1. Awal

9.8K 1.2K 117
                                    

Bunda-Bunda, Om Tante online, silakan baca cerita Mocci Gang🤭

🍡🍡🍡🍡🍡

Pukul empat sore, jam dimana anak-anak komplek dari yang usianya balita sampai yang sudah SMA pada ngumpul memenuhi lapangan di sebelah warung kecil-kecilan Deana buka. Buya tiga anak itu emang sengaja cicil satu rumah minimalis buat dijadiin rumah makan di deket lapangan karena posisinya lumayan strategis.

Bisa jadi tempat para ibu-ibu yang lagi nungguin anaknya main di lapangan kumpul. Ya namanya kumpul, ngga mungkin cuman duduk doang lah ya, pasti minimal beli minum, terus kalau anaknya kecapean main pasti at least beli minuman yang seger-seger juga. Sekaligus buat Deana gampang juga jagain anak-anaknya kalo main.

Rumah ini ngga terlalu besaar, tapi cukup. Ada teras buat parkir 10 meter kalo dempet, dan tadinya ada dua kamar. Tapi satu kamar diubah menjadi tempat penyimpanan bahan-bahan masakan, dan satu kamar lagi dipakai sama Tari. Pada inget Tari, kan? Ituloh, yang waktu awal-awal Deana buka usaha, satu-satunya anak kuliahan. Dan setelah lulus pindah kerja, cuman tahan beberapa bulan karena tempat kerjanya ngga terlalu bikin nyaman, jadilah balik lagi bantu-bantu Deana.

"Macet lagi, macet lagi, gala-gala si Ade lewat." Yap, kalau yang baca sambil bernada, begitulah persis nada yang dikeluarkan oleh Ceden, Little Princess baru di rumah keluarga Caesar.

"Komo kaleeee," ucap Deana sambil menyuapi Dede Ceden.

Dengan pipi gembulnya karena habis menerima suapan besar dari Buya, Dede Ceden berusaha ngomong, "Ituuuu," ucapnya sambil menunjuk ke jalan di depannya.

Deana langsung menoleh, matanya langsung membulat sempuruna, karena ucapan si bungsu benar. Ade bikin macet karena dia naik sepeda roda empat di tengah jalan, dan persis di belakangnya ada dua mobil yang kayanya mau klakson tapi ngga enak hati jadi tetap nungguin.

Ibu tiga anak itu langsung meletakkan piring berisi nasi, sup ayam dan telur ke meja, dan bergegas menghampiri anak keduanya. Dia juga ngga lupa kasih peringatan ke si bungsu supaya tetap di kursinya.

"Adeee ..." Deana menarik setiran sepada Aaron ke pinggir jalan. Tak lupa ia membungkuk meminta maaf ke pengendara mobil karena jalannya terhalang entah berapa lama. "Buya kan udah bilang kalo main sepeda tuh dipinggir, jangan ditengah jalan."

"Kenapa?" tanya Aaron dengan wajah datar.

"Kalo yang bawa mobil tadi mau pupup gimana? Ade aja kalo mau pupup, suruh Ayah bawa mobil cepet-cepet, kan?"

Sorry nih guys, bukannya maksudnya ngga sopan kasih penjelasan kaya gitu, tapi perintah suami ngga boleh kasih tau yang serem-serem ke anak-anak, dan you guys know lah otak Deana sebuntu apa kalau disuruh kasih penjelasan ke anak-anaknya.

Dengan kening berkerut dan muka cemberut, Aaron meninggalkan Deana. Ia kembali menggowes sepedanya dipinggir jalan mepet ke semak-semak. Dia masih nunggu temen-temennya untuk keluar main, sama seperti Dede Ceden yang nunggu temen-temennya sampai ke lapangan, cuman keduanya nunggu dengan cara yang berbeda. Yang satu gowes, yang satu makan.

"Deee, awas ya, jangan ke tengah jalan lagi. Nanti sepedanya Buya kasih ke mamang loak loh."

Kembali Deana ke warung makannya. Saat sampai, dia bisa liat kalau satu-satunya anak perempuannya lagi video call-an sama Bubunya. "Ayo de, mam lagi."

Deana mengambil piring dan sendok kembali melakukan tugasnya sebagai ibu – nyuapin anak.

"Kaa, Dede gemukan banget ya?" tanya Bubu.

Deana mengangguk, senyuman Bahagia terukir di wajahnya. Enam bulan yang lalu, waktu Dede Ceden pindah ke rumahnya tubuhnya kurus banget, ditambah ada penyakit bawaan yaitu asma dan beberapa alergi lainnya. "Ooo iya dong."

Mocci GangWhere stories live. Discover now