[ 🍭✧˖° ] - Angin Lalu

51 8 11
                                    

"Jangan lari!"

Tungkaiku sudah letih, tapi aku tidak berhenti. Selagi senyum manis yang katanya mirip aku itu terus terukir, aku bahagia.

Sudah satu jam aku menemani lelaki mungil yang berlarian kesana kemari, sesekali melompat, lalu tiba-tiba berhenti karena serangga di rumput yang mengalihkan perhatiannya. Tawanya menggema di rongga telingaku, kemudian menular dan aku ikut tertawa.

Memang, sih, Anra jarang kuajak keluar begini. Semenjak ayahnya berpulang, aku seperti luput akan rasa kehilangan sampai-sampai melupakan putra kecilku yang jelas butuh banyak perhatian.

"Mama, lihat! Aku tangkap!" seru Anra dari kejauhan, mengangkat tinggi tangan mungilnya yang menggenggam belalang.

"Hati-hati, kakinya tajam."

Di saat yang sama, ia meringis seraya membiarkan makhluk itu melompat kabur. Anra tidak menangis, dia anak pemberani dan tidak cengeng. Namun dari air mukanya, aku tahu ia sakit.

Belalang itu merenggut senyum putraku.

Tergopoh-gopoh aku susul dia, berlutut di hadapannya sembari memeriksa telapak tangannya yang tergores.

"Kita obati dulu, ya?"

"Obati? Anra sudah sembuh!"

Seperti yang aku katakan, Anra anak pemberani dan tidak cengeng, tapi soal diobati.. Itu konteks yang berbeda. Putraku mengelak, sama seperti hari-hari lalu ketika ia jatuh dari tangga dan pelipisnya berdarah.

Saat itu aku mencoba tenang, membujuknya layak ibunda paling ramah sedunia. Bahkan ketika tangisnya memenuhi seisi rumah dan benak, aku tetap tegar. Dengan tangan yang gempa bumi aku menekan perlahan nomon telepon, "P-putraku jatuh dari tangga, pelipisnya berdarah.."

Aku ingat dua petugas kesehatan datang membantu. Gerakannya agak kasar, menciptakan gejolak api di hatiku, namun ketika aku hendak protes, mereka bilang itu demi keselamatan putraku.

Anra berhasil dibaringkan paksa dalam ambulan, dan dalam keadaan kepala pening badan gemetar, aku duduk di samping Anra, memandangi kedua maniknya yang perlahan disambar kantuk.

"Anra sudah sembuh!"

Aku peluk dia.

Namun pada akhirnya, aku hanya wanita gila yang memeluk angin lalu.

Karena setelah ayahnya, Anra kemudian.



crystsnw | Kabupaten Bogor
15 September 2021

Bungkus PermenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang