YOUR HEARTBEAT : BAB 49

1.5K 176 17
                                    

POV Arya.

Mendengar Willy mengatakan dia menginginkan Amanda membuat darahku mendidih. Aku sangat marah dan geram. Rasanya ingin sekali aku membantainya. Kurang ajar sekali dia berbicara seperti itu. Amanda menenangkanku. Setiap perkataan dia mampu meredam semua amarahku.

"Baby , maafin aku. Udah bikin kamu takut." Aku mencium puncak kepalanya. Memeluknya erat. "Nanti kita beli ponsel baru ya." Amanda mengangguk pelan.

Aku mengambil ponsel dan mulai menelpon papa. Aku mengatakan segalanya pada papa.

"Kurang ajar anak itu. Beraninya dia kurang ajar sama Amanda. Terus apa rencana kamu ?" Tanya papa.

"Pah , yang bisa menghentikan semua ini cuma mama Pah. Mama harus tau gimana kelakuan Willy."

"Papa pikir juga seperti itu Arya. Kita bicara sama mama." Aku menghela nafas lega karena papa menyetujui saranku. Papa menutup telponnya.

"Baby , kamu ganti baju ya. Kita ke rumah papa."

"Kamu nggak makan dulu mas ?" Sebenarnya perutku sangat lapar. Mengingat sehabis melakukan penyelupan pedang kenikmatan ini. Aku mengangguk kemudian duduk dan makan bersamanya.

Kutatap lekat-lekat wajah Manda yang sedang makan. Baby , inginku cuma satu bersama kamu selamanya. Gak ada seorang pun yang akan bisa memisahkan kita. Cukup kamu yang tetap setia berada disisiku sampai kita tua nanti. Amanda menatapku. "Mas..kamu kenapasih liatin aku kayak gitu ?"

"Nggak apa-apa baby. Emang gak boleh aku liatin kamu. Kan aku suami kamu."

"Iya tau tapi tatapan kamu tuh bikin aku salting loh.." aku tertawa melihat tingkahnya. Kami menghabiskan makan siang kami. Lalu berangkat ke rumah papa.

****

Tin tin

Dua orang bodyguard papa membukakan pintu mobil untukku dan Manda. Manda keluar lalu menunduk mengucapkan terimakasih kepada mereka. Aku berjalan lurus sambil menggandeng tangan Manda.

Aku membuka pintu rumah. "Maaa...!" Teriakku menggema di seluruh rumah.

"Aryaaa...kenapa gak bilang mau datang sayang. Kan mama bisa siapin sesuatu buat kamu dan Manda." Kami berhenti berjalan lalu mama mendekati kami.

Aku mencium punggung tangan mama begitu juga Manda. Mama mencium Manda dan mengelus perut Manda pelan. "Cucu Oma apa kabar ?" Tanyanya sambil membungkuk mengelus perut Manda.

"Maah cucu kita pasti sedang tidur. Jangan ganggu lah Maah.." tiba-tiba papa datang dan kami pun mencium punggung tangannya.

"Emang papa gak bilang sama Mama aku mau pulang ?" Tanyaku pada mama. "Bilang. Yaa setidaknya kamu kan bisa nelpon mama gitu. Biasanya papamu ngeprank mama soalnya. Jadi mama gak gampang percaya." Jawab mama sambil melirik papa.

"Mah , aku pulang ada yang mau aku bicarain sama Mama."

Papa dan mama saling memandang. Lalu menatapku. "Duduk dulu Arya." Kata papa. Kami duduk di ruang tau. Bi Asih asisten rumah tangga dirumah mama menyuguhkan teh hangat untuk kami. "Makasih ya Bi." Kata Amanda. Bi Asih hanya tersenyum lalu kembali ke belakang.

"Ada apa Arya ?" Tanya mama.

"Mah..sebelum aku bicara aku minta mama jangan kaget yaa Mah.."

Mama menatapku penuh dengan tanda tanya. "Apa kamu mau bicara soal Willy ?" Tanya mama membuat aku , papa dan Manda terkejut. Darimana mama tau bahwa tujuanku kemari adalah untuk membicarakan bajingan itu.

"Ma-mama udah tau ?" Tanyaku ragu.

"Kamu mau mengadu soal apartement kamu yang diminta oleh Willy ? Saudara kamu sendiri ?" Tanya mama dengan nada yang sedikit kesal sepertinya. Aku tak tau apa maksut mama.

"Arya denger mama baik-baik. Saudara mama itu cuma satu yaitu papanya Willy. Sedangkan sekarang dia udah nggak ada. Sudah jadi tanggung jawab Mama membahagiakan Willy. Itu juga saudara kamu." Mama menjeda ucapannya.

"Cuma mama yang dia miliki. Kamu adalah saudara Willy satu-satunya. Kamu kakaknya. Kamu bisa kan beli apartment lagi yang lain kalo adik kamu minta punya kamu. Apa ada yang salah ?"

Aku seperti ditampar oleh kenyataan yang pahit mendengar ucapan mama. "Tapi ma..."

"Cukup Arya. Mama gak mau dengar lagi ucapan apapun dari kamu. Kamu ingat baik-baik Willy itu saudara kamu. Dia adik kamu. Masalah sepele seperti ini kenapa kamu besar-besarkan." Teriak mama.

"Mah..mah dengerin Arya dulu Mah.." kata papa. "Papa sama Arya sama aja. Nggak bisa membahagiakan Willy seperti yang mama mau. Cuma mama yang bisa." Kata mama lagi dan beranjak pergi. Emosiku memuncak.

"MAAAHH..TUNGGU.."

Mama menghentikan langkahnya. Berbalik memandangku. "Oke aku kasih Apartment itu Mah kalo dia minta. Udah aku kasih. Apa aku juga harus kasih Amanda padanya kalo dia juga minta itu mah ? Minta istriku loh ma. Menantu mama." Aku masih menjaga perkataanku tapi masih dengan emosi yang meluap-luap.

Mama mengerutkan dahinya seolah tak percaya perkataanku. "Arya bicara apa kamu. Gak mungkin Willy seperti itu. Arya jangan buat mama marah sama kamu. Kamu anak kesayangan mama. Willy juga. Gak mungkin dia mau minta istri kakanya sendiri."

Aku membulatkan mataku. Seakan tak percaya mama bisa mempercayai Willy begitu saja. Papa berdiri menghampiri mama. "Tapi apa yang diucapkan Arya memang benar Mah.."

"Bohong. Mama gak percaya. Udahlah kalian berdua sama aja." Teriak mama dan berlalu pergi.

"Maah aku belum selesai bicara Mah.." teriakku. "Maah...maaaahh.." mama berjalan lurus seolah tak mendengarku. Papa menghentikan langkahku yang akan mengejar mama.

"Biar papa yang bicara sama mama. Kamu sama Amanda pulang dulu aja Ar.." aku mengangguk dan mengajak Amanda pulang.

Di perjalanan pulang , ponselku berdering. Willy. Aku menepikan mobilku. Dan mengangkat telponnya.

"Haloo kakakku sayang.." ucap Willy di ujung telpon. "Gimana ? Berhasil aduin aku sama tante ? Hahahaha..."

Aku hanya diam mendengarkan. "Kok diem ? Sepertinya usahamu sia-sia ya. Gue akan dapatin apa yang gue mau. Termasuk rebut Amanda dari Lo." Serunya lalu menutup sambungan telponnya.

Aku menggenggam erat setir mobil. Rasanya ingin sekali ku tampar wajah Willy. Amanda menatapku.

"Kenapa mas ? Siapa yang telpon ? Willy yaa ?" Tanyanya. Nadanya penuh rasa khawatir. Aku mengangguk.

"Dia mau kamu baby..dan dia mungkin yang udah mengadu ke mama duluan. Jadi reaksi mama kayak tadi ke kita."

Amanda meraih tanganku. Menciumnya. "Mas , aku hanya mau sama kamu. Aku gak mau menghabiskan sisa hidup aku dengan orang lain kalo itu bukan kamu." Katanya.

Aku tersenyum. Lalu mendekatkan kepalaku padanya. "Ciumm!!" Kataku padanya..

"Isstt ini dijalan loh mas. Ntar aja di rumah ya.."

"Pake bonus gak ?"

"Bonus apa ?" Tanyanya dengan membulatkan matanya.

"Bonus buat joni" rayuku sambil menujuk celanaku.

"Enggak ada yaa mas. Baru setengah hari aja kamu udah dua kali loh.." teriaknya. Aku mengacak-acak rambutnya yang panjang dan melajukan kembali mobilku. Pikiranku masih melayang tentang Willy. Tak akan aku biarkan dia merebut Amanda dariku.

Bersambung...

Your Heartbeat (END)Where stories live. Discover now