berlari ke arah Holland dan membantu pria tampan itu. Holland mengernyit, "Apa yang Arata rencanakan lagi?" tanyanya.

Meskipun mengenal dengan baik Noah, tapi Holland masih meragukan sisi baik Arata. Buktinya tadi dengan mudah ia masuk ke pasukan Arnius, sekarang pindah ke pasukannya. Bagaimana tidak mengundang curiga?

"Kakek telah kembali! Ia memilih untuk bersama kita, Tuan! Apakah kau merasa bahagia juga?! Sekarang kita kembali seperti dulu! Ah tidak, kita kekurangan Jaden. Aku harus memindahkan sistemnya lagi. Cuaca mendung tak kunjung hilang," jawab Noah.

Mendengar penjelasan penuh bahagia dari Noah membuat Holland ikut bahagia, Noah pintar mengambil perasaan orang yang mengajaknya bicara. "Sayangnya aku sedikit kesulitan menyingkirkan mereka, maaf," ujarnya.

Noah mengangguk, "Tak apa! Aku akan menyingkirkan mereka dengan tanganku sendiri!"

Noah semangat. Holland pun jadi ikut semangat. Sekarang Kakek sudah ada di pasukannya. Setidaknya pasukannya jadi lebih kuat dibanding sebelumnya.

Sebelas Robot PelindungWhere stories live. Discover now