Epilog

3 0 0
                                    

Narrator's point of view..

Hujan deras melanda seluruh tempat itu. Seorang wanita berumur empat puluhan berlari dengan cepat menuju sebuah kantor yang berada di pinggir kota itu. Ketika ia sampai di depan pos, ia langsung mengeringkan dirinya dengan menggunakan sebuah lap.

Setelah ia tahu bahwa ia telah berada di tempat yang benar, ia memasuki kantor polisi itu dan menyapa salah satu polisi di situ.

" Sore, saya ingin bertemu dengan Ibu Andriani." Polisi itu mengangguk lalu meminta wanita itu untuk menunggu sebentar.

Wanita itu langsung mengambil salah satu tempat duduk yang berada dekat dengan meja polisi. Setelah beberapa menit, polisi langsung memanggilnya dan dengan segera wanita itu berjalan mengikuti polisi menuju ke sebuah ruangan dimana orang-orang dari luar dapat bercakap-cakap dengan orang yang terpidana.

Sesampainya di ruangan itu, polisi langsung meninggalkan wanita itu bersama dengan seorang wanita lain yang sudah bermuka kusam. Wanita yang lain itu berada di dalam ruang kaca sehingga mereka dapat berkomunikasi melalui sebuah alat karena ruangan kaca itu sangat rapat.

Wanita itu duduk berseberangan dengannya dan ia langsung menyapanya.

" Halo," sapa wanita itu kepada Ibu Andriani.

Andriani hanya menatapnya dengan kesal. " Jika bukan karena kamu, aku tidak akan dipenjara seperti ini."

Wanita itu tertawa lalu membalas perkataannya. " Kau sendiri yang bilang bahwa kita akan sukses jika kita bekerja sama. Aku pikir kau akan berhasil mendapatkan warisan itu."

Andriani langsung melototi wanita itu. Ia merasa sangat dirugikan. " Memangnya kau pikir semuanya itu semudah itu? Asal kau tahu, mereka tidak sebodoh yang kita kira, bahkan anakkku sendiri yang menjebakku dan menjebloskanku ke dalam penjara! Kalau aku tahu semuanya akan berakhir seperti ini, aku pasti langsung menolak idemu itu."

Wanita itu tetap tersenyum seakan ia tidak bersalah. Di sisi lain, Andriani memberikan tatapan yang tajam kepada wanita itu.

" Naoko." Andriani memanggil namanya. Ia mulai melunakkan hatinya. " Apakah kamu tidak kasihan dengan anakmu sendiri? Aku sendiri juga merasa bersalah karena telah membuat hidupnya kacau. Meskipun ia hanyalah keponakkanku, jujur saja aku tidak tega melihatnya menderita karena kita. "

" Aku tahu akan hal itu. Namun, aku sangat membutuhkan warisan itu, Ni. Utangku sudah sangat banyak dan aku mengira aku akan mendapatkan warisan yang cukup untuk melunasinya, tapi ternyata warisan yang aku terima hanya bisa melunasi separuhnya," jelas Naoko yang mulai frustasi.

" Lebih baik kau ngomong baik-baik dengan Henry mengenai masalahmu. Mungkin dia akan mengerti," ucap Andriani berusaha untuk memberikan solusi pada adik iparnya itu.

" Masalahnya, di mata Henry, aku bukanlah ibu yang baik. Aku meninggalkannya ketika ia masih kecil. Ia pasti sangat kehilangan sosok ibu. Bisa jadi, Henry telah membenciku."

" Itulah masalah yang harus diselesaikan. Akan tetapi, Henry kini jauh berbeda dari pada sebelumnya. Dulu, ia mungkin memang pernah membencimu, tapi siapa tahu ia telah memaafkanmu dan berharap kau kembali."

" Aku harap apa yang kau katakan itu benar."

-THE END-

The HousekeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang