Biru

130 27 6
                                    

Seseorang dengan jaket, topi dan masker dengan warna biru yang melekat di tubuhnya sedang berdiri di bangunan tinggi. Bukan satu atau dua kali ia mengunjungi tempat ini. Sering sekali ia datang untuk bertemu seseorang.

Tetapi alasan ia datang sekarang berbeda. Ia datang bukan untuk bertemu. Tetapi, ia hanya bisa melihatnya dari jauh.

Dirinya tidak berdaya.

Ditangannya terdapat amplop berwarna biru yang ia genggam erat. Ia bingung harus mempercayai siapa untuk memberikan amplop ini.

Hingga akhirnya matanya melihat Perawat perempuan. Dengan cepat ia menghampiri Perawat tersebut.

"Mbak."

"Iya ada yang bisa saya bantu." sahut Perawat tersebut ramah.

"Saya mau minta tolong, boleh?."

"Minta tolong apa ya Kak?."

"Tolong antarkan surah ini pada pasien bernama Mesya Utomo."

"Ooh Mesya. Boleh Kak." Seseorang tersebut menyerahkan amplop biru tersebut.

"Terimakasih Mbak." Seseorang tersebut pergi meninggalkan Perawat yang masih memandang amplop biru.

Tetapi hal tersebut ternyata salah. Seseorang serba Biru tersebut bersembunyi.

Dan setelah melihat Perawat tersebut pergi. Ia mengikuti secara diam-diam.

Dilihatnya Perawat tersebut memasuki ruangan yang dirinya paham sekali ruangan siapa itu.

Setelah Perawat itu benar-benar masuk. Ia hanya bisa mengintip lewat kaca yang berada di pintu.

Sedangkan di dalam ruangan tersebut. Seorang gadis yang sedang menulis sesuatu pun terhenti ketika ia lihat seseorang memasuki ruangannya.

"Lagi apa Mesya?."

"Biasa deh Kak. Kak Siska baru masuk?."

"Heem. Dan tahu gak? Aku bawain sesuatu buat kamu." Siska duduk di bangku yang tersedia di sebelah ranjang Mesya.

"Apatuh Kak?." dengan antusias Mesya bertanya pada Siska.

"Ini tadi ada yang nitipin ini buat kamu." Siska menyerahkan amplop biru. Ya, jadi Perawat yang tadi menerima amplop tersebut adalah Siska.

"Ini dari siapa Kak?." Mesya memutar-mutarkan amplopnya mencari nama dari sang pengirim.

"Ahh iya lupa tanya. Tapi tadi tuh bajunya serba biru gitu."

"Biru? Kakak inget mukanya?." Siska mencoba mengingat yang ada di otaknya.

"Nggak. Soalnya dia pake topi sama masker." Mesya menghela nafasnya kecewa.

"Maaf ya. Kalo gitu aku permisi dulu, soalnya mau ada Operasi." Mesya hanya mengangguk, pikirannya terus menuju dengan amplop tersebut.

Siska membuka pintu ruangan tersebut dan menutupnya kembali dengan pelan.

Ia langkahkan kakinya dengan pelan. Dirinya tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang bersembunyi.

Mesya dengan perlahan membuka amplop tersebut. Kertas biru.

Mesya yakin seseorang yang mengirim ini sangat menyukai biru.

Hal pertama yang ia lihat ketika ia membuka kertas tersebut adalah jejeran kata yang tertulis dengan rapi.

Mesya mulai membaca kata demi kata.

Hai Mesya. Kamu gadis yang kuat.
Maaf saya benar-benar seorang pecundang.
Saya bahkan tidak berani memberikan surat ini secara langsung.
Ingatlah kata-kata saya.
Nikmati kesendirian mu tanpa merasa sendiri.
Karena aku akan selalu berada di dekatmu tanpa sepengetahuan mu.
Jangan pernah mencari tahu siapa diriku sebenarnya.
Cukup berbahagialah tanpa siksaan dari seseorang yang menyakitimu.

He Is My HeroWhere stories live. Discover now