PROLOG

7.3K 263 1
                                    

Gundukan tanah itu belum tertutup sempurna, tangisan yang berasal dari para pelayat yang hadir cukup memilukan untuk didengar. Seorang lelaki berbadan tegap itu hanya menatap kosong ke arah liang lahat yang diam-diam akan menjaga jasad istrinya untuk selamanya. Napas beratnya berkali-kali terdengar oleh beberapa sahabat yang menemaninya selama proses pemakaman.

Gadis kecil yang kini hanya menatap gundukan tanah itu memberikan tatapan bertanya. Sedari tadi, ia hanya diam. Tidak ada rengekan yang biasa ia lontarkan pada ibunya. Gadis itu mencari-cari dimana ibunya berada. Berkali-kali ayahnya hanya memeluk dan mengecup puncak kepalanya.

"Papa, Bunda kemana?" tanyanya setelah beberapa pelayat pergi meninggalkan Dhika beserta Kala dan beberapa temannya di pusaran mendiang istrinya.

"Bunda sekarang ada di sini." Dhika menjawab sembari menunjukkan telunjuknya pada dada kiri anaknya. "Bunda akan selalu ada di sini, sama kita."

Tangisannya tak dapat ia bendung lagi. Semakin lama ia memperhatikan gadis kecil di dekapannya, semakin ia mengingat perempuan yang sudah delapan tahun menghabiskan waktu dengannya. Kala yang melihat Dhika menangis, tentu saja ia pun mengikutinya. Tangisannya terdengar pilu. Kedua insan ini, sedang dirundung duka.

Dhika memperhatikan gadis berusia tiga tahun itu dengan seksama. Setelah menangis, Kala tertidur walaupun jejak air mata masih membasahi kedua kelopak matanya. Dhika tersenyum miris, melihat betapa putrinya begitu mirip dengan istrinya.

"Aku pastikan akan menjaga Kala sampai nanti napas terakhirku."

Janji Dhika terhadap mendiang istrinya, dihadapan putrinya yang tengah tertidur pulas. Ia lantas mengecup pipi gembil milik Kala. Lagi-lagi Dhika menangis dalam keheningan malam. Mengapa selalu ada perpisahan setelah adanya pertemuan?

Matanya memindai gadis kecil yang tengah terlelap itu dengan sayang. Ia melihat betapa gadis kecilnya sangat mirip dengan mendiang istrinya. Lantas Dhika mengecup kedua kelopak mata Kala dengan sayang. "Demi apapun, gue harus kuat," ia berulang kali berucap hal serupa. Namun, pertahanannya tak lama. Lantas Dhika kembali menangis mengingat napas terakhir istrinya malam kemarin. Dhika lelah, tapi ia bahkan tak bisa menutup matanya barang satu menit. Lelaki itu takut, jika nantinya ia juga harus melihat hal menyedihkan lainnya.

***

Hari ini Kala memakai gaun putih, ia terlihat menggemaskan dengan balutan pakaian itu. Mahkota bunga yang melekat di kepalanya membuat gadis kecil itu semakin cantik. Matanya yang besar juga hidung mungilnya seakan menambah kesan sempurna dari dirinya.

"Oma, papa mana?"

"Itu di depan," Kala mengikuti arah tangan neneknya. Ia tidak mengerti sebenarnya apa yang tengah terjadi hari ini, ia hanya diizinkan untuk duduk di deretan kursi tamu bersama neneknya. Juga, ada seorang anak lelaki yang beberapa kali ia temui, duduk sembari menekuk dalam mukanya. Rautnya tampak masam, Kala tak berani menegurnya barang hanya tersenyum.

"Kala, sini sayang." Ia melihat papanya merentangkan tangan begitu lebar dengan senyuman menawan yang menguar dari bibirnya.

Tak luput dari pandangan Kala di samping Papanya juga berdiri seorang perempuan cantik yang menggunakan pakaian persis dengan dirinya. Kemudian perempuan itu memanggil anak lelaki yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Juna, sini."

Kala terdiam di dalam pelukan Dhika dan Ariana. Ia hanya tahu jika semua kisah hidupnya akan berubah mulai dari sini. Satu tahun yang lalu, ia merelakan ibunya tenggelam dalam liang lahat, kali ini haruskah Kala menerima orang asing?

Gadis kecil ini tak bodoh, ia hanya belum mampu menerima semuanya secara mendadak. Satu per satu tamu undangan sudah meninggalkan tempat acara. Kala masih terdiam di tempat duduknya, ia melihat ke arah laki-laki yang selalu menyayanginya itu sibuk menyalami beberapa tamu yang bersiap untuk meninggalkan tempat acara. Helaan napas berat, tanpa alasan yang pasti keluar begitu saja dari mulut kecilnya.

Jujur saja, Kala sangat penasaran dengan anak laki-laki yang sedari tadi menekuk mukanya itu. Ia tak berbicara sedikit pun pada Kala. Tetapi, berubah menjadi sosok yang manis jika pertanyaan itu bukan terlontar darinya. Gadis kecil itu menatap ujung sepatunya, kemudian memainkan kakinya yang masih menggantung di kursi tempatnya duduk. Tiba-tiba saja, ada lollipop di depan wajahnya. Ketika ia mendongak, anak lelaki itu berada di depannya, membawakan dirinya sebuah lollipop kemudian memberikan tanpa berbicara sedikit pun.

"Terima kasih," deretan ucapan itu hanya menjadi angin lalu untuk Arjuna, mulai hari ini ia pun harus menyadari jika Mama yang dulu selalu ada untuknya, kini harus berbagi kasih sayang dengan gadis kecil yang berada di depannya. Gadis kecil yang sejak pertemuan pertama ia perhatikan. Gadis kecil yang kini terlihat kebingungan serta ada guratan sedih yang terpancar dibalik bola matanya.

Hari ini mereka harus memulai hal baru.

Bitterfly ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang