6

7K 473 8
                                    

Perahu yang ditumpangi Mayang sudah sampai. Ia terkejut bukan main, tempat yang di datanginya sungguh diluar dugaan sebelumnya. Ini bukan perkampungan, melainkan hutan. Ia melongo beberapa saat setelah turun.

Paman Husin menambatkan perahu di akar pohon yang mencuat di pinggir anak sungai. Sementara dua anaknya mulai bergerak naik sambil membawa barang perbekalan,  mereka berjalan lebih dulu.

Julak Jubai menyentuh bahu Mayang. Wanita itu sedikit tersentak.

"Nak. Julak beritahu. Kami semua yang tinggal behuma di Lantabu sini, semua akan bergotong royong jika masa manugal. Kami menanam padi ramai-ramai dengan kepala keluarga lain. Begitu juga masa mengatam. Setahu julak, ada dua belas keluarga yang berprofesi sama dengan kami. Dan aku kenal semua anggota keluarganya. Tidak ada yang bernama Edi. Apa Nak Mayang tidak salah alamat?"

Tentu saja Mayang semakin bingung dengan penjelasan wanita paruh baya itu. Apa mungkin Edi sudah membohonginya selama ini.

"Atau kami memang belum kenal." Julak Jubai meralat. "Mungkin jika Nak Mayang menyebutkan nama mertua aku bisa tahu." lanjutnya.

Mayang yang memang tak tahu nama mertuanya hanya bisa menggeleng. Dalam pikirannya sekarang, bagaimana ia mencari tahu tentang Edi yang sepertinya benar-benar menipu Mayang.

Paman Husin yang menangkap kebingungan di wajah Mayang mencoba memberi solusi.

"Kau boleh ikut kami dulu, jika tak keberatan Nak. Nanti jika waktu kami kembali ke kampung, kau bisa ikut lagi."

Julak Jubai juga mengangguk. Sepertinya ia sependapat dengan sang suami.

"Berapa lama kalian menetap, Paman?" Mayang menuntut kepastian. Ia takut, jika masa panas lehernya datang, Mayang tak akan bisa menghindar.

"Seminggu."

Setelah ini kau tunggulah. Aku pasti menemukanmu Edi.  Geram Mayang dalam Hati.

***

Tiga hari sudah Mayang menginap di pondok Paman Husin. Selama itu juga ia ikut membantu apa saja yang bisa ia kerjakan.

Suatu waktu, Mayang merasa bosan. Semua pekerjaan sudah selesai di kerjakan. Semua anggota keluarga Paman Husin masih di tengah ladang, memeriksa kalau-kalau ada babi yang menghancurkan tanaman. Hanya Mayang yang ingin tinggal di pondok.

Mayang memutuskan untuk mencari aliran anak sungai yang lebih rimbun. Ia ingin membersihkan diri, belakangan ia merasa mandi kurang bersih. Badannya gatal.

Bukan, bukan ia malu saat mandi di temani Julak Jubai di pinggir sungai. Hanya saja, semua orang yang melihatnya melepas baju, bagian leher belakangnya akan dengan jelas menunjukkan siapa sosok Mayang sebenarnya. Sudah bisa di tebak. Selama Mayang Mandi, ia masih mengenakan bajunya, bukan berganti kain basahan seperti yang di lakukan Julak Jubai.

Ya. Kisah kuyang sudah melegenda dari zaman dahulu di pulau yang di tinggali Mayang. Banyak kisah yang tersebar dari mulut ke mulut tentang ciri khas orang yang menganut ilmu hitam itu. Dan beberapa diantaranya adalah benar. 

Bagian leher Mayang, tepatnya di tengkuk memiliki tanda garis merah yang memanjang. Mayang pun baru menyadari hal itu sebelum ia pergi ke sungai Lantabu ini, wanita kuyang itu menggunakan dua cermin saat memastikannya.

Dari pondok, jarak yang ditempuh Mayang cukup jauh. Jika ia sekarang bukan makhluk jadi-jadian, pastilah ia sudah kelelahan. Saat memastikan di sekitar aman, Mayang mulai melucuti pakaiannya berganti kain yang juga sudah ia bawa.

Namun, sesaat setelah ia selesai membersihkan diri, Mayang baru menyadari ada pondok lain tak jauh dari tempat ia Mandi. Pondok siapa yang berada terpisah jauh begitu?

Jadi Kuyang (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang