18

111 17 0
                                    

Deni sedang mempersiapkan semua kebutuhan untuk menuju ke kota. Ia harus mengatakan sesuatu kepada Alam dan Dea. Bahwasanya keduanya harus menikah. 

Dea telah memberi tahu kalau sekarang Herman telah berganti nama menjadi Alam. Karena Dea merasa privasi Herman sedang terancam akibat sebuah video enam bulan lalu. 

Beberapa hari berturut-turut ini, Deni bermimpi didatangi tiga harimau yang berbeda warna. Harimau tersebut mengatakan kalau Alam dan Dea harus menikah. Lalu cucunya harus menjadi Cindaku untuk menebus kesalahan mereka. 

Ia salah karena telah menyuruh Alam pergi ke kota dan meninggalkan tanah Kerinci. Padahal ia sendiri tahu, kalau tugas Cindaku adalah menjaga tanah Kerinci dari gangguan manusia serakah. 

Lalu kesalahan Alam adalah, ia mau saja berubah menjadi Cindaku hanya untuk iseng. 

Dan kesalahan Dea tentunya, memaksa Alam untuk berubah. 

"Aku belum siap jika cucuku harus menjadi Cindaku juga. Bagaimanapun, menjadi Cindaku itu tidak mudah," gumam Deni sambil membereskan pakaian ke dalam tas ransel. 

Memang Cindaku bukan ilmu hitam. Tetapi tetap saja, itu ilmu yang tidak biasa. 

Deni juga tidak yakin Dea akan setuju. Pasalnya ia sangat tidak suka Deni menjadi Cindaku. Apalagi anaknya nanti? Pasti Dea lebih tidak setuju. 

Saat Dea mengetahui kalau Deni adalah Cindaku. Dea pernah protes secara terus terang. 

"Mengapa Ayah mempelajari ilmu itu? Bukannya orang yang punya ilmu itu susah menemui maut? Dea nggak mau ayah kenapa-napa," bisik Dea disela-sela isak tangisnya. 

Bukannya menjawab, Deni langsung masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Dea begitu saja. Hal itu membuat Dea semakin menangis. 

Bukan Dea bermaksud menyumpahi ayahnya cepat meninggal. Hanya saja, dari beberapa literasi yang pernah ia baca, orang yang memiliki ilmu aneh-aneh akan susah menemui maut. Mereka akan mengalami sakaratul maut yang mengerikan. Dea tidak mau ayahnya seperti itu. 

Namun kata-kata Dea disalah artikan oleh Deni. Ia mengira kalau Dea sengaja menyumpahinya supaya cepat meninggal. Karena perkataan adalah do'a. Oleh karena itu, ia langsung meninggalkan Dea begitu saja. 

Tapi satu yang Dea tidak tahu. Bahwasanya Cindaku bukan ilmu ilmu hitam. Bahkan asal mula Cindaku berasal dari seorang ulama yang ingin menjaga hutan. Lalu ulama tersebut mempelajari ilmu menjadi manusia harimau supaya bisa menjaga hutan. 

Deni menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut. 

Ia telah selesai membereskan pakaiannya. Semua perlengkapan untuk di kota sudah ia masukkan ke dalam ransel. 

Deni lalu menuju dapur dan menyeduh segelas kopi hitam. Lalu menikmatinya ditemani beberapa batang rokok. 

Semenjak warga mengetahui kalau Alam adalah Cindaku, mereka sering membicarakan perihal Cindaku. Bahkan Deni dicurigai sebagai Cindaku juga. Oleh karena itu, Deni merasa dirinya sedikit tidak nyaman. 

***

Pagi harinya Deni berangkat ke kota menggunakan sepeda motor miliknya. Luka di kakinya sudah sembuh total karena dokter berhasil membersihkan semua racun yang ada di tubuhnya. 

Sebelumnya Deni telah memberi tahu Alam dan Dea kalau hendak ke kota. Alam berniat menjemput Deni ke kampung tapi ditolak oleh Deni. Ia tak ingin Alam dibully atau bahkan dihakimi oleh warga kampung karena memiliki ilmu Cindaku. 

Memang selama ini warga bersikap cenderung biasa saja, tapi sebenarnya di belakang Deni mereka sering bergosip.

Pernah tanpa sengaja Deni mendengar beberapa warga sedang berkumpul dan menggosipkan Alam. 

"Aku nggak nyangka kalau Herman itu Cindaku."

"Iya. Aku juga. Harusnya waktu kita lihat dia berubah, kita jaring atau apalah gitu, supaya kita bisa melihat Herman lebih jelas."

"Setuju. Aku yang ada di lokasi merasa gagal waktu nggak bisa nangkap Herman."

"Memangnya kalau sudah kau tangkap? Mau kau apakan?"

"Nggak ada. Kubuatkan video lah! Apalagi!"

Beberapa laki-laki terus saja membicarakan Alam. Mendengar itu, Deni langsung berbalik arah supaya keberadaannya tidak diketahui oleh mereka. 

Deni melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Namun hal tak terduga terjadi. Motor yang ia kendarai ditabrak oleh sebuah truk dari arah berlawanan. 

Truk tersebut menyalip truk yang ada di depannya dengan kecepatan tinggin. Hingga sang sopir tak bisa menghindari sebuah sepeda motor dari arah berlawanan. 

Sepeda motor yang dikendarai Deni ditabrak sangat kuat oleh sebuah mobil truk bermuatan batu bara. 

Melihat kejadian yang sangat menyeramkan tersebut, logika kita mengatakan Deni tewas di tempat. Namun takdir berkata lain, Deni memang mengalami luka yang cukup serius. Tapi ia tidak meninggalkan dunia. 

Saat mobil truk tersebut menabraknya, Deni melihat dengan mata kepala sendiri seekor harimau putih menariknya ke sisi kiri jalan. Sehingga hanya motornya yang remuk tertabrak truk, sedangkan ia terpelanting menghantam rambu-rambu lalu lintas. Akibatnya ia mengalami patah tulang pada kaki kanan dan tangan kanan beserta sedikit goresan pada wajah dan anggota tubuh lainnya. 

Warga yang melihat kejadian, langsung membawa Deni ke rumah sakit terdekat. Mereka juga mengabari Dea dan Alam. Karena kontak mereka berdua yang berada paling atas dengan nama "anak lelakiku" dan "anak perempuanku". 

Mendapat kabar ayahnya mengalami kecelakaan, Dea dan Alam langsung menjenguk sang ayah ke rumah sakit. 

Setibanya di rumah sakit, Deni sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Kondisi Deni cukup memprihatinkan. 

Kaki kanan dan tangan kanannya digips. Dan ada beberapa luka gores di wajah, dada, tangan dan kakinya. 

"Ayah ...." Dea langsung memeluk Deni sambil menangis. "Dea nggak mau Ayah kenapa-napa," bisik Dea di sela-sela isak tangisnya. 

"Ayah nggak papa. Ini luka ringan kok. Beberapa minggu lagi juga sembuh," kata Deni mencoba menenangkan Dea. Ia ingin membelai rambut Dea, namun tak bisa karena tangannya kaku dan sakit. "Kalian sudah pulang kerja?" tanyanya saat melihat hari belum sore. 

"Kami izin pulang cepet, Yah," jawab Dea. Ia dan Alam duduk di lantai sambil terus menatap Deni. 

"Apa kau baik-baik saja, Lam?" tanya Deni sambil menatap Alam lekat-lekat. 

"Aku baik, Tuk. Harusnya aku yang nanya Datuk," kata Alam. 

"Apa kau ada bermimpi?"

"Mimpi apa, Tuk?"

"Tiga harimau?"

"Iya. Ada," jawab Alam pelan. Alam tahu, kalau Deni bertanya seperti ini, pasti Deni juga bermimpi sepertinya. Ia tak tahu harus bagaimana. Ia takut Deni akan marah dan tak setuju kalau cucunya harus menjadi Cindaku juga. 

"Apa, sih? Jangan main rahasia-rahasiaan, dong!" seru Dea karena tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh ayahnya dan Alam. 

"Kau belum memberi tahu, Dea?" tanya Deni sambil menatap Alam tajam. 

"Belum, Tuk," jawab Alam sambil menunduk karena takut melihat tatapan Deni. 

"Apa, sih? Jangan buat aku penasaran, please!" kata Dea yang semakin menjadi penasaran karena namanya disebut-sebut. 

"Katakan, Lam!" perintah Deni tegas. "Jangan menunda-nunda." 

Note: Cerita ini hanya fiksi belaka. Fiksi fantasi.

My Father Is Cindaku (Selesai)Where stories live. Discover now