22. Karena Siapa?

1.6K 94 11
                                    

"Sebelum baca, silahkan klik bintang dulu ya! Karena menghargai karya orang lain itu, sangat baik lho. Dan setelah membaca, silahkan komentar ya! Karena mengomentari karya orang itu gak salah kok^^"
.
YUK SPAM KOMEN^^
.
SIAP KOMEN TIAP BARIS?
.
Happy Reading❤

●●●

ARISTA:

Males banget karena hari ini aku terpaksa untuk periksa kandungan sendiri di rumah sakit. Aku memang sengaja tidak meminta mas Wisnu untuk menemaniku, mengingat bahwa aku sudah membuatnya meninggalkan banyak pekerjaannya semalam.Meskipun dia sudah bersedia untuk mengantarku, tapi aku menolaknya. Aku mengatakan bahwa ada bapak supir yang akan mengantarku hari ini, jadi dia bisa lebih tenang.

Bersyukur karena antrean check up hari ini tidak lama. Begitu aku tiba dan mengambil nomor antren, tak lama kemudian aku langsung dipersilahkan untuk masuk.

Suasana serba putih dengan berbagai poster ibu dan bayi, terpajang jelas di setiap sisi tembok. Seorang perempuan yang duduk dengan jas putihnya itu, menyambut kedatanganku dengan senyuman.

"Silahkan duduk mbak" ucapnya, akupun mengangguk.

"Sendirian saja?" tanyanya sambil mengambil sesuatu dari dalam laci meja.

"Iya dok, suami saya lagi sibuk kerja" jawabku cepat.

Ini adalah kali pertamaku memeriksakan kandungan setelah sempat dirawat inap di IGD saat itu. Meskipun aku berharap bisa ditemani mas Wisnu, tapi ternyata pergi sendirian sama sekali tidak masalah. Terhitung hingga sekarang, usia kandunganku sudah memasuki minggu ke delapan.

Aku mengikuti interupsi dokter untuk berbaring di atas ranjang pasien. Sang dokter pun menempelkan sebuah alat di perutku sehingga menampilkan sesuatu di layar berbentuk persegi. Itu adalah bayiku! Oh, betapa kecilnya dia di dalam perutku.

Aku tersenyum saat melihat ada pergerakan padanya, meski hanya sedikit. Meskipun hanya terlihat dari layar yang buram, aku bisa merasakan bahwa bayi ini akan terlahir dengan wajah yang tampan seperti ayahnya. Akupun terkekeh saat membayangkan bagaimana nanti ketika si kecil ini telah lahir di dunia.

Dokter  beralih memeriksa detak jantungku dan detak nadiku. Dengan ekspresi wajah yang berbeda dari sebelumnya, dia terlihat seperti ingin mengucapkan sesuatu. Aku kembali ke tempat duduk ku setelah dipersilahkan.

Aku memindahkan beberapa helai rambut yang menutupi kedua telingaku agar bisa mendengarkan ucapan sang dokter dengan jelas. Aku sangat antusias mendengar kondisi bayiku. Dan aku juga sangat antusias untuk bertanya pada dokter bahwa kapan aku bisa melahirkan.

"Kalau boleh tau, usia mbak berapa?" tanyanya sambil menatapku.

"Sembilan belas tahun dok" jawabku cepat.

"Ternyata masih sangat muda ya" sang dokter manggut-manggut.

"Memangnya kenapa dok?" tanyaku penasaran.

"Sebenarnya, usia mbak masih terlalu muda untuk hamil" ucap dokter menjeda kalimatnya sejenak.

"Tubuh perempuan yang berusia seperti mbak ini, masih belum siap untuk menerima bayi. Dan jika hamil, maka akan mempengaruhi kesehatan ibu bayi"

"Jadi maksud dokter, bayi saya...?"

"Untuk sejauh ini, bayi berkembang seperti bayi pada umumnya. Tapi kondisi ibunya lah yang tidak stabil" jawabnya.

"Tapi dok, saya jarang merasakan mual atau pusing dan kondisi saya sehat" ucapku berusaha meyakinkan pada dokter bahwa aku baik-baik saja.

"Gejala mual dan pusing itu merupakan hal yang wajar bagi ibu hamil dengan usia kandungan yang masih muda.Justru ibu hamil yang tidak memiliki gejala seperti itu yang perlu dipertanyakan"

Married With Om OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang