Sembuh

204 13 0
                                    

Cuma mau bilang makasih yang udah baca sama vote cerita aku:)

Tpi tolonglah kawan difollow juga akunku ini hehe

Udah gitu aja

Makasihhhh
.
.
.
.
.
Setelah operasi itu berhasil, kini Azlan sudah di pindahkan ke ruang rawat biasa. Azlan koma selama 2 hari. Selama dua hari pula Mahes tak datang menemani anaknya, bahkan untuk sekedar menjenguknya. Hanya sahabatnya yang datang bergantian menemani Azlan yang masih belum sadarkan diri.

"Om Mahes belum ke sini?" Tanya Afan setelah memasuki ruangan Azlan dirawat, bersama Sasya dan juga Alan. menatap Agam dan Raina yang duduk di sofa dekat brankar.

Raina dan Agam saling bertatapan. "Belum. Atau mungkin gak akan pernah" bukan Raina ataupun Agam yang menjawab, tapi Azlan.

Sontak mereka berlima menolehkan pandangan dan mendekati brankar Azlan. Azlan sudah sadar sebelum Afan, Alan dan Sasya datang. Namun Azlan memilih tetap memejamkan matanya.

"Lo udah sadar? Mau gue panggilin dokter?" Tanya Afan yang dibalas gelengan lemah oleh Azlan.

"Waktu itu gak dateng karena Athaya les. Sekarang karena apa?" Tanya Azlan kepada sahabatnya.

"Olimpiade" jawab Alan singkat.

Azlan tertawa, tidak ada yang lucu selain nasib hidupnya, begitulah pikirnya. Azlan terus menertawai dirinya. Sepertinya Azlan sudah tidak dianggap ada keberadaannya oleh Mahes.

"Lo pada kok gak mau ketawa sih? Kurang lucu ya nasib idup gue?" Tanyanya dengan kekehan di akhir kalimatnya.

Sahabat-sahabatnya hanya menatap Azlan prihatin, mereka ikut merasakan bagaimana perasaan Azlan yang tidak pernah dianggap oleh Papanya. Tiba-tiba pintu terbuka, membuat mereka semua menolehkan pandangan ke arah pintu di mana Azlan di rawat. Tepat setelah pintu dibuka, seorang pria paruh baya berkacamata dan seorang gadis 16 tahun itu memasuki ruangan. Mahes dan Athaya.

"Mau apa? Jemput mayat saya? Saya belum mati. Mending pulang dan kesini lagi kalo saya udah mati" jawab Azlan masih dengan terkekeh di akhir kalimat.

"Kurang ajar kamu. Masih mending saya mau ke sini"

"Masih mending? Oh setidak penting itukah saya dalam hidup anda? Sampai anda berkata seperti itu?"

"Nyesel saya datang ke sini. Lebih baik kita pulang saja, ayo Athaya" ujar Mahes menarik pergelangan tangan putrinya agar mau keluar.

Athaya menggeleng. "Thaya mau nemenin abang"

"Gausah. Gak butuh. Gak penting. Mending pergi. Dari pada disini dan nanti gue emosi terus malah nyakitin lo?"

"Tapi Thaya mau nemenin abang" jawab Athaya lirih.

"Gue bilang gausah ya gausah!"

"Mending anda pulang dan bawa anak anda keluar" lanjutnya dengan menatap Mahes.

Mahes menarik paksa tangan putrinya dan keluar dari ruangan Azlan di rawat. Sahabat Azlan hanya terdiam, memperhatikan semua yang terjadi antara keluarga sahabatnya ini.

"Lo pada gak bawa apa gitu?" Tanyanya mengalihkan perhatian sahabat-sahabatnya dari arah pintu.

"Gue tadi sempet beliin lo buah sama ada ketoprak yang biasanya kita makan itu" jawab Sasya.

Azlan mencoba duduk bersendae dengan di bantu Agam.

"Gue mau dong. Tapi disuapin"

"Ck! Manja" cibir Agam.

"Mumpung masih ada waktu. Siapa tau besok lo pada gak bisa liat muka gue yang ganteng ini"

Sasya mengambil piring dan sendok dari dalam nakas dekat brankar, dan membuka bungkus ketoprak itu lalu mulai menyuapi Azlan.

"Gue kira lo bakal ilang ingatan Zlan" ujar Afan menjauh lalu duduk di sofa yang berada di ruangan itu. Mencoba untuk tidak memperdulikan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya.

"Kalo gue ilang ingatan nanti lo manfaatin lagi. Lo pura-pura jadi kembaran gue" jawab Azlan dan di sambut gelak tawa dari mereka kecuali Alan.

"Eh bukannya kalo operasi di bagian kepala itu rambutnya di cukur ya?" Tanya Agam.

"Iya deh kayanya" jawab Afan.

"Eh, berarti Azlan gundul dong?" ujar Sasya lalu mereka semua menatap Azlan yang masih belum selesai makan.

"Gapapa masih cakep kok" jawab Azlan santai.

"Pulang aja yuk, bosen gue disini lama-lama" lanjutnya, menatap satu persatu sahabatnya.

"Besok pagi" jawab Alan singkat.

"Ck! Kenapa harus besok pagi? Gue udah sehat. Kenapa gak nanti sore aja?"

"Tunggu dokter"

"Lo ngomong singkat banget sih! Greget sendiri gue" ucap Afan setelah berhasil menyentil dahi Alan. Alan hanya menampilkan muka datarnya melihat sahabatnya yang satu itu.

"Gue panggilin dokter ya, biar lo di periksa dan dokter tau perkembangan lo" ujar Agam yang dibalas anggukan antusias oleh Azlan yang masih saja makan.

Setelah lima belas menit di periksa dokter, Azlan diperbolehkan pulang dengan syarat tidak lagi datang ke sana. Tentu saja Azlan mengiyakan dokter itu,  lagi pula siapa yang mau di rawat di rumah sakit kan?.

***

Keesokan harinya, Azlan sudah mulai bersekolah. Akibat motornya yang rusak parah, Azlan pergi sekolah dengan menaiki mobil. Azlan memarkirkan mobilnya lalu segera turun dari mobil itu dan menghampiri sahabat-sahabatnya yang katanya dengan berada di kantin.

"Hey Zlan!" Seru Agam melambaikan tangan kepada Azlan.

Azlan menghampiri mereka dan melakukan tos ala cowok kepada mereka. Mereka memperhatikan Azlan yang sedikit berbeda penampilannya daripada biasanya. Tidak memakai jaket, tidak tebar pesona dengan menyisir rambutnya menggunakan jari, karena kini cowok itu memakai topi.

"Yahahah, yang pake topi karena nutupin gundulnya" ujar Afan yang tak bisa di filter berhasil membuat Azlan mendatarkan ekspresinya.

"Bukan gundul njir, ini masih ada rambutnya" balas Agam saat memperhatikan ada rambut di balik topi hitam bertuliskan Eiger itu.

"Iya, kemaren gue panggil dokter keluarga buat copotin perban pas di rumah. Ternyata cuma pitak" jawab Azlan yang di sambut gelak tawa oleh sahabatnya kecuali Alan.

"Yahahah. Pitak" lagi. Afan lagi-lagi mempermalukan Azlan, karena saat ini atensi penghuni kantin beralih kepadanya.




Maaf cuma sedikit. Maaf juga kalo gk sesuai apa yang di harapin.

Jangan lupa votmennyaaaaa😗

AzlanWhere stories live. Discover now