mungkinkah itu cinta?

352 38 2
                                    

Rey baru saja turun dari mobil Ray ketika ia melihat Jaka tergopoh menuju ke arahnya.

"Kau bikin masalah apa lagi kemarin?" Seperti biasa, ucapan Jaka tanpa basa basi.

Rey yang baru saja datang tentu tak mengerti arah pembicaraan Jaka.

"Apaan sih? Baru juga datang, udah kena omel aja." Rey sebal, tetapi tidak ingin menunjukkan.

"Naya sudah menunggumu dari tadi!" 

Rey menghentikan langkah. Menatap sambil mengernyitkan dahi pada Jaka. Untuk apa Naya menemuinya sepagi ini? Bukankah kemarin mereka baru saja bertemu. Terkadang, dia tidak tahu pikiran wanita.

"Jangan bilang kamu pacaran sama dia atau jangan-jangan kamu mempermainkannya, ya? Kalau kamu ga suka sama dia, ya, udah lempar aja ke gue! Biar ku bahagiain dia," cerocos Jaka membuat Rey tertawa kecil.

"Dasar! Kamu itu emang sukanya barang sisa cowok cakep, ya, biar ketularan." 

"Ledek teros biar kubilang sama Naya kemarin habis nangis kayak anak kecil!" Jaka tak mau kalah dan Rey merangkul leher Jaka.

"Awas sampai bilang! Kalau aku pergi gak tak bawain oleh-oleh!" ancaman Rey berhasil membuat Jaka tak berkutik, kalah tak bisa membalasnya. Dia lebih memilih mengalah daripada tidak mendapat traktiran.

Rey tersenyum geli melihat Jaka cemberut. Ancamannya berhasil, tentu saja. Meskipun tubuh Jaka bisa dibilang mungil. Nafsu makannya melebihi gajah. Ia tidak sungkan- sungkan menghabiskan jatah teman yang lain. Apalagi ketika mendengar makan gratis, ia akan maju paling dulu.

Mereka berjalan beriringan sebelum akhirnya Jaka kembali ke tempat. Rey masuk ke ruangan dan terlihat Naya yang langsung berdiri seolah menyambut dirinya, tetapi dengan bahasa isyarat tangan Rey mengatakan untuk menunggu sebentar.

Rey kembali keluar setelah meletakkan tas ransel.

"Ayo kita bicara diluar!" Naya mengangguk dan berjalan mengikuti dari belakang.

"Pagi-pagi udah panas, ya." Jaka menatap dengan kesal.

"Kamu 'kan yang kepanasan. Udah macam cacing di siang hari." Rey tertawa kecil melihat ekspresi Jaka yang semakin manyun.

Mereka berjalan keluar menuju sebuah taman. Tak jauh dari komplek. Tempat itu tidak mirip disebut taman, mengingat hanya tempat duduk memutar di bawah pohon tabebuya.

"Kita bicara di sini saja, ya."

Matahari belum terlalu tinggi, tapi suasana komplek sudah sepi. Mereka duduk bersisihan dalam kecanggungan.

"Oh, ya. Ada apa?" Rey tidak tahu angin apa yang membawa Naya datang. Apalagi setelah acara mereka ke pantai kemarin. Hal yang janggal menurutnya. Tak ada permasalahan serius yang menurutnya bisa dibicarakan.

Naya tampak bimbang. Dia tidak tahu memulai pembicaraan dari mana padahal sudah membulatkan tekat sejak semalam.

"Rey, apa kamu tahu sesuatu tentang diriku?" tanya Naya.

Rey dibuat bingung dengan pertanyaan Naya. Apa maksud ucapan 'tahu sesuatu', jadi dia hanya menebak maksudnya. "Tentu, kamu gadis yang tegar dan menyenangkan."

Raut wajah Naya mendadak berubah. Dia mendesah dan berpikir apa mungkin selama ini Rey sepolos itu setelah apa yang ditunjukkan dengan gamblang selama setahun belakangan.

"Hanya itu?"

"Yah, kamu gadis yang pintar--"

"Bukan itu maksudku, Rey."

"Lalu?" Rey tak ingin berpikiran bahwa Naya menyukainya seperti yang selalu dikatakan Jaka.

"Aku tidak tahu, kamu berpura-pura atau memang tidak menyadarinya. Aku mencintaimu, Rey. Aku mencintaimu dan bukan Jaka."

Buah kebencian untuk ayah END (Versi revisi)Where stories live. Discover now