Cerita 5_How Dare You Call We Are A Couple [Bagian 3]

2.2K 236 15
                                    

Blaise memperhatikan dari balik mejanya bagaimana wajah lesu Draco akhirnya nampak di kantor. Bos dan juga merangkap sahabatnya itu terlihat malas membuka ruangannya. Sebelum pintu ruangan tersebut tertutup, Blaise memilih bangkit.

"Mr. Malfoy, apa yang membuat wajahmu mirip seperti wajah kucing Filch?" tanya Blaise dengan senyum paling manis yang ia miliki. Yang tentu saja, Draco hanya membalasnya dengan tatapan malas.

"Apa kau bertengkar dengan kekasihmu, Mr. Malfoy?"

"Atau, apakah kekasihmu berselingkuh?"

"Atau kah kekasih-"

"Blaise! Apa kau mau kupecat sekarang juga?" Draco menimpali dengan nada yang sangat tidak bersahabat. Pemuda itu memilih untuk berbaring di sofa panjang yang tersedia di ruangan tersebut. Tanpa melepas jas hitam yang ia kenakan.

Blaise diam-diam mengulum senyum. Tak butuh waktu lama, pemuda itu juga bergabung dengan Draco. Bedanya pemuda berkulit tan itu hanya duduk. "Sudahlah, Drake, akui saja perasaanmu untuk Granger."

"Jangan sebut nama Hermione!"

Embusan napas Blaise akhirnya meluncur lancar. Ia kini dihadapkan dengan punggung Draco. Ingin sekali dirinya sekadar menempeleng kepala pemuda itu atau mungkin memberinya beberapa kutukan, oh, atau mungkin memesan amortentia di WWW.

"Aku tidak percaya berteman dengan orang dungu sepertimu, Drake."

Draco bangkit dengan cepat. Wajahnya semakin nampak masam. "What! Dungu? Apakah ada orang dungu yang bisa membereskan kekacauan di perusahaan ini hanya dalam waktu dua tahun?!"

"Kau bisa membereskan kekacauan yang dibuat ayahmu hanya dalam waktu dua tahun dan tidak bisa mengakui perasaanmu yang sesungguhnya kepada Granger sejak tahun keempat!" Suara Blaise meninggi, ia yakin bahwa di luar dinding ini pasukan-yang-biasanya-menguping-Draco-dan-Hermione akan mendengar dengan jelas.

Blaise bangkit dengan wajah masam. Ia berkacak pinggang di depan Draco yang kini terdiam, tetapi masih mempertahankan ekspresi kakunya. "Hell! Kau kira aku tidak tahu? Aku bukan orang dungu yang tidak bisa membaca bahwa sahabatku sendiri, seorang Slytherin -dan juga Death Eaters- menyukai Hermione Granger!"

Ruangan itu kini dipenuhi oleh pidato panjang-lebar Blaise. Tak jarang ia bahkan menuding-nudingkan telunjuknya dengan geram. Tentu saja, karena ia sudah terlalu muak melihat tingkat ketidak-percayaan diri Draco yang dahulu membumbung langit kini melorot drastis. Terjun bebas ke dasar lautan.

Diam-diam Draco yang masih mempertahankan wajah datar juga memikirkan ucapan Blaise. Ia paham benar dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu. Dirinya, Draco Lucius Malfoy yang seorang Pangeran Slytherin -pengikut Voldemort, Death Eaters, juga seorang pecundang paling terkenal di seluruh dunia sihir- menyukai, ah, lebih tepatnya mencintai Hermione Granger semenjak tahun ke empat.

Embusan napas panjang terdengar setelah Blaise menghentikan pidatonya. Ia beralih memperhatikan Draco yang nampak menunduk. Ah, sepertinya kiat jitu Blaise dengan suara menggelegar -mirip omelan Narcissa- berhasil mengetuk pintu hati pemuda berambut pirang yang sudah terlanjut kaku itu.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Suara Blaise sudah terdengar agak tenang. Walaupun pemuda itu masih berdiri seraya berkacak pinggang.

"Apa maksudmu?"

Blaise meremas wajahnya. "Apa yang akan kau lakukan dengan perasaanmu kepada Granger?!"

"Aku," Draco meneguk ludahnya. "Aku tidak tahu."

Aku benar, Draco sangat bodoh. "Kau sudah menyimpan perasaanmu bertahun-tahun dan masih tidak tahu harus apa, Drake?"

"Blaise! Hermione sedang dekat dengan seseorang bernama Tom, rekan sesama pemerhati lingkungannya! Lalu, kau pikir aku harus datang kepadanya dan bilang 'oh, Hermione, aku sudah mencintaimu sejak tahun keempat tapi tidak berani mengungkapkan karena aku payah' begitu!"

Sementara itu, di balik pintu yang sibuk diisi oleh teriakan Blaise dan Draco, Hermione berdiri mematung. Ia ragu untuk memutar knop, terlebih setelah mendengar teriakan Draco yang terdengar begitu jelas. Gadis itu tidak mempedulikan lagi beberapa orang tengah memperhatikannya dari belakang.

"Miss Snow, bisakah kau berikan ini kepada Mr. Malfoy setelah ia selesai?" Hermione memberikan paper bag di tangannya. Gadis itu lantas memutuskan untuk pergi. Sepertinya, menemui Draco kali ini hanya akan berakhir buruk untuk keduanya.

***

"Hei, Hermione! Apa kau sedang tidak enak badan?" Tom buru-buru menahan tangan Hermione setelah melihat cangkir isi cangkir tehnya terlalu banyak.

Hermione menggumamkan maaf sebelum mengambil beberapa lembat tisu untuk mengelap. Gadis itu nampak tidak terlalu bersemangat sore hari ini. Perasaan yang seharusnya tidak muncul setelah mendengar sendiri pengungkapan-cinta-seorang-Draco-Malfoy-kepadanya. Ya, walaupun ia sendiri ragu, teriakan Draco bisa dikategorikan sebagai 'pengungkapan cinta'.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Tom kembali bersuara.

"Tidak," senyum di wajah Hermione muncul. "Tidak ada."

Tom hanya tersenyum. "Kau tahu, aku bukan hanya rekanmu saja."

"Itu berarti?"

"Kau bisa menceritakan hal lain di luar rencana kita," timpal Tom dengan seulas senyum di akhir kalimat.

Embusan napas panjang kembali terdengar. Kali ini bukan Hermione pelakunya, melainkan Tom. Pemuda itu sepertinya sudah jengah melihat tingkah aneh Hermione semenjak pertemuan mereka beberapa jam lalu. Padahal, baru kemarin mereka bertemu dan terlihat bersemangat karena pengajuan proyek mereka hampir memenuhi titik terang.

"Apa kau bertengkar dengan orangtuamu? Atau apakah kau bertengkar dengan Draco? Atau apakah kau-"

"Hei, hei! Sudah, hentikan!" Hermione membersihkan tenggorokannya. "Aku tidak bertengkar dengan siapapun."

"Lalu, apakah kau akan keluar dari proyek ini?"

Hermione mendelik. "Kau gila?!"

"Kalau begitu, katakan padaku, kau itu kenapa?"

"Aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa kepadamu, Tom!" Suara Hermione kali ini terdengar pasrah.

Pemuda dengan rambut kecoklatan itu memilih menyandarkan punggung. Ia bersedekap seraya kembali meneliti ekspresi Hermione. Sosok yang saat ini sibuk memberikan gula ke dalam cangkir tehnya. Satu, dua, tiga kotak?

"Apa kau ingin terkena diabetes di usia muda?"

"Aku hanya membutuhkan sesuatu yang manis untuk meredam stres!"

Tom hanya manggut-manggut. Memang ada yang sedang tidak beres dengan Hermione, pikirnya. "Apa seseorang membuatmu stres?" Ia tersenyum begitu gadis itu mengangguk. "Siapa?"

"Kau tidak perlu tahu!"

"Apa Draco menyatakan cinta kepadamu lalu kalian berdua-" Belum sempat Tom menyelesaikan kalimatnya, ia harus sudah dikacaukan dengan semburan teh dari mulut Hermione.

Gadis itu kembali mencari-cari tisu, tidak mungkin ia akan mengeluarkan tongkat sihirnya di depan Tom. Uh! Untuk pertama kalinya, Hermione menyesal berteman dengan seorang muggle. "Tom, maafkan aku. Apa kau baik-baik saja?"

"Jadi, aku benar. Draco menyatakan cintanya kepadamu dan kau stres karenanya?"

"Itu," Hermione meremas-remas kepalanya. "Itu karena aku terkejut!"

"Tapi, kau mencintainya juga, bukan?" Tom menyeringai melihat perubahan warna di wajah Hermione. Gadis itu merona.

"Aku tidak bisa mencintainya."

/to be continued/

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang