[Flashfiction #3]

1K 82 11
                                    

"Dengar, Granger, aku mencoba bersikap sopan di sini. Tapi," Draco melirik ke bawah. "Jika kau menggerakkan pisaumu satu inchi saja, kubuat kau mati terlebih dahulu."

Hermione mendengkus. "Kau. Akan. Tetap. Mati. Di. Tanganku. Malfoy!" pungkasnya.

Wanita itu mundur beberapa langkah. Memainkan pisau yang berkilat-kilat terkena cahaya bulan. Satu-satunya sumber pencahayaan di ruang gelap dan sempit ini. Ruang interogasi untuk para pelaku kejahatan teroganisir di Tanah Hogwarts.

"Tempat ini sama sekali tidak ramah untuk pelancong sepertiku," ucap Draco. Ia memilih kembali duduk.

Hermione melempar pisau di tangannya. Tepat menancap di antara dua lengan Draco yang terletak di atas meja. Menyeringai begitu menangkap gerak kejut pria yang telah menemaninya di tempat ini 42 jam lamanya.

"Pelancong sepertimu bahkan patut mati, Malfoy," Hermione duduk di seberang Draco. Melirik pisau yang kini berada di tangan Draco. "Siapa bosmu?"

"Sama seperti sebelumnya, tidak ada."

"Berhenti membual dan cepat katakan, bajingan tengik sepertimu tidak mungkin mengusik tanpa perintah seseorang."

Draco yang sedari tadi sibuk memainkan pisau, akhirnya berhenti. "Berikan ponselmu."

"For what?"

"Membuktikan bahwa aku bukan bajingan tengik seperti yang kaukira."

Hermione memberikan ponsel yang biasa ia gunakan untuk bekerja. Memerhatikan Draco yang sibuk mengotak-atik benda pipih itu. Sebelum lantas menempelkannya ke telinga.

"Apa yang-"

Dengan sigap, Draco menempelkan jari telu juknya di bibir. Memberi isyarat pada Hermione untuk diam. Ruangan itu senyap hanya beberapa detik saja. Getar ponsel dari saku jaket Hermione bahkan sampai terdengar. Ponsel Draco yang disita oleh wanita itu bergetar.

"Angkatlah. Aku menelpon 'bos' yang kaumaksud."

Hermione mengambil benda di dalam jaketnya itu. Ia melirik Draco garang. Terlebih ketika mendapati ekspresi kelewat puas dari pria itu.

"I'm not your 'lovely wife' anymore!" desis Hermione seraya melempar ponsel Draco yang masih bergetar.

"Aku tidak akan menutupnya, sebelum kau mengangkat panggilan itu."

Hermione kembali memungut benda itu. Menggeser ikon berwarna hijau, dan menempelkan benda itu ke telinga. Wanita itu mengalihkan pandangan ketika mendapati sorot mata Draco melunak.

"Glad to see you again, Hermione."

Hermione masih diam. Hanya mendengarkan suara Draco secara langsung, juga melalui panggilan telepon.

"Aku tidak bermaksud mengacaukan Tanah Hogwarts, ini daerah kekuasaanmu dan kawan-kawanmu. Tapi, aku juga tidak bisa tidak datang ke mari."

"Yang kau lakukan justru membahayakan semua orang, Malfoy!"

"Draco," ia tersenyum ketika Hermione menoleh. "Aku merindukan panggilan itu."

"Hanya jika kau menjelaskan secara rinci mengenai kedatanganmu ke Hogwarts."

Draco memastikan ia duduk dengan nyaman sebelum bercerita. Terutama mengenai kedatangannya ke Tanah Hogwarts, tempat yang menjadi kekuasaan keluarga Granger. Di dunia mereka, keluarga memerankan peran penting. Termasuk menentukan pilihan pribadi.

"Aku tidak ingin bernostalgia ketika kita sama-sama memilih membelot, Hermione."

"Itu hanya kesalahan di masa muda kita, Malfoy. Apa yang terjadi sekarang, jelas sangat berbeda!"

Draco melempar senyum sinis. "Kalau begitu, apa mengabaikan masa depanmu adalah pilihan yang tepat?"

Ruangan itu mendadak senyap. Draco dan Hermione masih sama-sama menempelkan ponsel di telinga. Enggan bersuara mengenai pertanyaan terakhir Draco. Terlebih Hermione. Tentu saja ia tidak ingin mengakui betapa hidup di tengah persaingan antarkeluarga membuatnya tercekik.

"Aku menghadapi masa depanku," Hermione memberanikan diri melawan tatap mata Draco. "Aku menghadapi masa depanku, untuk keluarga dan keamanan wilayah ini. Tidak ada waktu bagiku memikirkan masa depan lain, Malfoy."

Draco menjauhkan ponsel dari telinga. Dengan gerak pelan, ia mematikan panggilan telepon tersebut. Kembali meletakkan benda pipih itu ke atas meja.

"Kalau begitu, tidak ada alasan lain untukku memperjuangkan masa depanku," ia bangkit dan menatap ke arah pintu yang tertutup. "Ada orang yang menghadangku di depan, kan? Kalau begitu, aku permisi, Miss Granger."

Derap langkah Draco dan suara cicit pintu yang tertutup menjadi latar bagi Hermione kala itu. Ia memerhatikan satu-satunya pintu di ruangan tersebut. Sempurna tertutup. Sempurna memisahkan mereka, kembali. Seperti bertahun-tahun selepas melarikan diri lantaran membelot.

Hermione menatap ponsel Draco yang sengaja ditinggal. Nama "Lovely Wife" masih tercetak di sana. Nomor ponselnya. Benda itu mulai basah oleh rintik air mata Hermione.

"I'm sorry, Draco," cicit Hermione.

#end

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Where stories live. Discover now