53. Pemantik

35 12 0
                                    

"Kamu berada di tempat ini seharian?" tanya Joong Ki tak habis pikir. Menatap lamat sosok So Min yang malah menyeringai lebar di kursi. Wanita itu dari tadi disibukkan dengan film yang dipinjamkan Min Ji lewat laptopnya.

"Aku tidak punya banyak pekerjaan setelah mengatur keuangan restoran. Di rumah Kak Eun juga sangat sepi."

Joong Ki menghela napas. Memilih untuk bergabung di meja bundar tersebut. "Bagaimana kabar soal Tae San?" tanya Joong Ki seraya membenarkan posisi jam tangan.

"Aku baru mendapatkan kabar dari Liu. Katanya dia sudah dilaporkan ke polisi karena tindak kekerasan dan penguntitan."

Joong Ki mengangguk. Suasana mendadak canggung mengingat So Min sama sekali belum berniat untuk membuka mulut soal cerita mereka.

"Apakah itu artinya kamu akan kembali ke Seosan dalam waktu dekat ini?" tanya Joong Ki bersidekap, kemudian diangguki So Min.

"Aku berniat berlibur sebentar sampai pertemuanku beberapa hari lagi dengan Park Jun. Kamu tahu, aku hampir tidak libur selama satu bulan ini," ujar So Min seraya merenggangkan tangannya ke atas, lalu menutup laptop Min Ji yang sudah tak berguna lagi untuk mengusir bosan.

Joong Ki tersenyum tipis. "Baguslah. Kamu perlu istirahat," gumamnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Satu latte ukuran sedang sudah tiba," kata Min Ji dengan senyum khasnya. Meletakkan secangkir latte pesanan Joong Ki ke atas nakas.

Joong Ki mengangguk seraya berterima kasih. Min Ji hanya menyeringai sekilas lalu beranjak pergi.

"Bukankah Joong Ki-ssi juga perlu beristirahat?"

Gerakan tangan Joong Ki terhenti. Dirinya urung mengambil cangkir di atas meja karena ucapan So Min barusan. Dua detik kemudian, Joong Ki berdeham. "Aku tidak terlalu memerlukannya karena aku sudah mengatur waktu istirahatku dengan sempurna," ujarnya sedikit angkuh. Membuat So Min terkekeh pelan.

"Benar juga. Aku hampir melupakan sifat obsesifmu itu akhir-akhir ini."

Alis Joong Ki terangkat sebelah. "Apa itu hinaan?"

So Min tertawa. "Tentu saja bukan. Itu pujian."

Joong Ki hanya menyeringai sekilas, lalu menyesap lattenya tenang. Udara malam distrik Gangdong mulai menelisik masuk ke dalam lantai dua. So Min bersidekap. Berusaha menahan dingin.

"Kenapa kamu tidak memakai pakaian hangat di penghujung musim?"

So Min menatap Joong Ki bingung. "Ya?"

Joong Ki mendesah sejenak, lalu melepaskan sweater cokelatnya cepat. "Pakai ini," titahnya seraya menyerahkan benda itu pada So Min.

Wajah So Min bersemu. "K-kenapa?"

"Kamu membutuhkannya."

So Min menggeleng. Melirik kemeja slim fit yang Joong Ki kenakan terlihat lebih tipis dibanding baju lengan panjang yang ia kenakan. "Terima kasih, tapi aku baik-baik saja."

Joong Ki menghela napas. "Pakai saja. Suhu tubuhku cukup hangat."

So Min menggeleng. Merasa tidak enak jika ia benar-benar harus memakai sweater tersebut.

Mengetahui sikap tidak enakan So Min, Song Joong Ki segera bangkit dari kursi dan memakaikan langsung sweater cokelatnya pada si pemilik gigi kelinci tersebut. Hal itu sontak membuat So Min terkejut sampai tidak tahu harus berbuat apa.

"A-aku sungguh tidak memerlukannya, Joong Ki-ssi."

Joong Ki memutar matanya malas. "Aku tidak suka melihat sesuatu yang mengusik mata. Dan, coba rasakan ini." Kedua telapak tangan pria itu sengaja ditempelkan ke pipi So Min. "Apakah ini terasa dingin?"

Mata So Min terbelalak. Ia bisa merasakan sensasi hangat dari kedua tangan Joong Ki menyentuh pipinya. Tidak perlu waktu lama untuk membuat So Min kembali bersemu.

"Atau aku harus membuktikannya dengan pelukan kalau aku ini cukup hangat?" goda Joong Ki dengan senyum miring khasnya. Sengaja menyindir So Min agar berhenti protes.

Setelah puas memakaikan sweater pada So Min, Joong Ki beranjak kembali ke kursinya tanpa melepaskan pandangan dari wanita itu.

Senyum miring terbit di wajah teduh Joong Ki. "Ternyata kamu lebih mungil dari yang kuperkirakan. Sweater yang sudah kekecilan itu saja terlihat oversize saat kamu kenakan," ujarnya lalu terkekeh.

So Min menunduk mengamati sweater yang kini terpasang di badan. "Apa itu pujian?" sindirnya sedikit kesal.

Joong Ki tertawa. "Aigoo, Nona Kelinci, tentu saja itu pujian."

"Daebak, kalian sedang berkencan?"

So Min dan Joong Ki sama-sama refleks menoleh ke samping. Terlihat sosok Ae Ri berdiri dengan gaun biru dan jas kebesaran tersenyum pada keduanya.

"Oh, Ae Ri-ssi. Bagaimana kabarmu?" tanya So Min beramah tamah.

Wanita berparas cantik itu tersenyum menyambut sapaan So Min. "Kabarku baik. Bagaimana denganmu, So Min-ssi?

So Min mengangguk sekilas. "Aku baik," pungkasnya diam-diam melirik jas yang tersampir di pundak Ae Ri. Entah kenapa, So Min merasa pernah melihat jas itu sebelumnya. Tapi ... di mana?

"Apa aku mengganggu?" tanya Ae Ri memastikan. Awalnya hendak bergabung dengan mereka. Namun, hampir saja dirinya lupa bahwa Joong Ki dan So Min sedang berkencan.

Joong Ki menggeleng. "Sebenarnya ... iya," jawab pria itu tak sesuai.

Ae Ri tersenyum masam. "Maafkan aku kalau begitu. Silakan nikmati kencan kalian."

"Tunggu. Kamu tidak mengganggu, kok, Ae Ri-ssi!" cegah So Min ketika mendapati wanita itu hampir berbalik. Sebenarnya, alasan So Min mencegah Ae Ri pergi adalah karena dia masih dibuat penasaran dengan jas yang tersampir di punggung Ae Ri. Jujur hal itu sedikit membuatnya merasa aneh.

Ae Ri tersenyum miring. "Tidak perlu bersikap seperti itu, So Min-ssi. Aku tadi hanya bercanda, jadi, silakan nikmati waktu kalian," ujarnya seraya mengedip pada wanita itu singkat.

So Min menggeleng tegas. "Tidak, Ae Ri-ssi. Silakan bergabung bersama kami. Semakin ramai semakin bagus."

Joong Ki tampak menatap So Min keberatan. Padahal dia buru-buru menyelesaikan sesi kelasnya demi bisa bertemu dengan So Min lebih cepat dan menikmati latte di Fabs Café dengannya.

Ae Ri tertawa canggung. Melirik Joong Ki yang kini melotot padanya. Wanita itu malah hampir dibuat kaget dengan sikap Joong Ki yang tidak seperti biasanya. Merasa hal ini akan menarik, Ae Ri akhirnya mengangguk dan memutuskan bergabung.

"Baiklah jika kamu memaksa."

Joong Ki menghela napas kecewa, sementara So Min tersenyum simpul. Dalam hatinya ia merasa was-was akan dugaannya yang mungkin hanya sekadar dugaan.

"Oh, ternyata kamu gentleman juga," sindir Ae Ri meletakkan jas milik Joong Ki  yang tadinya tersampir di punggung ke atas paha.

Joong Ki dan So Min saling bertukar pandang. Tidak mengerti apa maksud ucapan Ae Ri barusan.

"Sweatermu, bodoh. Pertama kamu merelakan jasmu, sekarang sweatermu," kekeh Ae Ri. "Padahal selama ini kamu adalah orang paling egois yang pernah kutemui."

***

Bersambung

(1000 kata)

Heyo, di sini Ran. Akhir-akhir ini rada tersendat apdet. Biasanya tiap hari (aslinya Rabu Sabtu) karena harus kejar target kata juga🤧 (karena badan juga uring²an)

Aku nggak minta vote atau comment. Kalau kamu suka cerita ini, silakan dinikmati. Kalau nggak suka, ya skip aja:v

Bikes saya nulis ini untuk sekadar nambah experience aja:v

So, terima kasih sudah mampir☕💜

Fabs CaféWhere stories live. Discover now