1. Dia, Si Perfeksionis

146 31 82
                                    

"Pulang lebih awal, Pak Song?" tegur seorang wanita paruh baya di parkiran.

Song Joong Ki, sosok berkemeja slim fit dengan jas tersampir di lengan itu mengangguk sekilas. "Tugas saya sudah selesai, Bu Choi," jawab pria itu sekilas. Setelahnya ia membuka pintu mobil bercat hitam miliknya.

Bu Choi tersenyum sekilas. Ia entah kenapa selalu merasa bangga setiap bertemu mantan anak didiknya itu. Tak disangka di umurnya yang sudah menginjak 50 tahun lebih, ia masih bisa menyaksikan Song Joong Ki––—murid kesayangannya–––berhasil meraih cita-citanya menjadi guru. Terlebih di SMA Hanyoung.

Suara klakson berhasil membuyarkan lamunan Bu Choi. Wanita itu tersadar dan segera melambai sekilas pada mobil Song Joong Ki yang sudah melesat melewati pagar sekolah.

"Bukankah dia sangat keren?" gumam salah seorang guru yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Bu Choi.

Wanita paruh baya itu tersenyum tipis. "Ya, tentu saja. Tapi sepertinya dia akan sulit mendapatkan pasangan."

"Kenapa?"

"Apa kau guru baru?" sindir Bu Choi sinis. "Tentu saja anak itu akan sulit berkencan jika ia masih memelihara sifat perfeksionisnya itu."

"Ah ... aku lupa soal itu. Kasihan sekali ...." Guru itu memasang raut muka iba.

***

"Satu latte, baik, kami akan segera mengantarnya."

Song Joong Ki hanya mengangguk sekilas setelah memastikan pesanannya mulai diproses. Ia berbalik lalu berjalan menuju salah satu kursi di balkon lantai dua Fabs Café, tempat favoritnya, lalu mendudukkan diri dengan tenang.

Sejak dirinya memasuki area lantai satu, pria itu sudah menjadi pusat perhatian banyak pengunjung dan karyawan. Merasa masih tak terbiasa akan hal itu, Joong Ki memilih lantai dua yang terkenal sepi untuk menikmati waktu bersantainya. Meskipun begitu, tetap saja pengunjung di lantai dua sesekali melirik ke arahnya. Joong Ki tidak tahu kenapa orang-orang suka sekali memperhatikannya sambil berbisik-bisik. Namun, setahu dia, dirinya memang cukup tampan mengingat saat masih muda sering sekali mendapatkan tawaran dari banyak agensi.

"Silakan," ucap seorang pelayan seraya meletakkan segelas latte di hadapan lelaki itu.

Joong Ki tersadar. Lamunan soal dirinya yang rupawan buyar seketika. Mengangguk sekilas, tangan Joong Ki segera meraih cangkir di depannya. Yah, walau tatapan para pengunjung itu sedikit mengganggunya, hal itu tak membuatnya berhenti berlangganan di Fabs Café. Karena pemandangan malam kota Seoul dari atas lantai dua tempat itu selalu berhasil membantunya melepas lelah.

Sempurna, batinnya.

Setelah menyeruput sekilas latte kesukaannya, pria itu iseng mengedarkan pandangan ke bagian dalam kafe. Para pengunjung yang asyik bercengkrama, meja dan kursi yang–––

"Permisi!" Seruan Joong Ki berhasil membuat salah satu karyawan menoleh. Gadis bercelemek ungu itu segera mendatangi pria itu.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Senyum lebar tak luput dari wajah karyawan itu. Mungkin senang karena dipanggil pelanggan tampan, atau memang karena SOP semata.

Joong Ki mengerutkan alis. Ia menunjuk salah satu kursi yang kosong di sudut ruangan. "Kursi itu ... tidak simetris," gumamnya serius. "Tolong benarkan lagi posisinya."

Seandainya gadis bercelemek ungu itu bukan karyawan di sini, pastilah dia sudah menepuk dahi dan berseru tak percaya. Namun, sebelum hal itu lepas kendali, karyawan itu segera mengangguk dan melangkah menuju kursi yang dimaksud.

Fabs CaféWhere stories live. Discover now