Bab 41

24 2 0
                                    

"Zikra sekarang lagi ngapain ya? Telepon nggak ya? Duh kok jadi kangen sih aku, padahal belum ada satu hari. Duh..."

Fardo bergerak gusar, sejak tadi dia sibuk membuka tutup hapenya sambil berputar-putar tidak jelas di kursinya. Tubuhnya ada disini tapi hati dan pikirannya tertuju di rumah, pada Zikra. Fardo ingin segera bertemu dengan Zikra dan juga anaknya. Tapi ini masih jam kantor.

"Telepon aja, udah kangen banget sama Zikra ini." Akhirnya Fardo memutuskan menelepon istrinya, dia tidak sabar mendengar suara perempuan itu.

Tok tok

"Masuk," kata Fardo masih dengan menempelkan hape di telinga menunggu panggilan tersambung.

"Siang Pak, saya nganter makanan sama es campur kesukaan Pak Fardo, saya lihat cuma Pak Fardo yang belum makan," ucap Ari lalu meletakan kotak nasi beserta dua cup es campur yang dia beli di warung depan kantor tadi.

"Makasih, taruh situ," tunjuk Fardo ke arah meja depan sofa dengan dagunya. Ari menurut.

"Pak, saya izin makan disini, boleh ya, Pak?" Ari meminta izin.

"Ck ayo dong Zikra diangkat." Fardo kesal saat teleponnya belum terjawab. "Angkat dong sayang..."

"Gimana, Pak, boleh kan?"

"Apa sih Ari, kamu itu nggak lihat saya lagi sibuk?"

Dih, kok marah? Padahal Ari kan hanya bertanya.

"Saya cuma tanya, Pak. Boleh makan disini?" ulang Ari.

"Terserah," balas Fardo sekenaknya. Sedangkan Ari memilih melanjutkan makannya, tidak terlalu ambil pusing dengan atasannya itu. Fardo memang tidak bisa ditebak orangnya, kadang suka marah-marah tidak jelas, kadang juga asik orangnya.

"Bapak lagi telepon klien? Mau saya telepon kan?" Ari menawarkan diri saat melihat Fardo terlihat kesal.

"Saya telepon istri saya, nggak di angkat-angkat," jujur Fardo masih sibuk dengan hapenya.

"Mungkin lagi istirahat, Pak. Biasanya hamil muda bawaannya pengen tidur."

"Iya mungkin, ya."

"Iya, Pak. Kakak saya juga gitu waktu hamil."

Fardo menghela napas. "Yaudah, nanti aja," lanjutnya. Kemudian Fardo berjalan ke arah sofa menyusul Ari yang sedang makan.
"Kamu beliin saya es campur?" tanya Fardo sambil membuka cup es campur.

"Iya, Pak. Saya udah bilang tadi."

"Baik banget kamu Ari, nggak salah saya pilih kamu jadi sekretaris. Oiya, ngomong-ngomong selama ini kamu beli es campur buat saya pakai uang siapa?" Fardo baru ingat, setiap dia menginginkan es campur jarang sekali memberi Ari uang.

"Pakai uang saya, Pak."

"Kok kamu nggak bilang sih?"

Ari nyengir. "Ya gimana, Pak." Malu juga kalau harus minta dulu pada Fardo, harga es campur tidak sampai sepuluh ribu.

Fardo kemudian beranjak ke mejanya, mengambil dompetnya lalu kembali ke sofa. "Ini buat ganti uang kamu selama saya minta es campur," kata Fardo sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Ari.

"Nggak usah, Pak, saya ikhlas. Gaji saya juga banyak dari Bapak."

"Nggak apa-apa, ini rezeki nggak boleh ditolak. Itung-itung bonus, hari ini saya lagi seneng banget, istri saya hamil."

Perlahan Ari menerima uang itu. "Makasih, Pak. Tapi kok banyak banget, Pak?" Ada sekitar uang satu juta di tangannya

"Udah, nggak apa-apa."

Besok dan Selamanya [ Selesai✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang