Chapter 21

115 10 1
                                    

"Aku mungkin bisa tahan dengan sikap dingin mu. Tapi Nayla, dia masih kecil untuk diperlakukan seperti itu." Tambah Bian lagi.

"Benarkah? Apa yang mereka katakan padamu? Apa ia mengatakan aku menampar ibunya? Atau lebih parahnya aku menampar bocah itu?" Sorot tajam Zia berbalik menghadap Bian, terlihat sekali mata coklat itu terlihat memerah dan ada bekas air mata di pipinya.

"Zia! Kamu kenapa?" Tanya Bian akhirnya melihat raut muka Zia yang sudah tak karuan. Suara bentakan tadi sudah berubah jadi lembut kembali.

"Jangan sentuh aku. Reyhan ikut Mommy!" Sentak Zia saat tangan Bian ingin menghapus air matanya. Zia menarik tangan Rey menjauhi Bian.

"Apa yang Keyra lakukan? Apa dia menyakitimu?" Tanya Bian khawatir kembali mendekati Zia lagi. Satu tangannya sudah bertengger di bahu Zia, walau sebenarnya Zia sudah menyentak kan bahunya, tanda tak ingin di sentuh. Dan satu tangan lagi menyeka pipi mulus Zia, dan Zia pun memilih memalingkan wajahnya. Sungguh Bian merasa bersalah sekarang, karena telah memarahi Zia. Padahal ia tidak tahu betul detail yang terjadi, mengapa Zia bisa membuat gadis kecil itu menangis? Dan kenapa Zia juga menangis?

"Maafkan aku." Sesal Bian memeluk Zia, namun segera didorong Zia.

"Jangan sentuh aku brengsek! Sana, temui wanitamu! Rey ayo kita pulang." Zia menarik Rey pergi meninggalkan Bian.

"Daddy, mom?" Ingat Rey yang melihat Bian yang diam ditempatnya dengan raut wajah frustasi.

"Dia bukan Daddy, Rey. Berhenti memanggilnya Daddy!" Tegas Zia pada Rey, yang hanya di jawab keheningan oleh Rey. Rey sayang mommy-nya, tapi ia juga menyayangi Bian. Rey sudah terlanjur menganggap Bian adalah Daddy nya, jadi tak rela rasanya harus mengubah panggilan itu lagi.

"Kakak! Rey!" Panggil Adina yang baru saja menyusul Bian, karena pria itu tak kunjung ke luar.

Kata pria itu dia akan menjemput calon istrinya, tapi kenapa dia hanya diam berdiri di sana dengan wajah jelek seperti itu. Dan disini kakaknya terlihat sangat kacau, bahkan ponakannya pun ikut memasang wajah sedih.

"Bagus kau ada disini, antar aku dan Rey pulang." Ucap Zia masih terkesan dingin.

"Tapi aku tidak bawa mobil." Ucap Adina dengan tampang menyesalnya.

"Tolong jaga Rey untukku!" Bian datang menghampiri mereka, auranya terkesan menyeramkan bagi Adina.  Hingga membuat gadis itu tak bisa menjawab selain menganggukkan kepalanya.

"Kita harus bicara!" Tegas Bian menarik paksa Zia menuju tempat parkir mobilnya.

"Lepaskan tangan ku! Lepas! Tak ada yang perlu di bicarakan lagi di antara kita. Semua sudah jelas bagiku, awalnya ku pikir apa yang wanita itu katakan adalah bohong. Tapi kau membuktikannya kalau semua ini benar. Kau membentak ku, hanya karena ucapan mereka tentang ku. Oh ya aku ingat, dia adalah wanita yang ingin kau ajak menikmati senja, bukan." Marah Zia melepaskan kekesalan di hatinya, saat mereka telah sampai di parkiran mobil.

"Zia aku bersalah sayang, maafkan aku!"

"Maafkan aku, sayang! Aku hanya terbawa emosi saat melihat Nayla menangis." Ucap Bian lembut membela diri.

"Huh... Tentu saja dia putri dari wanitamu itu. Oh atau dia memang putrimu."

"Jika kau memang ingin bersama putrimu dan wanita itu, silahkan! Tapi kenapa kau masuk kedalam kehidupan ku dan Rey? Kenapa kau beri harapan pada aku dan Rey? Jika nyatanya kau tak bisa memberikannya. Tidak cukupkah hinaan yang aku dan Rey terima selama ini, karena mu? Kenapa sekarang kau seakan membuktikan kalau aku memang wanita hina yang merebut mu dari keluargamu."

"Azia apa yang kau katakan? putri apa yang kau maksud? Keluarga? Kau dan Rey lah keluargaku sekarang dan di masa depan. Sebenarnya apa yang wanita itu katakan padamu." Tanya Bian yang tak mengerti maksud perkataan Zia. Bian sungguh bingung sebenarnya apa yang telah disampaikan Keyra hingga Zia marah besar padanya.

The Red DressWhere stories live. Discover now