Dandelion 40

24 22 0
                                    

"Ada yang aneh padanya!" gumam Dara seraya berfikir. Dia sudah duduk di sana selama sepuluh menit. Namun, bekal makan siang di dalam kotak makanannya tidak disentuh sama sekali, melainkan dibalik beberapa kali menggunakan sumpit.

Ri El yang sedang mengunyah makanan kembali menoleh. Kedua mata yang semula memincing terbuka saat mendengar suara pelan Dara penuh selidik. Tidak biasanya Dara terlihat berfikir serius seperti ini, kecuali saat belajar.

"Siapa yang kau maksud?" Ri El berucap dengan mulut penuh. Bahkan dia belum sempat menguyah makanannya.

Bola mata Dara bergulir berusaha memastikan jika mereka hanya berbicara empat mata saja saat ini.

"Kian," bisik Dara, matanya masih mengawasi sekitar.

Ri El menganguk paham. "Memangnya kenapa dengan malaikat maut itu?" Ri El memonyongkan bibir tidak mengerti kenapa Dara terdiam begitu lama. Dia coba menerka,"Apa dia menyakitimu lagi?"

"Tidak!"

Terkejut bukan main Ri El saat sahabatnya itu menjawab dengan nada tinggi, sehingga membuat jantung terasa hampir melompat keluar. "Wah, ada apa denganmu. Aku kan hanya bertanya, kenapa kamu justru marah?"

Dara tersenyum dengan rasa bersalah. "Maaf, bukan begitu maksudku," ucapnya tertahan.

"Lalu apa?" Ri El menatap Dara tanpa berkedip, menunggu jawaban darinya. "Apa? Ishhh, apa kau sekarang sudah menyembunyikan sesuatu dariku?" cecar Ri El mulai curiga.

Dara segera menenangkan Ri El agar Sahabatnya itu tidak merajuk. Sekarang semuanya justru semakin ruyam, jika hanya menebak-nebak saja jawaban yang Dara ucapkan bisa saja salah.

"Susah menjelaskannya!"

Ri El memutar bola mata. Malas berdebat dengan Dara. "Kau ini, awas saja jika kau menyembunyikan sesuatu dariku!" ancam Ri El pada Dara, dirinya tidak sadar jika beberapa minggu yang lalu telah menutupi sebuah rahasia dari sahabatnya.

"Iya-iya!" sahut Dara jengah, Ri El segera merebut telur asap yang ada di kotak bekal Dara, membuat Gadis itu mendelik padanya.

***

"Tumben sekali malam ini bintang tidak tampak di langit?" seru Dara seraya mengelap pintu kaca dengan telaten.

"Mungkin saja salju akan turun malam ini?" tebak Hanjie yang sedang menghitung uang di dalam mesin kasir.

Dara mengeryit bingung seraya menoleh padanya. "Salju akan turun?"

Dicek ponselnya tentang ramalan cuaca malam ini, di sana tertera informasi bahwa cuaca malam ini akan cerah dan berbintang.

"Benda canggih itu tidak dapat melawan alam!" kekeh Hanjie, dia tau bahwa Dara membuka ponselnya untuk mengecek ramalan cuaca hari ini saat tidak sengaja melirik. Hanjie menoleh ketika tanda merah di dalam layar elektronik di depannya menampilkan nama orang yang memesan tempa. Warna merah itu sungguh mengangunya sekarang.

"Dara. Kau tidak sedang main-main akan menyewa tempat ini hanya untuk dirimu sediri?"

Alis Dara berkerut seketika. Kalimat yang Hanjie ucapkan padanya membuatnya bingung. "Maksudmu?"

"Iya, kau memesan tempat ini untuk dirimu sendiri? Apa uangmu sudah sebanyak itu?" ungkap Hanjie dari meja kasir seraya menggoda Dara. Suara tawa pelan itu menghiasi ruangan yang lengang.

Dara mematung, dia sungguh dibuat pusing dengan kalimat yang Hanjie ucapkan, "Tapi ... aku tidak melakukannya!"

"Lalu?" Hanjie memperhatikan nama pemesan tempat itu dengan sesama. Si pemesan tempat bahkan sudah membayar lunas uang untuk biaya penyewaan coffeeshop itu dalam empat jam. "Apa mesin ini dapat membayar dan menamai dirinya sendiri?" tanya Hanjie bingung.

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now