16. Gara-Gara Ciki

4.9K 774 83
                                    

Happy Reading, hope you enjoy this part ya🥰

Aku kembali setelah hampir 2 bulan ngga update.

Mau komen yang banyak pokoknyaaa HAHAHHA

🍡🍡🍡🍡🍡

Pagi ini terjadi hal yang sangat langka, Ceden terbangun jam 6 pagi karena kasur bergerak waktu Ayah Caesar balik tiduran setelah buang air kecil.

"Dede, kok udah bangun?"

"Ayah,.." pelan suaranya terdengar. "Ayah, telpon Oom dooong, Oom udah sampe?"

Caesar melihat jendelanya yang masih tertutup gorden, ngga ada sinar apapun yang masuk lewat celahnya, tandanya diluar pun masih gelap. Lalu ia mengetuk layar ponselnya dua, dan benar dugaannya: ini masih terlalu pagi untuk bangun di hari Sabtu.

"Belum sayang, Oomnya belum sampe," jawab Caesar dengan yakin namun lembut. Ia tau si bungsunya ini berharap Oomnya cepat datang, tapi dia juga yakin para iparnya ngga akan berangkat sepagi ini karena biasanya kalau datang, sampainya di jam makan siang.

Ceden cemberut mendengar jawaban dari Ayahnya. Ia mendekatkan diri ke Ayahnya untuk bisa memeluk Ayahnya. "Ayah ... Coba telpon dulu, nanti Oom udah sampe loh."

"Kenapa sih?" Deana terbangun saat merasa guling hidup-dan-gemoynya bergerak. Ia, si bungsu memang menjadi guling untuk Buyanya, karena kalau ngga dipeluk, tidurnya Ceden bisa muter 180 derajat dan ujungnya muka Buya bisa ketendang.

Dengan sigap Ceden langsung memutar badannya agar menghadap Buya. Dengan mata memohon yang bisa melemahkan jiwa Buyanya, Ceden memanyunkan bibirnya. "Buya ... telpon Oom dong, Oom kesini kan?"

"Iya kesini, nanti siang juga dateng, Dede bobo lagi aja," ucap Deana sambil mengelus punggung si kecil.

Biasanya Ceden dan Aaron paling ngga mau deket-deket sama Alex, yang bisa jadi temen Alex cuma Daffin dan Abi aja, tapi untuk hari ini kedatang Alex sangatlah ditunggu-tunggu, apalagi sama si bungsu, karena...

"Kok ... kok ... kok dalitadi ditelpon ngga dangkat?" tanya Ceden dengan alis terangkat. Hari ini dia dan Masnya beberapa kali mencoba menelpon Mas Abi-nya, tapi ngga diangkat sama sekali. Dan sekarang, giliran mereka udah ngantuk karena udah jam 9 malam – jam-jam mereka ngantuk karena kekenyangan setelah – Mas Abi-nya baru menelpon balik.

"Mang Mas Abi sibuk?" tanya Aaron.

"Iyahh, Mas Abi balu di lumah," jawab Mas Abi, diakhiri dengan menguap. Dia kecapean, tapi masih mengumpulkan niat untuk bersih-bersih karena baru dari luar. Tentu dia ngga bersih-bersih sendiri karena ada Baba Alex yang akan bantu bersih-bersih, tapi layaknya anak kecil pada umumnya yang males disuruh mandi, begitu pula Mas Abi.

"Mas Abi keja?"tanya Ceden dengan muka penasaran.

"Engggaaa, Mas Abi abis jalan-jalan ke peeljehh," jawab Mas Abi.

"Mas, ayoo bersih-bersih." Suara Alex terdengar memanggil. Ia sudah selesai mandi, dan baru ingin memandikan keponakannya.

"Sebental Baba, nanti dulu ... Mas Abi lagi telpon Dede sama Mas Ade," jawab Mas Abi sambil menunjukkan ponsel yang ada di tangannya.

Alex langsung bersemangat waktu melihat muka dua keponakannya. Ia langsung berlari kecil supaya bisa ikut video call-an bersama para krucil yang jauh di Bandung sana.

"Halo sayang-sayangnya Oom," ucap Alex diiringi senyum bahagia dan lambaian tangan. Ia langsung menarik Mas Abi ke pangkuannya karena dia tau dua keponakannya jauh lebih tertarik ke Mas Abi dibanding dia, tapi dia mau banget liat muka ponakan-ponakannya itu.

"Haloooo," jawab Ceden memasang wajah bingung. "Itu siapa?"

"Ini Oom loh, kan kemarin telponan kita De," jelas Alex.

"Ayahnya Mas Abi?" tanya Aaron.

"Iyaaah..." Alex menaik turunkan alisnya. Selama disebutnya bukan 'Bapak', maka Mas Abi ngga akan protes, karena dia tau siapa Bapak dan Bundanya.

"Dede ... Mas Ade ... Oom beliin ciki sama baju loh buat Dede sama Mas Ade, besok Oom main kesana boleh ngga?" tanya Alex. Harus begitu, harus dikasih tau 'hadiah' di awal dulu, supaya diijinin main.

"Pain?" tanya Ceden.

"Mau kasih ciki sama baju, tadi Oom beliin buat Mas Abi, Dede, Mas Ade sama Abang juga. Besok Oom bawain kesana, boleh kan?"

"Boleh," jawab Ceden cepat.

Mendengar respon Dede yang terlalu cepat, Mas Ade menoleh dan mau mulai aksi ngomelnya. "Entar dulu Dedeee ... Liat dulu kaya mana."

Sadar belum dapet lampu hijau dari kembaran Abang Iparnya, Alex langsung mengangkat dua bungkus snack untuk ditunjukkan.

Aaron memajukan badannya agar lebih dekat ke layar, matanya sengaja ia buka lebar-lebar untuk melihat benda apa yang dipamerkan oleh Oomnya, apakah itu menari atau tidak. Kalau menarik dia akan mempertimbangkan untuk memberi izin Oomnya datang, tapi kalau kurang menarik akan dengan sangat cepat ia menggeleng. "Itu enak?"

"Enak, pasti Mas Ade suka deh."

"Oke," jawab Aaron singkat.

"Jadi besok Oom boleh kesana?" tanya Alex untuk mengonfirmasi terakhir kalinya.

Aaron menengok ke Dedenya, dan si bungsu pun menggangguk. "Dede ... telponnya udahan, Mas Ade mau bobo."

Karena kejadin tersebut lah, khusus untuk hari ini kedatangan Alex sangat ditunggu-tunggu. Sebenarnya yang ditunggu adalah ciki yang berplastik-plastik itu, tapi karena kemarin informasinya akan dibawa sama Oom Alex, jadilah dia yang ditanyain.

"Buya ... Buya, tepon Oomnya dulu, tepon," rengek Ceden.

"Ini masih pagi banget, Oomnya masih bobo kali De..." jawab Deana mengetahui langit di balik jendelanya pun masih gelap.

"Bangunin Oomnya, nanti kebulu malam..."

Deana menarik nafasnya perlahan. Ia melirik suaminya yang sudah ganti posisi memunggungi dua perempuan di rumah ini karena enggan ikut campur, akhirnya dengan berat hati ia menelpon tamu yang kehadirannya sangat dinantikan.

"Halo..."

"Iyes Madam?" jawab Alex di seberang sana. Susaranya terdengar segar, bukan kaya orang baru bangun tidur.

Tanpa menjawab lagi, Deana langsung meletakkan ponselnya ke telinga si bungsu sambil tetap dipegang.

"Oom mana? Udah sampe?" tanya Ceden langsung.

"Belum sayang, Oom baru mau jalan. Nanti dua lagi sampe, nanti kalo sampe Oom telpon ya."

"Dua jam lama?" tanya Ceden.

"Lama ... lama banget, De," jawab Deana cepat. "Dede bobo lagi aja, nanti Buya bangunin dua jam lagi."

Tidak terlalu puas mendengar jawaban sang Buya, Ceden mengonfirmasi ke Oomnnya. "Oom, dua jam lama?"

"Lama cantiknya Oom. Dede bobo aja, nanti pasti Oom telpon kalo udah mau sampe ya."

"Okey."

Deana mengambil ponselnya kembali, mendekatkan ke telinganya. "Beneran udah berangkat? Ini jam berapa?"

"Iya..." tawa renyah Alex terdengar. "Bilang hati-hati dong, gue yang nyetir nih, yang lain masih pada mau tidur."

"Hati-hati ya ... Padahal rada siang juga ngga apa-apa loh," ucap Deana tak enak hati.

"Buyah ... Cikinya jangan lupa..."

🍡🍡🍡🍡🍡

Siapa yang tahun ini ke PRJ???

Dear Mocci Gang...

Dear Ayah Mocci...

Dear Buya Mocci...

🦋24.07.2022🦋
Ta💙

Mocci GangWhere stories live. Discover now