Tiga Puluh : Roda itu Berputar

1K 70 1
                                    

Kala pulang ke rumah setelah menginap semalam pasca cuci darah pertamanya. Keadaan rumah sepi, hingga menimbulkan pertanyaan di dirinya. Tetapi melihat wajah kelelahan Arjuna ia mengurungkan niat untuk bertanya. Pemuda itu membantu Kala sampai mencapai kamar, kemudian membiarkan gadis itu beristirahat.

"Kak, tidur dulu. Mata Kakak keliatan capek banget."

Anggukan Arjuna menjadi jawaban, ia pun tak mengelak jika rasa kantuk sungguh sangat mengganggu. Pasalnya semalaman Arjuna tidak bisa memejamkan mata, ia khawatir sekaligus memikirkan perasaan Kala yang terabaikan di rumah.

"Kakak tidur dulu ya, nanti telepon aja kalau mau apa-apa."

Gadis itu hanya mengangguk, ia pun sebenarnya sudah bisa melakukan banyak hal. Hanya saja, Arjuna cukup protektif padanya. Kala hanya merebahkan diri di atas tempat tidur, ia cukup bingung ingin melakukan apa. Gadis itu membuka ponsel, ia menemukan kiriman terbaru di instagram milik Jian. Ada sedikit rasa nyeri yang menjalar di hatinya.

"Pantes sepi di rumah."

Pikirannya berkelana karena kiriman yang ia lihat. Kala berjalan ke arah meja belajar, mengambil album foto dan membukanya. Jemarinya meraba kertas berwarna tersebut. Dulu, Dhika bisa tertawa dengan leluasa ketika bersamanya. Mengingat belakangan lelaki paruh baya itu justru lebih sering membuang muka ketika bersamanya, rasanya aneh tetapi Kala masih selalu meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja.

Semakin ke belakang, lembaran itu berubah. Awalnya hanya ada mendiang ibunya kini berubah menjadi wanita cantik yang sekarang memiliki posisi sebagai ibu di rumah ini. Kala begitu kecil ketika itu, ia tidak sadar jika ayahnya akan menikah. Ia hanya suka ketika Ariana datang ke rumah membawa seorang anak laki-laki yang digadang-gadang akan menjadi teman Kala. Gadis itu hanya mengingat beberapa waktunya sering kali dihabiskan di rumah Oma, yang baru gadis itu tahu ternyata Dhika sedang mencoba dekat dengan Arjuna. "Udah lama banget ternyata."

Semakin ia membuka halaman album foto itu, dapat Kala lihat bahwa senyum ayahnya semakin lebar ketika ada satu bayi lagi di rumah ini. Kala saat itu masih belum sekolah, sedangkan Arjuna sudah menggunakan seragam khas anak TK. "Lucu banget, mana mukanya judes." Kala tertawa mengomentari foto milik Arjuna.

Lagi ia membuka hingga ke lembar dimana Jian mulai bisa berjalan. Ini foto keluarga pertama setelah Jian bisa berdiri sendiri. Ingatannya seperti kembali ke masa-masa itu. Arjuna dengan sikapnya yang dingin dan Jian yang begitu ceria. Sejak kecil anak lelaki itu selalu terlihat lebih menonjol dibanding teman-teman seusianya.

Kemudian tatapannya beralih ke gambar lainnya. Jian tengah menggunakan medali dan kami berada di belakangnya, ini olimpiade pertama Jian. Ia dengan percaya diri langsung menyabet juara 1 pada cabang olimpiade matematika.

"Jian emang pinter banget, nggak heran semua orang bangga sama dia."

Setelah puas membuka lembar demi lembar kenangan yang kini hanya bisa dibayangkan itu membuat Kala merindukan dirinya yang dulu. Dirinya yang bersemangat dan penuh dengan ambisi, walaupun ia tidak sepintar Jian atau mudah berbaur seperti Arjuna gadis itu masih merindukan dirinya.

Tiba-tiba saja ia mendapat ide untuk membuat to do list, hanya ingin menuliskan beberapa momen yang belum pernah atau ingin dilakukan. Mungkin akan menyenangkan jika ia bisa mewujudkannya sebelum penyakit yang menggerogoti ini semakin parah. Kala mengambil secarik kertas dan pena kemudian menuliskan hal-hal yang akan ia lakukan sendiri maupun bersama teman dan keluarga.

***

Setelah selesai melakukan kegiatannya gadis itu baru saja ingin merebahkan diri. Ponselnya kemudian berdering menampilkan nama Omar di layar, Kala tersenyum pasalnya setelah mereka berbaikan Omar dan Chandra cukup sering menghiburnya.

Bitterfly ✔️ [COMPLETED]Where stories live. Discover now