Pergi

189 14 0
                                    

Setelah dirasa sudah tenang karena melamun selama kurang lebih setengah jam di dalam kamarnya. Azlan bangkit dari duduknya, mulai melangkahkan kakinya menuju lemari pakaiannya. Azlan mengambil sebuah tas ransel, lalu memasukkan beberapa kaos dan celana jeans mulai dari yang panjang dan juga yang pendek. Setelah dirasa tidak cukup lagi ruang di dalamnya, Azlan mengambil selotip yang berada di atas nakas dan beberapa kardus yang di lipatnya dan di taruh di atas lemari bercat putih miliknya itu. Setelah mengambilnya, Azlan mulai menyusun kardus-kardus itu dan di berikan selotip untuk mengaitkan sisi-sisinya, setelahnya, Azlan mulai memasukkan sisa-sisa pakaiannya, buku-buku pelajaran, juga beberapa barang yang berada di dalam nakas ke dalam kotak kardus itu. Seperti deodorant, parfum, dan kotak kecil berwarna navy yang di dalamnya berisi kalung emas yang dipakaikan ibunya semasa dia kecil dulu.

Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Azlan beralih mengambil dompet, ponsel, dan juga kunci mobilnya, tak lupa jaket jeans berwarna denim yang di gantungnya di balik pintu kamarnya. Azlan memang telah membuang motornya yang sudah rusak parah akibat kecelakaan dua bulan silam, setelahnya, Azlan lebih memilih memakai mobil. Setelah selesai mengantongi ponsel dan dompetnya di dalam saku celana bahannya, Azlan beralih memakai tas punggung dan mengangkat dua kotak kardus itu untuk keluar kamar.

Sedikit kesusahan saat membawa kotak-kotak kardus itu tak membuat Azlan mengurungkan niatnya. Azlan berniat akan pergi dari kediaman Abraham, memilih tinggal sendiri di rumah mendiang nenek dan kakeknya. Setelah menuruni tangga, Azlan melihat Mahes, Zahra dan Athaya sedang mengobrol di ruang tamu.

"Abang mau kemana?" Tanya Athaya lalu berdiri dan menghampiri Azlan. Azlan hanya terdiam tanpa mau menjawab, ya walau Azlan menghentikan langkahnya.

"Mau kemana kamu? Mau pergi? Mau sok hidup mandiri setelah 18 tahun hidup kamu bergantung kepada saya? Iya?" Tanya Mahes menampakkan senyum meremehkan.

"Lebih baik saya pergi dari pada harus tinggal dengan anda, dan makasih untuk 18 tahun hidup bersamanya" setelahnya Azlan benar-benar pergi dari rumah keluarga Abraham.

Mahes hanya diam tanpa berniat menahan atau menghentikan tindakan Azlan. Berbeda dengan Athaya yang ingin lari mengejar sang abang. Namun karena melihat ada pergerakan dari Athaya, Mahes cepat-cepat menahan tangan putrinya.

"Mau kemana kamu?"

"Thaya mau ngejar abang pa"

"Gak. Gausah. Dan gak perlu" Athaya hanya diam tanpa tau harus berkata apa, ia tak ingin melawan perkataan sang ayah tapi ia juga gak bisa membiarkan abangnya pergi begitu saja.

Disisi lain, Azlan tengah memasukkan kotak-kotak itu kedalam bagasi mobilnya. Setelah memastikan kotak-kotak itu di taruh pada tempat yang tepat, Azlan menutup pintu bagasi mobil, mengitari mpbilnya, membuka pintu bagian depan, dan duduk di kursi pengemudi. Setelah menyalakan mesin mobilnya, mobil itu perlahan mulai meninggalkan halaman rumah keluarga Abraham. Karena perjalanan memakan waktu kurang lebih empat puluh menit, Azlan memilih berhenti di sebuah pom bensin untuk mandi dan berganti pakaian setelah dua puluh lima menit berkendara.

Setelah selesai mandi dan beristirahat sejenak di dalam mobilnya, Azlan kembali melanjutkan perjalanan. Azlan memilih untuk mengunjungi sebuah mini market untuk membeli perlengkapan mandi dan juga bahan makanan, karenanya dia akan hidup sendiri mulai sekarang.

***

"Maaf mas tapi kartu ini sudah tidak berfungsi lagi, mungkin karena saldo di dalamnya tidak cukup atau mungkin di blokir" ucap seorang kasir wanita di salah satu mini market itu. Berbicara dengan Azlan yang baru selesai berbelanja. Dan untungnya hanya ada Azlan di kasir saat ini, jika tidak mungkin dia akan malu sekarang.

"Oh gitu ya mbak? Tadi totalnya berapa mbak?" Tanya Azlan tersenyum kikuk.

"Empat ratus tujuh puluh delapan ribu mas" jawab mbak kasir itu masih dengan senyum di bibirnya.

"Yaudah mbak pake cash aja, ini saya ada lima ratus ribu" jawab Azlan lalu menyerahkan lima lembar uang kertas berwarna merah muda kepada kasir itu dan langsung di terima.

Setelah berebelanja, Azlan kembali melanjutkan perjalanannya. Menuju rumah sang nenek, setelah memasuki pagar kecil rumah itu, Azlan memberhentikan mobilnya, membuka pintu untuk keluar. Azlan berjalan menuju pintu rumah itu, pintu rumah dengan cat berwarna coklat itu. Mencoba untuk membuka pintu namun tidak bisa, Azlan lupa kalau rumah ini terlalu lama tidak dihuni, dan mungkin sekarang kuncinya sudah berkarat. Meskipun demikian, Azlan tak kehabisan akal. Azlan mendobrak pintu itu hingga terbuka, setelah terbuka, Azlan kembali berjalan menghampiri mobilnya untuk mengambil barang belanjaannya dan juga kotak-kotak berisi barang-barangnya.

***

Setelah 3 jam beres-beres dan membersihkan rumah yang akan di tempatnya itu sudah selesai, Azlan mulai mengganti handle pintu yang sudah berkarat dengan handle pintu yang baru saja dia beli dengan sisa uang dari belanjanya tadi. Hanya itu yang tersisa saat ini, Azlan berpikir akan mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya sendiri.

"Beres, capek banget anjir. Udah berapa lama ya rumah ini gak dihuni?" Monolognya lalu duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu.

Setelah merasa cukup istirahat, Azlan berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Membuka kulkas dan mengambil sebuah botol berisi minuman dengan rasa kopi. Setelah meneguk setengah dari isi botol itu, Azlan duduk di kursi meja makan, mengambil ponselnya dari saku celana jeans panjang hitamnya. Membuka sebuah aplikasi berwarna hijau dengan gambar telepon disana, menekan tombol kaca pembesar lalu mengetikkan sebuah nama 'Agam' disana. Azlan mencoba menghubungi Agam.

"Kenapa Zlan?" Tanya Agam setelah mengangkat panggilan Azlan namun cowok itu tak kunjung berbicara.

"Emm gimana ya ngomongnya, nyokap lo masih punya toko roti itu kan?"

"Iya masih, kenapa? Mau beli? Langsung kesana aja, pasti dikasih harga kawannya anaknya"  ucap Agam bercanda.

"E-enggak, gue mau ngelamar kerja disana" ucap Azlan lalu mengusap tengkuknya, gugup.

"Hah?! Gak salah denger kan?" Tanya Agam mencoba memastikan.

"Gak nyet, tau ah lo kesini aja gue sharelock"

"Lahh? Bukannya gue udah pernah ke rumah lo?"

"Gue pindah, udah buruan kesini"

Setelah mengatakan itu, Azlan mematikan panggilan itu sepihak. Sedangkan Agam langsung menuju tempat dimana Azlan tinggal. Hanya butuh waktu 25 menit bagi cowok itu, mengingat tempatnya tidak terlalu jauh dari rumahnya dan cara mengendarai motornya yang memakai kecepatan diatas rata-rata.

Setelah sampai disana, Agam langsung memasuki rumah itu begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelah memasuki rumah itu, Agam hendak memanggil Azlan, namun belum sempat Agam memanggil Azlan netra Agam menangkap seseorang yang sedang duduk di sofa ruang tamu yang tak lain adalah Azlan. Agam menghampiri Azlan dan Azlan mulai menceritakan semua kejadian yang mengakibatkan dirinya pergi dari rumah dan memilih tinggal di tempat yang saat ini ia tempati, Agam tidak menyangka bahwa Azlan yang dikenalnya dengan sesuka hati memakai uang orang tuanya, kini memilih tinggal sendiri bahkan ingin bekerja di toko roti milik orang tuanya sebagai kurir di sana.

Udaahhhhhhh. Jangan lupa votmennyaaaaa😗

AzlanWhere stories live. Discover now