Mozaic 15 : Problem

60 21 6
                                    

*Flash back*

"Papa kumohon, aku bosan home schooling, aku ingin pergi ke SMA seperti Yechan hyung!" rengek Doyum di suatu hari ketika ia baru saja mendapatkan ijazah SMPnya.

"Sudah berkali kubilang dunia luar tidak aman untukmu," tegas Wonwoo.

"Tapi aku sudah besar Papa! Aku bukan bayimu lagi!"

Wonwoo mengurut keningnya frustasi. Anak kesayangannya itu kini sudah tahu membantah.

"Begini saja, bagaimana kalau kita biarkan Doyum bersekolah di sekolah umum?"

Wonwoo melirik tajam ke arah samping dimana istrinya yang berbicara seperti itu ada di sana. "Apa maksudmu? Kau tahu kan banyak bahaya mengintai? Dia anak kita satu-satunya. Para musuh mengincarnya dan mungkin akan membunuhnya karena dia satu-satunya penerus keluarga Jeon."

Minghao merotasikan bola matanya malas. "Aku belum selesai bicara. Maksudku, kita biarkan Doyum pergi ke sekolah umum, bersama Yechan. Anak itu pasti bisa menjaganya seperti Wonho menjaga kita, bukan begitu? Untuk jaga-jaga kau mungkin bisa menyogok kepala sekolahnya supaya dia bisa mengunci identitas Doyum dari publik. Bagaimana?"

"Ide bagus. Aku akan menyuruh sekretaris Kim mengurus semuanya."

Doyum dengan matanya yang berbinar menatap ayah dan ibunya bergantian. Lalu tersenyum manis sembari menghambur ke pelukan ibunya.

"Yeay! Yummie sayang mama!"

**

Hari-hari Doyum yang pertama kalinya pergi ke sekolah umum berjalan dengan normal. Ia hanya kesulitan berteman, karena ia tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap ramah pada orang-orang. Lebih tepatnya Doyum takut berada di tengah banyak orang, hingga bisa dibilang ia tidak punya teman sama sakali. Tapi setidaknya masih ada Yechan, yang setiap hari bisa Doyum ikuti dan menjadi satu-satunya teman di sekolah itu.

Selama itu, hampir tidak ada masalah. Yechan dan Doyum selalu terlihat bersama-sama meski hanya di waktu berangkat, istirahat, dan pulang sekolah karena kelas mereka berbeda. Hingga percikan-percikan api masalah bermunculan, saat mereka mulai mengenal sesuatu tidak masuk akal yang disebut cinta.

"Hyung, kau sungguh menerima adik kelas itu jadi pacarmu?"

"Heem. Dia manis."

Doyum hanya tersenyum tipis, sembari diam-diam merasakan sesuatu yang tidak enak.

"Oppa! Kita pulang sekolah sama-sama kan?"

Sebuah suara nyaring seorang anak gadis tiba-tiba menyapa, menbuat Doyum dan Yechan refleks menoleh. Jihan, gadis itu yang katanya pacar Yechan.

"Um.. maaf, tapi aku mau mengantar Doyum ke toko buku. Bagaimana kalau besok?" kata Yechan.

Jihan melirik tidak suka ke arah Doyum. "memang siapa dia?"

Kedua pemuda itu saling melirik hingga Doyum menyahut, "aku temannya, hehe."

"Oh jadi kau lebih memilih teman daripada pacarmu sendiri?"

"Kalian pergilah, aku bisa ke toko buku sendirian," sela Doyum.

"Tapi..."

"Kau tidak perlu khawatir, aku sudah hapal nomor-nomor bus. Pergilah untuk kencan pertama kalian... mungkin?"

**

Awalnya Doyum masih bisa mentoleransi keberadaan Jihan. Yah setidaknya bukan masalah jika mereka bisa pergi bertiga, toh saat naik mobil pun Doyum hanya diam di jok tengah tanpa mengganggu. Tapi lama kelamaan, Jihan menjadi terlalu posesif dan entah bagaimana Yechan jadi berubah sejak bersamanya.

"Hyung, tolong aku masih tak paham dengan rumus ini," kata Doyum saat ia sedang belajar bersama Yechan di perpustakaan pribadi di mansion keluarga Jeon.

"Iya nanti," kata Yechan tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya.

"Astaga kau bahkan belum mengerjakan tugasmu sendiri? Hyung kau sudah kelas tiga, bagaimana kalau nilaimu turun? Kau tidak bisa masuk universitas Seoul kalau terus begini!"

"Kau ini cerewet sekali melebihi ibuku. Kubilang nanti ya nanti!"

Doyum tersentak, Yechan tidak pernah berbicara dengan nada tinggi seperti itu sebelumnya. Kesal, ia pun merebut ponsel Yechan. Akhirnya mau tak mau sifat diktator milik Doyum harus keluar.

"Sekarang, Hyung! Jangan lupa kalau kau itu mainanku, kau harus menurut padaku!"

Yechan merebut kembali ponselnya. "Kalau tidak lalu apa? Kau akan mengadu pada ayahmu? Silahkan saja."

Doyum melipat kedua tangan di depan dada. Mata sipitnya menatap tajam dan bibirnya menekuk ke bawah. Ingin menunjukkan kalau ia marah meski nyatanya ia sama sekali tidak bisa marah pada Yechan.

"Astaga. Baiklah akan kukerjakan sekarang. Puas?"

Doyum tersenyum, merasa menang. Tapi mendadak senyum itu luntur saat iseng mengintip isi ponsel Yechan. Ruang obrolannya bersama Jihan.

****

A/n.

(catatan kosong)

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang