Fantasy - Park Jihoon II

1.1K 170 39
                                    

"Ji, Gue yakin Lo masih inget dia meski samar." Ujar bang Ezra.

Gue terbengong. Masih menyesuaikan diri dengan perpindahan yang sangat tiba-tiba. Ini persinggahan ke empat belas gue bersama bang Ezra.

Beberapa hari ini gue dia bawa ketemu mama papa, juga dua belas cowok yang katanya sahabat gue selama gue hidup (treasure + Ha Yoonbin). Dan sekarang seorang cewek.

Mereka sama di mata gue.

Nope. Bukan wajah nya yang kembar.

Tapi aura mereka.

Putih ke abu-abuan. Meski abu-abu cewek ini nampak lebih pekat. Tapi bukan berarti orang-orang yang gue temui nggak nampak pekat. Ini jauh, lebih dari mereka.

Gue melangkah menyusul bang Ezra yang sudah lebih dulu mendekat ke cewek yang sedang menangis sambil menggulir layar ponsel di tangan kanannya.

"Bang, ini siapa?" Tanya gue mengamati wajah cewek itu yang walau nangis gini pun, tetep terlihat cantiknya dia.

"Coba cari tahu." Balasnya, membuat gue mengernyitkan kening tak mengerti.

"Ini yang Lo minta, kan? Ketemu orang-orang yang Lo sayang buat terakhir kalinya. Ya ini. Dia salah satunya." Paparnya membuat gue mengangguk paham, perlahan gue mendekat, mengintip kecil ke layar ponselnya. Penasaran apa yang membuat cewek ini nangis malem-malem gini.

"Gue pergi dulu. Lo punya waktu sepuluh menit." Pamit bang Ezra dan setelahnya sosok bersayap lebar itu lenyap begitu saja.

"Apasi yang bikin Lo nangis?" Gumam gue mencoba menyentuh anak rambutnya yang berantakan.

"Jangan nangis, gue jadi pengin nangis juga." Rasa-rasanya, hati gue ikutan perih ngelihatnya, dia kelihatan terluka banget.

"Ji, gue kangen." Isaknya tertahan.

Gue mematung seketika.

Ji?

Itu gue kan?


OH YA KAN BANG EZRA BILANG MAU BAWA GUE KE ORANG-ORANG YANG GUE SAYANG.

Dia salah satunya.

"Lo bilang mau dateng ke sini pas gue ulangtahun Lho, Ji. Kenapa malah sampai sekarang gue gak bisa hubungin Lo lagi?"

Ulang tahun?

"Ji, gue harus nyari Lo kemana?"





"Din?"

"Dinda?"

Tuhan, dia Adinda. Adindanya Jihoon.

"Din, gue di sini." Gumam gue sangat berharap dia bisa mendengarnya.

Gue berusaha buat memeluknya, tapi gue nggak bisa. Tangan gue tembus badannya.

Tuhan..

"Ji." Dinda masih menangis sambil terus manggil nama gue.

"Gue di sini, Din. Gue sama Lo."

"Ji, gue kangen."

Gue juga Din. Tapi sekarang dunia kita beda.

Gue cuman bisa nangis karena gue udah jadi penyabab Adinda nangis. Padahal gue berharap gue bisa jadi salah satu alasannya bahagia.

Iya salah satu, karena kalau gue gak bisa lagi jadi bahagianya. Gue mau Dinda tetep bahagia dengan alasan bahagia lain yang dia punya.

Gue nggak bisa lagi meluk dia dan nenangin dia biar gak usah nangis lagi.

"Ji." Panggilan Bang Ezra membuat gue menoleh ke sudut kamar. Bang Ezra udah di sana, berdiri di depan kaca. "Waktu Lo abis." Ujarnya mengingatkan bahwa sepuluh menit yang gue punya telat berakhir.

Treasure ImagineWhere stories live. Discover now