Chapter 05

233 31 19
                                    

Ya. Inilah jimin. Gadis sok ramah. Padahal aslinya pemarah. Tak ingin dijauhi temannya karena sifat congkaknya, ia pun selalu membalas apapun candaan yang berlebihan dengan tersenyum ceria. Sebab ia merasa semua teman-temannya lebih unggul dibanding dirinya.

Maka tempat pelampiasan seluruh emosi adalah dirumah. Tempat dimana orangtuanya yang suka mengatur kehidupannya, sok tau akan kehidupan kesehariannya, selalu menyalahkannya, dan terus menuntut agar ia selamanya menjadi orang yang pertama dalam bidang apa saja.

Karena inilah, dia merasa jengah dan marah. Orangtua yang menuntut kedudukan derajat anaknya juga para tetangga yang selalu memamerkan materinya, hal yang tak jimin suka. Oleh karena itu, dia membenci mereka semua. Bagi jimin, orang yang banyak menuntut dan memamerkan keunggulannya adalah serendah-rendahnya orang rendah.

Mereka hanya ingin hasil yang bahagia tanpa ingin tau bagaimana proses perjalanannya. Jika mereka egois, maka jimin bisa menjelma menjadi iblis.

Siapa peduli? Dia dicibir oleh para tetangga? Jimin tidak peduli, toh mereka adalah orang rendah. Memangnya orang yang memiliki jabatan tertinggi hanya dinilai dari seberapa banyak materinya? Tidak lah!

Jimin muak. Seperti sekarang,

"Daripada bermain ponsel, lebih baik belajar. Buku mu masih ada fungsi, kan?"
"Jangan sok pintar! Semester lalu nilai mu turun!"
"Banyak-banyak membaca buku jimin!"
"Kamu tidak ingin mengangkat lebih tinggi derajat orangtuamu?!"
"Malu dengan tetangga! Buktikan kalau keluarga kita bisa lebih dari mereka!"

Jimin merasa darah sudah mendidih dalam tubuhnya. Darah yang dipompa pun terasa lebih cepat dari biasanya hingga membuat kepalanya seperti akan pecah detik itu juga.

"Persetan dengan kekayaan. Aku hanya ingin melakukan apa yang ingin kulakukan!—"

"Dan.... ah, buku! Aku bosan, buku hanya berisi seperti itu. Asal mama tau, kepintaran seseorang nggak bisa dinilai dari seberapa banyak ia hafalan!"

Dan saat itulah mereka berdebat, tak ada yang mengalah.

"Lihat taehyung! Dia seusia mu dan dia laki-laki! Dia berhasil membuat rekor jika memang benar pasti ada sedikit kemungkinan laki-laki itu pintar, bukan hanya bermain-main diluar! Masa kamu kalah sama cowok kayak taehyung?!" pekik mama jimin keras.

"Kepintaran setiap anak beda, tapi ya... Mama benar! Taehyung pintar! Sangat! Tapi pintarnya dia hanya sebatas hafalan, pengetahuannya hanya sebatas apa yang ada di buku. Ck, kasian. Dia tidak bisa melihat bagaimana belajar di dunia luar. Belajar bagaimana pikiran ini bisa terbebas tanpa terkekang teori-teori sialan yang mungkin besoknya teori itu akan hilang dalam ingatan!"

"Lagipula apa yang membanggakan dari itu semua? Apa yang mama harapkan jika aku sama seperti taehyung? Mama bisa memamerkan aku juga dihadapan orang-orang tolol itu? Sama seperti yang dilakukan oleh mamanya taehyung?!"

"Kalau kamu pintar, cari pekerjaan akan mudah dan bisa membuat papa dan mama bangga. Dan kamu bisa mengangkat lebih tinggi derajat kita agar bisa menjadi lebih bahagia, jimin." balas mama jimin akhirnya.

"Bangga? Jangan terlalu tertipu daya oleh mereka, ma. Mama mungkin merasa bangga, tapi hanya sementara. Semasa kecil dulu, aku selalu membawa piala kemenangan. Ya, mama bangga. Tapi sekarang? Biasa saja, ma. Mereka sebenarnya tak berarti apa-apa. Mereka hanya kesenangan sementara, jangan berharap apapun pada dunia! Begitu pun juga dengan bahagia! Dia akan sirna seiringnya perjalanan hidup manusia! Aku keluar, mood ku memburuk. Jangan mengganggu ku!"

"HYAA!!! JIMIN!"

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang