Bagian 23

34 2 0
                                    

"Laki-laki kalau udah serius sama perempuan, pasti langsung datangin rumahnya. Pamit sama orang tuanya dengan cara baik-baik." Tutur Aldo dibalik meja makan setelah menyesap kopi hitamnya.

Setelah dari kafe, Fardo langsung pulang dan menceritakan apa yang terjadi di kafe pada orang tuanya. Baik Aldo maupun Ranti sama-sama terkejut, namun terlihat jelas kebahagiaan di mata mereka.

"Yaudah Dad, anterin Fardo ke rumah Zikra." Seru Fardo dengan semangat.

"Semangat banget." Celetuk Ranti yang duduk di sebelah Aldo.

"Ya harus dong Mi."

Aldo geleng-geleng kepala melihat tingkah Putranya. Sebelum lanjut bicara, dia menggeser cangkir kopinya yang telah kosong.
"Sebenarnya udah lama Daddy nunggu ini, nunggu inisiatif kamu buat datang ke rumah Zikra. Katanya suka tapi kok nggak pernah ada niatan datangi rumahnya."

Fardo menggaruk tengkuknya, malu. "Udah ada sih Dad, tapi Fardo takut kalau nanti ditolak."

"Jadi sekarang gimana?" Ranti bertanya.

"Kalau memang kamu sudah siap, Daddy sama Mami siap antar kamu."

Fardo menatap Daddy-nya. " In syaa Allah, Fardo siap Dad." Ucapnya mantab.

****

Malamnya Fardo menyusul Zulfa ke rumah sakit, selain untuk memastikan kondisi perempuan itu juga untuk memberitahu kabar soal niatnya yang akan melamar Zikra.

Disini Fardo diserang dilema, dia berada dipertengahan perasaan yang hampir membuatnya abnormal. Dia bahagia karena sebentar lagi akan benar-benar melamar perempuan yang selama ini dia perjuangkan. Tapi disisi lain dia sangat khawatir dengan kondisi Zulfa yang tiba-tiba menurun tidak menentu. Kadang baik kadang kambuh, apalagi jika Zulfa sudah putus asa seperti kemarin.

Fardo tahu penyakit yang diderita perempuan itu bukan main-main, jika terjadi sedikit saja kelalaian maka nyawa yang menjadi taruhannya. Waktu Fardo bertemu dengan dokter waktu lalu, dokter menjelaskan apa saja yang terjadi pada Zulfa, termasuk waktu untuk perempuan itu bertahan hidup yang tidak bisa diprediksi. Karena gagal ginjal Zulfa sudah masuk stadium akhir.

Sebagai sahabat, Fardo merasa tidak bisa menjaga Zulfa dengan benar.

"Assalamualaikum," salam Fardo dengan lirih sambil membuka pintu kamar yang ditempati Zulfa.

"Waalaikumsalam salam," Mamanya Zulfa yang menjawab, perempuan itu lekas berdiri dari duduknya.

Fardo menyalami perempuan paruh baya itu sebentar, lalu mendekat ke arah petiduran Zulfa. Terlihat perempuan itu tengah tertidur.

"Bagaimana tadi cuci darahnya, Tante?" tanya Fardo setengah berbisik, takut kalau Zulfa bangun.

"Alhamdulillah, lancar. Tapi ya gitu, dia terus nyariin kamu," jelas Zani.

Fardo mengerti, dia tadi sedang berada di kafe Zikra bertepatan Zulfa cuci darah. Jadi dia tidak bisa menemani sahabatnya itu.

Zulfa masuk dalam gagal ginjal stadium tiga dimana dia harus cuci darah dua minggu sekali agar fungsi ginjalnya tetap berjalan dengan semestinya.

"Tadi Papanya Zulfa kesini." Zani memberitahu.

Fardo seketika menoleh. "Om Anton? Mau apa Om Anton kesini?"

"Tante nggak tahu pasti apa niatnya."

"Tapi Zulfa nggak diapa-apain kan Tante?" Fardo kembali menatap Zulfa yang masih tertidur dengan cemas.

"Nggak, tadi cuma ngobrol. Tante juga ada disini," jelas Zani. Dia juga tidak tahu sekaligus kaget dengan kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Takut-takut kalau suaminya itu makin menambah buruk kondisi Zulfa. Tapi selama dia menemani, suaminya hanya mengobrol biasa layaknya orang tua kepada anaknya. Bahkan sebelum pergi suaminya itu memberi amplop berisi uang katanya untuk biaya berobat Zulfa.

Besok dan Selamanya [ Selesai✔️ ]Where stories live. Discover now