Dandelion 43

14 22 0
                                    

Dara melipat lengannya di dada saat dia merasa kesal dan meradang, sungguh dirinya tidak menyangka dengan kelakuan Kian, dan juga Won yang menurutnya kekanak-kanakan.

'Apa mereka pikir aku ini barang?' batin Dara kesal, dia sungguh tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran mereka berdua. Sungguh benar pilihannya untuk meninggalkan mereka berdua di sana, biarlah mereka menyelsaikan masalah mereka dengan cara dewasa.

Dara menoleh mencoba melihat mereka yang masih menatapnya penuh harap, dia berfikir itu hal yang baik. Tidak mungkin dia memilih untuk ikut salah satu dari mereka, syukurlah mobil taxi tidak sengaja lewat tadi, jadinya Dara dengan mudah untuk melarikan diri dan pergi meninggalkan mereka.

Salju turun tidak lama setelahnya, menutupi jalan dan seluruh tempat. Dara menatap keluar jendela, tiba-tiba sebuah pertanyaan aneh muncul di dalam kepalanya.

'Kenapa Kian datang ke tempat kerjaku tadi? Bukankah aku tidak mengharapkan kedatangannya?' Dara terdiam, lalu kembali mengeryit saat telponnya berdering berkali-kali.

Ditatap layar ponselnya tanpa berniat mengangkat, nama Won muncul di layar ponsel, setelahnya sesaat kemudian ponsel Dara mati, Kian menelpon Dara hingga ponsel itu tidak berhenti berdering. Kedua pria itu masih berusaha menghubungi Dara hingga akhirnya Dara memilih mematikan ponselnya saat di rasa jengah oleh panggilan telpon dari mereka berdua, dia sama sekali tidak perduli pada mereka untuk malam ini.

Diusap lengannya dengan lembut, cekalan erat yang dia dapat dari kedua pria itu jelas membuat lengan Dara terasa nyeri, tidak ada luka di sana. Namun, bekas cekalan itu nampak jelas, bahkan rona merah di lengannya tidak dapat hilang dengan cepat.

Dilirik oleh Dara harga argo yang masih berjalan di dalam sana, melihat itu Dara segera mengecek dompetnya, memastikan bahwa uangnya cukup untuk membayar tagihan setelah turun nanti. "Sepertinya uangku tidak akan cukup jika aku turun sampai di depan rumah!" gumam Dara cemas seraya mengecek semua uangnya yang ada di dalam dompet.

"Ahjjusi!" Pak sopir itu melirik sekilas seraya tersenyum, menunjukkan bahwa dia mendengar suara Dara dengan baik.

"Iya?" jawabnya dengan suara lembut, kemudian segera menepikan mobilnya.

"Ah, aku akan turun di depan. Didekat toko dreamcatcher itu pak!" Tunjuk Dara tepat di perempatan jalan menuju rumahnya. Dara segera turun setelah membayar biaya mobil itu, dompet miliknya kini benar-benar kosong, tidak ada sedikitpun uang yang tersisa di dalam sana. "Mereka berdua membuatku bangkrut malam ini!" pekik Dara dengan geram seraya mengepal erat tangannya.

Dara menoleh saat toko dreamcatcher itu belum ditutup, lampu-lampu yang ada di dalam berhasil menerangi semua dreamcatcher yang ada di dalam sana, benda itu terlihat seolah bersinar saat ditimpa cahaya lampu. Dia sudah kemari beberapa minggu yang lalu, saat menghadiri ulang tahun Won dia menghadiahkan pria tampan itu sebuah dreamcatcher dan Dara juga membeli untuk dirinya sendiri. Matanya berkilat saat mendapati sebuah dreamcatcher dengan bentuk yang unik, ingin beranjak ke dalam. Namun, Dara tertahan saat dia ingat bahwa semua uang di dalam dompetnya telah lenyap untuk membayar ongkos taxi yang dia naiki tadi.

"Huft, mungkin lain kali saja!" dengus Dara dengan tatapan sayu, menyesal telah menghabiskan uangnya untuk menjadi putri semalam. Jika mereka tadi tidak bertengkar untuk memperebutkan siapa yang akan mengantar Dara, ini semua tidak mungkin terjadi.

Salju berhenti jatuh tidak lama setelahnya, belum dia melangkahkan kakinya, seorang Gadis menyapa Dara saat tidak sengaja bertemu dengannya.

"Dara?" Dara menoleh saat suara yang dia kenal itu memanggilnya. Terkejut dia saat tidak sengaja bertemu teman sekolah di tempat seperti ini.

Dandeliar ✔Where stories live. Discover now