29. PERASAAN BRAM

1.2K 73 0
                                    

Sinar matahari pagi membangunkan Ivana lewat kaca jendelanya, menembus gorden. Gadis berambut panjang acak-acakan dengan muka bantal itu membuka matanya dan turun dari ranjang. Ivana lantas termenung sebentar mengingat memori tentang Juna —Ayahnya yang biasanya selalu teriak-teriak setiap pagi membangunkan Ivana yang kerjaannya molor sampai siang. Tapi semenjak Juna sudah tidak ada Ivana jadi terbiasa bangun pagi sendiri.

“Iva! Bangun udah jam berapa ini!”

“Kamu itu anak cewek, Iva!”

“Kalo bangunnya siang-siang nanti rejekinya dipatok ayam biarin aja.”

“Biar biar nggak ada yang mau nikahin kalo cewek bangun siang.”

“Nanti Ayah bilang sekalian ke si ayam buat ambil jodoh kamu!”

Ivana terkekeh pelan kemudian mendongak, menyeka airmatanya agar tidak jatuh. “Aduh, ini kenapa pake ada debu yang masuk mata, sih?” Tidak ingin mengakui bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Dengan piyama tidur belelnya bergambar hello kitty warna pink Ivana berjalan ke jendela, niat ingin membuka gorden. Begitu menyibaknya, Ivana terkejut diluar sudah ada mobil Bramasta beserta orangnya di dalamnya, sedang memegang ponsel dan mengetik sesuatu.

Ting!

Ponsel Ivana di nakas berdenting menandakan Bramasta yang mengirim pesan kepadanya.

Bramasta Alando : Van, gue udah di depan

Ivana buru-buru lari ke kamar mandi tunggang langgang, ia melakukan ritual mandi bebek seperti yang biasa dilakukan sebelum pergi sekolah. Ivana lalu balik ke kamar hanya dengan handuk yang melilit di tubuh dan kepalanya.

Ivana memandang gamang lemari pakaiannya lalu mengambil beberapa pakaian dan dengan cepat-cepat menggantinya lalu mengambil tas, ponsel, dan juga dompet meski tidak ada isinya. Ivana merapikan rambutnya sebentar kemudian mengoles bedak dan lipstik tipis. Setelah selesai, Ivana keluar menghampiri Bramasta.

Melihat Ivana keluar rumah Bramasta dengan cekatan membukakan pintu mobilnya untuk Ivana. Perlakuan sederhana yang membuat Ivana jadi merasa terharu karena diperhatikan sebegitunya.

Sorry Bram kalau lama,” ucap Ivana.

“Enggak, gue juga baru disini, kok,” balas Bramasta. “Berangkat sekarang, nih?” Lalu melajukan mobilnya bergabung dengan kendaraan-kendaraan lain di jalanan Ibukota.

Mobil Bramasta berhenti di parkiran dari sebuah mall yang cukup ternama. Bukannya turun, Ivana malah meringis.

“Kenapa?” tanya Bram.

“Lo nggak lagi nagih janji gue yang bilang bakal beliin lo makanan enak, kan? Sorry Bram gue belum gajian,” kata Ivana dengan polos.

Mendengarnya Bramasta langsung tertawa sambil mematikan mesin mobil. “Nggak, Van, santai aja. Gue minta lo cuma buat nemenin gue kesini.”

“Nemenin doang, kan?” tanya Ivana memastikan.

“Iya, sama ada yang mau gue omongin sama lo.”

“Apa?”

Bramasta diam beberapa saat lalu mengulas senyum. “Nanti aja kalo udah mau pulang.”

Bramasta turun duluan dan membukakan pintu. Mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh Ivana untuk membantu gadis itu turun dari mobil. He treat Ivana like a queen.

“Makasih,” kata Ivana dengan malu-malu.

Keduanya berjalan masuk ke dalam mall. Menaiki eskalator hingga sampai di lantai yang kedua. Bramasta berhenti di salah satu toko perhiasan emas dan memilih-milih satu set kalung, gelang, cincin, dan anting.

KELV (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang