Husband - Kanemoto Yoshinori

300 31 2
                                    

Dewasa ternyata berat ya? Kadang kita tak diberi waktu barang sekejap untuk menyiapkan diri.

Waktu terus saja melesat, begitu cepat tak peduli kita siap atau tidak.

Episode-episode hidup akan terus bergulir, dengan seulas senyum, setetes tangis, segores luka dan banyak hal-hal menyedihkan lainnya yang perlu diterima.

Penerimaan itu masih menjadi pr besar bagiku.

Akan senang rasanya ketika beban yang kita tanggung dapat dibagikan dengan orang tersayang, mungkin?

Sepertinya hidup 22 tahun ini akan terasa sedikit lebih ringan, bukan?

Warna putih abu-abu yang selama ini aku jalani mungkin saja akan lebih bermakna, menguning sehangat cahaya matahari pagi misalnya. Juga warna-warna lain penuh bahagia dan cinta.

Namun.. disayangkan sekali, Nila. Kurasa harapan mengenai warna-warninya masa depan kita nanti hari ini pupus sudah.

Sekali lagi, aku tak punya kendali untuk memilih maupun mengusahakan warna untuk masa depanku.

Tidak diizinkan sebuah penolakan untuk permintaan Ayah dan Ibu.

Perjodohan itu, juga harus aku terima.

----

Usai acara resepsi yang diadakan di ballroom hotel, aku memasuki kamar. Menghela napas berat, rasanya hari ini sangat melelahkan, baik fisik maupun batinku. Gaun yang cukup berat dan kaki yang sakit seharian memakai heels. Aku melepas heels sembarangan, segera mendudukan diri di tepi Kasur.

tok..tok..

Aku segera bangkit, membukakan pintu untuk orang yang masih bisa dibilang sebagai orang asing yang kini menyandang status sebagai suamiku - Ardanu Yovan Mahendra.

"Aku masuk ya?"

----

Usai membersihkan diri, aku melangkah mendekat ke arah ranjang tidur. Mas Ardanu sudah berbaring dengan mata terpejam di sisi kiri. wajahnya terlihat Lelah.

Aku mengamatinya dari tempatku berdiri, matanya tak lagi terlihat tajam seperti kali pertama kita bertemu. Wajah terlelapnya terlihat cukup menenangkan.

"Tidur, Nila." Tegurnya, dengan mata yang masih terpejam rapat.

Aku meneguk ludah, rasanya malu sekali mengetahui mas Ardanu menyadari jika aku tengah menatapinya.

Aku merebahkan diri di sisinya, menarik selimut hingga sebatas dada. Menarik napas dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang lebih cepat dari biasanya. Juga, berharap perasaan sakit -karena harus merelakan mimpiku sekali lagi- hilang tak lagi menyesakkan dada.

Mas Ardanu berdehem pelan, "La, kamu ada rencana apa setelah ini?" Pertanyaan itu membuatku tercekat,aku mengalihkan tatapanku yang semula menatapi langit-langit kamar. Di sisiku mas Ardanu sudah merubah posisi, menyamping menghadapku.

Aku menggeleng pelan. sama sekali tidak tahu apa yang akan aku lakukan setelah menyandang status menjadi istri orang. apa memangnya yang bias kulakukan? bukankan sudah jelas? melayani suamiku dan mengurus rumah?

"Ngga ada yang pengin kamu lakuin?"

Mendengar itu, air mataku menetes tanpa permisi.

Rasanya terdengar seolah aku memiliki kesempatan untuk melakukan apa yang aku ingin - memiliki kesempatan untuk memilih langkahku sendiri.

"Boleh?" Tanyaku dengan suara yang lirih gemetar menahan tangis. mas Ardanu mengangguk dengan yakin, "boleh. kamu boleh lakuin yang kamu pengin. kamu boleh ngejar cita-cita kamu. aku bakal dukung."

Kalimat itu memelukku dengan begitu hebat. Menyokong gadis kecil yang dipaksa dewasa, gadis penuh mimpi yang mati karena dipaksa melepas impiannya. Tangisku makin hebat, hingga lengan itu membawaku duduk dan merengkuhku ke dalam dekapannya.

Elusan lembut di kepalaku menjadi penenang, hatiku terasa ringan seiring tepukan pelan yang mas Ardanu berikan di punggungku.

"Nila, kita belum mengenal satu sama lain dengan baik. Nanti, kasih tau aku ya semua tentang kamu. Hal-hal kecil tentang kamu, apa yang kamu suka, apa yang engga. Mimpi-mimpi kamu, keinginan kamu. Rencana kamu ke depannya. Juga gimana hari-hari yang kamu lalui."

Aku membalas pelukan itu, menangis tersedu di dalam pelukan orang asing yang sepertinya akan menjadi orang paling dekat denganku mulai malam ini. "Makasih, mas."

Hanya kalimat pendek itu yang mampu keluar dari mulutku.

Tuhan, maaf. Maaf sudah berperasangka buruk terhadap takdirmu. Aku kira, sekali lagi - ketika aku harus melangkah ke jalan yang dipilih orangtuaku - aku harus menerima bahwa aku kehilangan masa depan yang aku impikan seperti tahun lalu ketika aku harus merelakan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di bidang yang aku inginkan.



 Aku kira, sekali lagi - ketika aku harus melangkah ke jalan yang dipilih orangtuaku - aku harus menerima bahwa aku kehilangan masa depan yang aku impikan seperti tahun lalu ketika aku harus merelakan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di bid...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Yoshinori as Ardanu Yovan Mahendra)


Suami kitaa👀

Treasure ImagineWhere stories live. Discover now