ハチ |Bagian Delapan : Amai 2]

157 27 3
                                    

“Andai saja kita tidak dihadapan aniki, sudah kubuat wajahmu memiliki dua luka permanen.”
—Baji Kaisu

”—Baji Kaisu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





━─━────𝕤𝕥𝕒𝕣𝕥────━─━

       Sunyi. Ujaran Mitsuya tadi mengheningkan pemakaman yang padahal sudah hening sebelumnya. Yang ditanya merubah rautnya, datar. "Yang kumaksud kalian bukan termasuk Koko, Shei, dan dia," balas Kaisu.

"Ah, sudahlah! Ayo, Matsuno! Kita pergi. Kau mau menginap dirumahku?"

       Semburat merah kembali menghiasi pipi Chifuyu. Sesaat kemudian, lelaki itu tersadar. "Eh, Bajichan tinggal di mana?" tanyanya. Ia tidak pernah melihat adik dari Baji Keisuke itu selama di apartemen, mengingat dirinya cukup sering mengunjungi ibu Baji. "Tidak dengan Ibu?"

       "Ya, aku membeli rumah sendiri." Gadis itu memasang kembali tudung jaketnya. "Juga ..., sesekali aku berkunjung ke Ibu. Kami tidak terlalu dekat jadi ya ... begitulah," tuntasnya.

       "Membeli rumah?" Bukan Chifuyu. Melainkan Takemichi yang bertanya. "U-uang dari mana, Bajichan?"

       Kaisu menoleh, menatap Takemichi sesaat. "Koko, bisa kau jelaskan?" pintanya sembari tersenyum remeh pada Kokonoi.

        Yang dimintai berdecak, menolak. "Tidak ada gunanya," enggannya.

       Cih. "Kau terlalu malu untuk mengakui aku lebih unggul darimu?" ledek Kaisu, lidahnya terjulur, mengingatkan pasang mata di sana pada sosok yang mungkin kini tengah memperhatikan mereka. "Kalau begitu, kau saja. Shei."

       "Apa maksudmu?" Koko angkat bicara, tampak tak terima. "Jelas aku yang lebih unggul darimu, Amai."

       Si mata mengantuk menghembuskan napasnya. Dipandangainya dua orang yang akan memulai kekacauan. "Selalu seperti ini." Dua bola matanya berotasi.

       "Coba katakan, siapa yang memilih keluar dari Geng saat kita akan melakukan pertempuran di malam natal?" Seringai kecil muncul di wajah Kokonoi.

       "Sudah kubilang berkali-kali, aku hanya tidak mau berurusan dengan Toman saat itu," balas Kaisu.

"Hah? Kau bercanda? Lalu orang-orang ini apa, sialan? Mereka Toman asal kau tau."

"Kau tuli? Aku bilang 'saat itu', tolol."

"Cih, bilang saja kau membual tentang kekuatanmu yang besar itu."

"Permisi, bahkan Taiju bisa kupatahkan lehernya kalau mau."

       "Lantas kenapa tidak kau lakukan dulu, hah?" Kokonoi menatap kesal lawan debatnya.

       Sang gadis terkekeh. "Kau bodoh? Aku masih membutuhkannya, koneksi Taiju sebagai pimpinan Black Dragon denga—"

       Ucapannya terpotong dengan serangan berupa pukulan yang dengan gampang di hindari. Bukan dari Kokonoi, melainkan seme— temannya. Seishu, lelaki itu hendak melayangkan bogeman sebelum targetnya justru menghindar. "Aku tak suka, saat kau ... bertingkah seolah sedang mempermainkan Black Dragon," dingin Seishu, menarik kembali tangannya.

       Kekehan kecil kembali keluar dari mulut Kaisu. Gadis itu memiringkan kepalanya, memperdalam tatapan pada Seishu. "Shei, tapi memang begitu, caraku dan Koko menghasilkan uang," ujarnya.

       Lagi, Seishu gagal mendaratkan pukulan pada Kaisu. Tampaknya, percobaan kedua tadi membuat sang hawa sedikit kesal. "Seishu." Suaranya mendingin. "Andai saja kita tidak dihadapan aniki, sudah kubuat wajahmu memiliki dua luka permanen."

        "Hei, tidak lucu," sahut Koko. Membuat Kaisu memperjelas raut ketidaksukaannya.

       Namun, gadis itu justru mengubah arah berdirinya, menghadap makam. Setelah merapal satu dua kalimat dalam kalbu, tubuhnya kembali memutar. Sepasang kakinya bergerak, melangkah menjauh. Raga itu berhenti di hadapan Mikey dan Kazutora. Kepalanya menoleh ke belakang.

       "Matsuno, besok aku mengunjungi ibu, kau bisa mampir." Setelah mengatakan itu, ia kembali melangkah. Tak acuh pada dua bahu yang goyah karena ditubruknya. Jelas, gadis itu sengaja. "Tunggu kematianmu, keparat," makinya.

       Sepeninggal Kaisu, area pemakanan hening beberapa saat. Sampai Peke-J mengeong dan menyadarkan mereka. Mikey menatap Koko intens. "Apa Kaisu lama berada di Black Dragon?" tanyanya.

       "Hanya beberapa bulan, di malam natal itu," jujur Koko. "Kuakui dia punya pengaruh cukup besar."

       Seishu mengangguk mengiyakan. "Amai membuat penghasilan Black Dragon melejit, bahkan membuat Taiju lebih mempercayainya ketimbang Koko," timpalnya. Kemarahan lelaki itu sepertinya sudah pudar.

       Sebagai balasan, Mikey mengangguk. "Bocah itu," gumamnya.

"Aku tak setuju dia berada di Toman, Mikey."

       Mikey yang baru berbalik hanya melirik Koko melalui ekor matanya. Sementara, Draken berdecih. "Tutup saja mulutmu," sinisnya.

"CHIFUYU! KUCINGMU KENCING!"

"HE— YABAI!"

***

"Siapa dia, Bos?"

       Pria dengan tato di sekujur tubuhnya tersenyum lebar. "Anggota baru, berbaurlah, dia seorang gadis," balasnya.

       Kokonoi memperhatikan sosok di hadapannya. Alisnya menaik satu, rasa-rasanya ... ia mengenal gadis ini. "Oi, buka maskermu," suruh Koko.

       Gadis yang tak lain adalah Kaisu berdecak. "Siapa kau menyuruhku?" tolaknya. "Taiju, aku di sini untuk berbisnis, suruh dia diam."

       Tak! Sebuah pisau menancap di tembok. Sebelumnya, benda tajam tersebut melesat dan hampir mengenai Kaisu. Namun, gadis dengan kepekaan luar biasa itu dengan mudah menghindar. "Jaga ucapanmu dengan bos, sialan. Aku tak peduli sekalipun kau perempuan, menghina bos artinya kau siap mati."

       "Taiju?" ulang Kaisu.

       Pria bertubuh besar di sana tertawa keras. "Ya ampun, sudahlah Inui. Berbaur saja. Dan kau Koko, jangan paksa dia menunjukan wajahnya. Siapa tau dia malu, karena jelek." Tawa Taiju semakin menggelegar.

       Kaisu tak mengindahkan ejekkan ketuanya itu. Ia masih setia menatap malas Inui. "Oi—"

"Aku belum tau namamu."

       Ujaran Taiju membuat dua orang kepercayaannya melongo, tak percaya. Bagaimana bisa? Bosnya merekrut orang tak dikenal, hah?

       Yang diberitahu bergelut dengan pikirannya. Dia ... juga tidak tahu namanya. Maksudnya nama samaran. Tidak lucu kalau Kaisu melupakan identitasnya. "Amai," spontan.

       Ia hanya mengingat kalau cokelat (Koko) itu manis (Amai). Sesimpel itu dia membuat Koko dan Inui terfitnah oleh teman-temannya. Bagaimana tidak?

"OI, AMAI!"

"KOKO?! KAU PUNYA PACAR?"

-

"DIAMLAH, AMAI!"

"INUI, JANGAN MARAHI PACARMU SIALAN!"

━─━────𝓽𝓸 𝓫𝓮 𝓬𝓸𝓷𝓽𝓲𝓷𝓾𝓮𝓭────━─━

Yo, rencananya double up.
Votenya jangan lupa sayang.

YA ALLAH BAJIIIIIIII
/Menangis terpingkal-pingk— eh?

Revenge X Love || KAZUTORA VS CHIFUYU || TOKYO REVENGERSWhere stories live. Discover now