STRUKTUR | 02

894 281 192
                                    

⚠️Perhatian⚠️

Cerita ini hanya khayalan semata. Jangan disamakan dengan dunia nyata, ya temaNaa. Jangan meniru adegan di cerita ini jika itu dapat membahayakan kalian! Kesehatan itu mahal. Jika ada kesalahan dalam pengetikkan, mohon dimaklumkan. Masih butuh revisian agar menjadi lebih bagus seperti selera kalian.

"Gak papa lepasin aja, nanti juga dia bakalan menyesal setelah ia merasakan, kehilangan orang yang ia sayangi."

-Virendra.

‼️pahamilah, supaya tidak bingung di bab berikutnya.‼️

✎...
╰─> ❥ 2. Takdir.

[01] Sebuah pembicaraan di sebuah ruangan yang sangat menggema, membuat siapa saja ingin bergabung di pembicaraan tersebut. Pembicaraan yang hanya dibicarakan tiga orang, membuat orang tak bergeming sedikit pun tanpa adanya ucapan sedikit pun kecuali ketika dirinya ditanya atau bertanya. Dengan cahaya bulan yang menyinari dari jendela yang tak tertutup, membuat suana menjadi ekstrim dibuatnya.

"Bagaimanapun itu, saya tidak mau dia terus hidup bahagia, dengan apa yang telah ia perbuat," celetuknya.

"Ya, saya setuju. Bagaimanapun itu, ialah yang telah merenggut nyawa salah satu dari kita," sahut seorang lelaki yang sedari tadi hanya diam menyimak.

"Kita harus susun strategi untuk membuatnya mati di tangan kita, jangan sampai dia bisa hidup di atas penderitaan kita selama ini."

Semuanya diam tak ada yang membuka suara sedikit pun. Semuanya tampak berpikir untuk melakukan rencana yang akan mereka jalankan.

"Saya punya ide," ucapnya dengan senyuman seringai di bibirnya. Semuanya kini memusatkan pandangannya kepada ia yang baru saja berkata.

"Apa?" tanya Udara.

"Kita culik orang terdekatnya. Pasti dia tau semuanya," ujar Langit.

"Masa nyulik orang sih? Kalau salah sasaran gimana? Kita yang akan kalah karena membunuh orang yang gak bersalah," celetuk A-Quuen.

Udara yang berada di sampingnya pun merangkul pundak A-Quuen sehingga ia terhuyung ke dada bidang miliknya.

"Kamu diam aja. Kita gak pernah salah dalam memilih tindakan. Semua yang kita lakukan itu apa adanya. Bukan, ada apanya. Paham, A-Quuen?" tanya Udara.

"Ya tapi 'kan." Udara sudah lebih dulu menaruh telunjuknya tepat di bibir kecil A-Quuen sehingga ia menggantungkan kalimatnya.

"Sht! Kamu mau masalah ini lambat selesai? Memangnya, gak capek mengancam dan diancam terus, hm?" tanya Udara. A-Quuen menggelengkan kepalanya pelan.

"Saya bukan nyamuk, ya," ucap Langit yang dari tadi hanya diam menyaksikan drama di depannya.

A-Quuen beralih untuk menatap Langit yang baru saja berucap. "Memangnya gak ada cara lain?!" ketus A-Quuen.

"Gak. Pikir aja sendiri. Punya otak, 'kan?" tanya Langit. Udara langsung menatap tajam ke arah Langit.

"Iya-iya. Maaf," ucap Langit dengan nada seperti ketakutan.

"Ta--" Lagi dan lagi ucapan A-Quuen terpotong begitu saja. Kesal. A-Quuen ingin sekali memaki Udara saat ini juga.

"Kita selidikin dulu. Siapa yang sangat-sangat dekat sama dia. Supaya kita gak salah sasaran," ujar Udara yang langsung dianggukkan pelan oleh Langit.

STRUKTURWhere stories live. Discover now