// 23: Memberikan Ruang

2.3K 212 9
                                    

"Akhirnya selesai, ya Tuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Akhirnya selesai, ya Tuhan."

Akhirnya, Aruna punya waktu untuk beristirahat setelah berjam-jam berkutat dengan laptop di depan matanya. Usai sudah tugas mata kuliah kritik sastranya yang memusingkan mahasiswa seangkatan. Sebagai reward, Aruna menyudahi pekerjaannya, meraih ponselnya yang sejak tadi dicas dalam keadaan silent.

Alisnya bertaut, heran dengan 17 panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal. Sudah satu jam berlalu sejak telepon terakhirnya tidak Aruna terima. Dan tidak ada pesan apapun yang ditinggalkan. Meski penasaran, tapi Aruna coba untuk tidak memikirkannya. Gadis itu gegas duduk di pinggir ranjangnya, langsung bergosip ria dengan teman-temannya di grup, menyebarkan nomor tidak dikenal tersebut kepada teman-temannya, barangkali ada yang mengenalnya. Tapi nihil, dan Aruna gegas mengecap nomor tersebut sebagai nomor orang iseng.

Detik selanjutnya, setelah berbalas pesan dengan tiga temannya di grup, mata Aruna menangkap adanya pesan masuk dari Mahesa yang entah sejak kapan belum Aruna sentuh. Pesan yang terbaru masuk dua jam yang lalu, meski beberapa lainnya masuk sejak dua hari lalu, dan tidak satu pun Aruna gubris.

Aruna tahu keputusannya adalah kesalahan besar, tapi di pikirannya, rasanya tidak masalah jika sesekali harus melakukan kesalahan. Sejak pulang dari Kebun Raya Bogor, Aruna memutuskan untuk tidak berkomunikasi secara intens lagi dengan Mahesa. Meskipun Aruna tahu Mahesa adalah distraksi terbaiknya dari Gama. Tapi Aruna tidak mau lagi menempatkannya di posisi tersebut. Selain karena takut Mahesa berharap padanya—yang sebenarnya, kenyataannya adalah iya—Aruna juga takut ia akan menyakiti Mahesa sebab pada akhirnya Aruna gagal melupakan Gama Adi Prasaja.

Meskipun, sekali lagi, kenyataannya, mungkin iya.

Sampai hari ini, walau sudah cukup melupakan namanya, tapi Aruna masih sering melamun dan menangis sendirian ketika melihat buku puisinya terpampang di depan mata. Dedikasi besarnya kepada Gama berujung sia-sia. Penyesalan dan pilu mendalam ini tak kunjung mencapai garis finisnya.

Lama Aruna berkutat di fitur chat WhatsApp, membuatnya kelihatan sedang aktif di aplikasi tersebut. Di luar dugaannya, hal itu membuat Mahesa mengirimkan pesan lagi padanya. Sekilas Aruna membacanya dari notifikasi yang masuk. Mahesa bilang ia ingin bertemu dengan Aruna.

Akan tetapi Aruna abai. Entah perasaan macam apa yang sedang menyeruak ke dalam hatinya, tapi Aruna benar-benar merasa tidak nyaman dengan Mahesa kini. Kemudian, kabar buruknya adalah Aruna tidak tega mengutarakannya. Takut Mahesa sakit hati. Takut Mahesa merasa keberadaannya selama ini sia-sia.

Barangkali, ini yang dulu Gama rasakan terhadap Aruna. Barangkali laki-laki itu sudah tidak nyaman, tapi takut untuk mengutarakannya.

"Gama lagi, Gama lagi, Gama lagi," tutur Aruna pada dirinya sendiri. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia gegas meletakkan ponselnya di nakas. Aruna lalu menghela napas sambil memejamkan matanya. Beberapa hari terakhir ini sejak pertemuannya dengan Gama, Aruna selalu membisikkan pada dirinya sendiri sebelum tidur, "Gama Adi Prasaja ngaku dia bajingan, dan seorang bajingan nggak pantes buat cewek manapun, Aruna."

Pilu Membara Atas Nama Cinta MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang