Part 4

495 121 5
                                    

Tepat waktu.

Melihat bagaimana serigala-serigala berbulu putih itu mulai menyerang seekor kuda tak bersalah. Mencari sekedar ranting atau balok kayu yang ada di bawah untuk menyelamatkan dirinya dan Juliet. Namun, ranting itu tidak berguna sebagaimana mestinya, raib begitu saja dimakan taring kuat itu. Ketika harapan mulai sirna, dia merasa mendapatkan kejutan yang tidak pernah dia harapkan dari sosok itu. Sosok aneh yang beberapa hari ini dia lihat di sepanjang kastil.  Hatinya merasa sakit melihatnya berjuang sendirian. Berjalan maju, dia mencoba menyingkirkan serigala-serigala itu dengan satu tangannya. Begitu mudah, seperti mengangkat potongan paha ayam goreng dan membuangnya begitu saja. Jika potongan paha ayam akan diam pasrah menerima takdirnya, serigala ini justru melawan dengan memberikan gigitan pada lengan besar itu.

Walaupun begitu, dia tetap saja dapat mengenyahkan predator buas itu dengan secuil kukunya. Semua binatang berbulu putih itu bergetar ketakutan ketika mendengar geraman tidak ramah itu. Junkyu tersenyum menang, namun begitu saja pudar ketika dia mendengar sebuah dentuman kecil yang mampu membuat Juliet meringik pelan. Tak dapat dipercaya bahwa sosok bak monster itu akan tergeletak tak berdaya di atas tumpukan salju putih bersih yang mulai ternoda oleh bercak merah berbau anyir, mirip besi berkarat.

Sungguh, Junkyu kehilangan alasan untuk pergi. Dia sama sekali tidak mengerti dengan akal sehatnya yang memaksanya untuk kembali meraih pria  itu setelah memastikan keadaan Juliet baik-baik saja. Padahal ini adalah kesempatannya kembali pada ayahnya dan hidup dengan tenang di desa, kembali pada kesehariannya. Mengerjakan pekerja rumah seperti biasa. Bahkan semenjak berada di kastil, tak ada lagi atap yang harus diperbaiki atau pipa yang kapan saja bocor.

Perasaan itu mengalahkannya. Dia merasa iba hanya dengan keadaan Si Buruk Rupa yang tidak jauh dari kata baik. Bulu tubuh itu semakin kucal karena ternoda oleh darah. Beberapa bagian tubunya terluka. Semua itu karena dirinya. Junkyu tak mau berpikir banyak, dia segera mengangkat tubuh besar yang ternyata tidak begitu berat itu. Agaknya lebih berat dari bongkahan kayu yang sering dia bawa untuk dibawa ke perapian. Dia menaikkan tubuh besar itu di atas Juliet, dan berjalan di sampingnya untuk kembali.

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

Setelah berhasil mengobati luka Si Buruk Rupa di kasurnya, Junkyu turun dari kasur, menghampiri Nyonya Irene yang sedari tadi menungguinya. Nyonya Irene menatap tubuh Si Buruk Rupa yang terbaring lemah di ranjang besar itu. Matanya sayu, seperti mencari kisah lama.

"Ini pertama kalinya aku melihat Tuan menyesali perkataannya sambil berlari kencang untuk keluar dari kastil."

Junkyu hanya bisa memberi senyuman tulusnya. "Terima kasih sudah membawa Tuan ke sini. Terima kasih sudah kembali."

"Dia sudah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkanku. Aku tak bisa meninggalkannya sendirian."

Senyuman hangat Nyonya Irene mengembang. Meja dorongnya membawanya mendekat ke salah satu lukisan besar yang terdapat pada sebelah ranjang, tepat di atas nakas. Terlukis sebuah keluarga kecil dengan ibu yang duduk manis sambil mengelus perut besarnya dibalik busana mewah itu, serta ayah yang berdiri di belakangnya.

"Tuan sebenarnya anak yang baik. Dia merupakan anak yang ceria dan lugu sebelum ibunya meninggal. Dia tidak punya figur ayah karena beliau sudah meninggal sebelum Tuan lahir. Sejak itu, entah sebagai pelampiasan kesepiannya, dia berubah menjadi sosok angkuh, kejam, dan licik. Tapi jauh dari lubuk hatiku, aku percaya bahwa Tuan adalah seseorang yang baik. Memang, dia masih terlihat begitu arogan. Tapi, sosok itu selalu ada di dalamnya. Sosok itu tidak akan pernah bisa pergi darinya."

Nyonya Irene beralih memandang Junkyu yang masih mengenakan pakaian lusuhnya. "Aku baru saja membuktikannya. Dia baru saja melangkah, meninggalkan jiwanya untuk menyelamatkan seorang pemuda manis."

Beauty and The Beast [Harukyu Version]Where stories live. Discover now