Ji-Yoo masuk ke dalam ruangan Doyoung. Pemuda itu tengah tertidur. Ji-Yoo tau pasti lelah mengemudi seharian, apalagi di tengah perjalanan mereka sempat terkena masalah. Terlebih saat mereka kemari, Doyoung langsung di hajar oleh orang pemarah yang suka menuduh.
Pemuda Lee itu duduk di lantai berhadapan dengan Doyoung. Ji-Yoo merundukan kepalanya sambil menghela nafas. "Kenapa si Lo masih tetep mau tinggal diam disini? Jelas-jelas Lo bisa suruh orang untuk jemput Lo pake helikopter."
"Gak semudah itu Lee Ji-Yoo." Balas Doyoung membuka matanya. Dia menatap Ji-Yoo, "Jaringan disini gak bagus. Gua gak bisa hubungin siapapun." Kemudian pemuda Kim itu membuang nafasnya. "Kalo gua bisa pun, gua bakal suruh mereka buat jemput yang lain, baru gua terakhir."
"Ish! Sumpah ya gua benci sifat Lo yang ini." Kesal Ji-Yoo. "Jelas-jelas mereka nuduh Lo, hajar Lo, kasih Lo tatapan benci gak suka. Tapi Lo masih-"
"Lo harus inget Ji, kita di bolehin tinggal disini sementara."
"Bodo!" Sungut pemuda Lee itu beranjak bangkit, hendak pergi keluar. "Terserah Lo mau tetap bantuin mereka, tapi gua gak bakal tinggal diam kalo mereka lagi-lagi sudutin Lo dan tuduh Lo yang nggak-nggak." Tegas Ji-Yoo sebelum akhirnya benar-benar keluar dari ruangan.
Doyoung sejenak terdiam kemudian terkekeh kecil. "Thanks Ji.."
Ji-Yoo yang baru keluar dari ruangan Doyoung langsung berhadapan di depan Jihoon. Pemuda Lee itu menggerling malas. "Mau ngapain Lo? Gausah ganggu temen gua." Kata Ji-Yoo sinis.
Jihoon berdecak, "Gua pengen ngomong sama di-"
"Gak." Ji-Yoo menyela. "Gua. Gak. Izinin. Lo. Ketemu. Doyoung." Tegas Ji-Yoo membuat Jihoon mengepalkan tangan kesal.
"Lo mau minggir atau gua hajar?"
"Hajar sini! Mentang-mentang gua keliatan kecil dan imut, Lo kira gua gak bisa lawan Lo?" Ji-Yoo berdecih, "Jangan remehin gua, gua bisa patahin tulang Lo pake taekwondo."
Jihoon menggerling malas mendengarnya. Dia menatap Ji-Yoo dengan mata tajam. "Sekarang Lo minggir atau gua-"
"Jihoon." Panggil Yoshi menghampiri Jihoon. Dia menatap Ji-Yoo sambil tersenyum. "Temen gua mau bicara sama temen Lo sebentar aja. Gua janji, Jihoon gak bakal mukul temen Lo lagi." Pinta Yoshi.
Pemuda Lee itu menggerling malas. "Yaudah. Sampe gua liat luka Doyoung nambah, gua beneran patahin tulang Lo." Ancam Ji-Yoo kemudian pergi sambil berbenturan bahu dengan Jihoon. Tapi justru pemuda Lee itu yang diam-diam meringis sakit. "Sialan, kuat juga."
Sedangkan Jihoon langsung masuk kamar. Doyoung yang mendengar decitan suara pintu membuang nafasnya. "Ji, gua mau istirahat... Lo tau badan gua sakit semua.." Keluh pemuda Kim itu membuat Jihoon terpaku di tempatnya.
Jelas-jelas kemarin Jihoon hanya memukul wajahnya, tidak sampai badannya. "Apa alasan Lo kesini?" Tanya Jihoon mengepalkan kedua tangannya. Mendengar suara tak asing itu membuat Doyoung langsung bangun.
Kretek!
"Akh!" Ringis Doyoung saat punggungnya terasa nyeri karena retak. Pemuda itu merundukan kepalanya sambil memegang punggungnya dengan satu tangan.
Jihoon tanpa sadar langsung menghampiri Doyoung. Air mukanya terlihat cemas selama beberapa detik. Bahkan Jihoon membawa bahu Doyoung ke arahnya sampai wajah pemuda Kim itu berhadapan dengan wajahnya.
"Apa yang gua lakuin?" Jihoon tidak mengerti kenapa dia berlaku seperti ini. Mau berpura-pura abai tapi dia terlanjur sudah seperti ini. "Lo― gua tanya apa alasan Lo kesini." Kata Jihoon sambil kembali menegakan tubuhnya dengan bersikap seolah perlakuannya tadi bukan apa-apa.
Doyoung berkedip sekali sambil membuang nafasnya. "Gua kesini gak ada niat buruk. Lo bisa kan sekali aja percaya sama gua?" Pinta Doyoung dengan suara serak. Menatap manik kelam Jihoon yang di tujukan padanya.
"Trust you?" Jihoon berdecih. "Gak akan."
"Seterah." Doyoung malas melanjutkan pembicaraan dan memilih untuk berdiri. Jalannya terseok, membuat Jihoon sedikit terkejut.
"Siapa yang suruh Lo keluar hah?!" Marah Jihoon sambil membanting tubuh Doyoung ke pintu. "Gua tanya sama Lo, apa. Alasan. Lo. Kesini." Tegas Jihoon sambil mencengkram kuat bahu pemuda di depannya.
Doyoung meringis. Punggungnya semakin sakit. Namun dia berusaha tidak terlihat lemah di depan Jihoon, karena itu Doyoung memberikan tatapan tajam. "Gua bilang gua gak punya niatan buruk disini! Lo paham bahasa manusia gak sih?!"
Jihoon terkekeh sinis, "Oh, bukannya Lo pake bahasa monster hah?" Kemudian pemuda So itu mendekatkan bibirnya ke arah telinga Doyoung. "Karena Lo, gua harus bernasib sama kaya Lo, Kim Doyoung." Desis Jihoon menahan amarah.
Doyoung marah. Demi apapun dia kesal terus-terusan di tuduh sebagai penyebab. Tangannya sudah terkepal kuat membuat Jihoon yang melihatnya terkekeh sinis.
"Lo mau berubah jadi monster dan bunuh gua?" Jihoon semakin tersenyum meremehkan, "Silahkan. Biarin yang lain tau kalo Lo tuh monster. Ayo cepet bongkar topeng Lo itu DAN TUNJUKIN DIRI LO YANG SEBENARNYA KIM DOYOUNG!"
"Cukup.." Pinta Doyoung menangis kecil. "Gua gak ada niatan buruk.. gua mohon Lo percaya sama gua satu kali ini aja.." Pinta pemuda Kim itu menatap manik kelam Jihoon.
Jihoon berdecih, "Lo kira dengan Lo menangis kaya gini, gua bakal simpati dan kasih Lo kepercayaan?" Jihoon mengangkat ujung bibirnya. "Sampai kapanpun―"
Brak!
"Doyoung buka woy pintunya!" Teriak Ji-Yoo dari luar.
"Ji, Lo jangan main kasar. Lo janji―"
Bugh!
"Akh!" Teriak Doyoung memegangi perutnya yang habis di tonjok Jihoon.
Mendengar teriakan temannya, Ji-Yoo semakin marah dan kesal. "Buka!! Woy Lo setan! Bener-bener bajingan ya Lo! Buka sialan! Buka! Setan!!!" Teriak Ji-Yoo emosi terus menggebrak pintu.
Jihoon terus memukuli Doyoung membuat Ji-Yoo semakin mengamuk di luar sana. Temen-teman Jihoon juga sudah memberi tau Jihoon agar berhenti bertindak yang keterlaluan, namun Jihoon seolah tuli dan tetap memukul Doyoung.
"G-gua mohon berhenti.." Pinta Doyoung muntah darah. Jihoon tidak perduli, terus menyiksa pemuda di depannya dengan menendang perut Doyoung yang sudah lemah di bawah.
Brak! Brak! Brak!
"BUKA SEKARANG!!" Teriak Ji-Yoo menangis takut di luar. "Young.. Lo denger gua kan? Jangan lemah! Bales dia! Lo bisa, jangan lemah gini Kim Doyoung!!" Pinta Ji-Yoo merosot ke bawah. "Gua mohon, lawan dia.."
Pemuda Kim itu tersenyum kecil dengan mata terpejam sakit. Dia menahan kaki Jihoon yang hendak menendang dadanya. "Berhenti sekarang sebelum―"
"Sebelum apa hah?" Tantang Jihoon mendongak angkuh. Dia mengelap hidungnya yang mimisan.
Sejenak Doyoung memperhatikan hidung Jihoon, kemudian tersenyum miring. Pemuda Lee itu mendorong kaki Jihoon kuat sampai pemuda So itu terdorong jauh.
Doyoung bangkit, menatap Jihoon dengan mata hitam sepenuhnya. "Lo. Bener. Bener. Buat. Gua. Marah. Park. Ji. Hoon."
Bugh!
***