Chap 23

575 59 9
                                    

Sekarang sudah malam hari, Miya menjadi was was ketika melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Miya takut jika Kendo sudah berada di rumah dan menemukan Miya yang baru saja pulang telat tanpa memberikannya kabar. Pikiran Miya melayang layang, ia sangat takut di pukuli, atau lebih tepatnya, Miya merasa lelah dengan kekerasan fisik yang slalu di terimanya di mana pun itu.
Pagi ini, Miya benar benar bolos sekolah bersama Genta. Pada awalnya Miya slalu menolak dan memintanya untuk di antarkan ke sekolah, tapi ketika mereka berdua tiba di laut, Miya rupanya sangat menikmatinya. Karena sudah sangat lama sekali ia tidak pergi ke laut, tetakhir kali saat usianya enam tahun dan itu pun Miya pergi hanya berdua saja dengan Shindo.
Genta yang melihat Miya sangat bahagia, merasa tak tega bila harus mengingatkan waktu jika siang menjelang sore tadi mereka harus pulang. Apa lagi Miya tiba tiba bilang kalau dia ingin melihat matahari terbenam, sudah pastilah Genta akan menuruti apa pun keinginan sang pujaan hatinya.

Miya melepaskan segala benaknya, ia berlari lari di tepi pantai, bermain air, membuat istana dari pasir, mencari kerang bersama anak anak yang tak di kenalnya, bahkan ia juga sempat berteriak. Genta secara diam diam mengambil beberapa foto Miya, bahkan di foto tersebut Miya terlihat sangat cantik dan mempesona.
Foto tersebut akan menjadi harta karun bagi Genta, ia merasa beruntung karena hanya dialah yang bisa melihat senyuman serta tawa dari sosok malaikat tersebut. Bahkan suaminya Miya, Genta yakin, dia tidak akan pernah melihat kecantikan itu. Jangan sampai dia melihatnya, nanti dia bisa langsung jatuh cinta pada Miya dan hal itu tidak akan lagi menjadi harta karun bagi Genta. Jadi seperinya Genta perlu berdo'a agar pemikirannya itu tidak terwujud.

"Dari mana saja? Jam segini baru pulang!" Tanya Kendo dengan nada sedikit marah.

"Maaf aku pulang terlambat, aku tadi mengerjakan tugas kelompok dulu." Bohong Miya yang di ketahui Kendo.

"Plaak!"
Miya memegangi pipinya setelah di tampar oleh Kendo.

"Berani berbohong, hah? Kau kira aku tidak tau kalau hari ini kau tidak pergi ke sekolah. Asal kau tau, nama wali di sekolah mu bukan lagi orang tua mu, tapi aku. Mommy sudah mengurusnya beberapa hari yang lalu, jadi kalau ada apa apa atau kau tidak masuk sekolah tanpa keterangan, maka aku lah yang di hubungi oleh guru mu. Jadi, kemana kau pergi hari ini?"

"Laut." Cicit Miya.

"Laut? Sendiri?"

"Bersama Genta, dia teman ku."

"Ooh, yang waktu itu bicara pada ku ya. Dan orang yang pernah menyewa mu?"

"Menyewa ku? Maksudnya apa tuan?"

"Gosip yang beredar waktu itu benar kan? Kau itu jalang, dan aku pernah melihat mu yang sedang di gendong mesra masuk ke dalam mobilnya. Hari itu, aku datang ke sekolah berniat untuk menjemput mu, tapi rupanya kau sudah di sewa sama teman mu sendiri. Aah pasti kejadian empat orang itu sebenarnya kau menggodanya kan? Lalu kau berpura pura menjadi korban. Hebat sekali, apa rasanya begitu enak di dalam mu? Berapa bayaran mu? Aku ingin merasakannya juga, aah, tapi karena aku sudah menjadi suami mu, itu berarti aku tidak perlu membayar mu bukan?"

Miya tidak begitu paham apa yang sedang di ucapkan oleh Kendo, namun Miya merasakan akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Tapi sekarang Miya harus menjelaskan soal ia yang di gendong Genta, Miya tidak ingin Kendo salah paham.
"Aku waktu itu abis di rundung, aku... aku tidak punya tenaga lagi buat jalan. Ja-jadi Genta menggendong ku untuk menolong ku. Ma-maaf tuan, ka-kalau aku tau tuan datang, a-aku tidak akan mau di gendongnya." Ujar Miya ketakutan dan suaranya menjadi gemetar.

"Di bully? Di bantu? Kau kira aku percaya? Orang yang pernah berbohong maka akan terus berbohong."

"Aku tidak berbohong tuan."

"Tadi saja kau berbohong pada ku, lantas apa aku harus mempercayai ucapan mu? Tidak kan? Haah... Sial sekali hidup ku. Aku harus menjalin hubungan diam diam dengan pacar ku gara gara menikah dengan jalang kecil yang suka berbohong. Seharusnya di saat pertama kita bertemu, aku berpura pura saja tidak mengenali mu, atau menghindari mu, andai saja pada awalnya aku tau kalau aku akan menderita seperti ini."

Miya hanya menundukkan kepala, jauh di dalam hatinya ia merasa sakit.
"Maaf jika aku membuat tuan menderita, apakah aku harus pergi saja agar tuan tidak menderita lagi?"

"Pergi kata mu? Setelah menikah dengan ku? Kenapa tidak dari awal saja, hah!!!"

"Buugh..."
Kendo meninju wajah Miya hingga ia tersungkur, hidung Miya langsung mengeluarkan darah.

"Kenapa baru sekarang kau memiliki pemikiran untuk pergi?! Apa kau ingin membuat ku di tendang oleh orang tua ku! Kau ingin lihat aku lebih menderita lagi! Iya?!!! Dasar jalang kecil!!!"

"Buugh... Buaak..." Kendo yang sedang merasa kesal, terus memukili bahkan menendangi Miya yang masih berada di lantai. Tanpa ampun, tanpa mengurangi kekuatan, Kendo terus menyiksa Miya, mengabaikan rintihan kesakitan Miya yang memohon untuk segera di hentikan.

Kendo menarik tangan Miya dan menyeretnya masuk ke dalam kamar miliknya. Ia membanting tubuh kecil itu ke atas ranjangnya. "Malam ini, biar aku rasakan bagaimana rasanya di dalam mu."

Tubuh Miya bergetar, ia sangat ketakutan. Namun Miya sempat terkagum ketika melihat Kendo melepaskan bajunya, tubuhnya begitu kekar dengan roti sobeknya. Tetapi rasa kagum itu hanya sesaat dan segera terganti dengan ketakutan yang luar biasa. Kendo mendekati Miya, sedangkan Miya terus memundurkan dirinya hingga ia menabrak kepala kasur, tak ada lagi jalan baginya untuk melarikan diri.

Kendo menarik kedua kaki Miya serta melepaskan celananya, pada saat itu Miya kembali teringat dengan kejadian saat ia hampir di perkosa, jantung Miya berpacu sangat cepat, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya. Ironisnya, Kendo tidak menyadari hal itu. Kendo telah termakan hawa nafsu dan amarah, ia kesal karena Miya berbohong. Jika Miya ingin pergi ke laut, kenapa tidak katakan saja? Kendo bisa mengantarkannya kesana, tapi kenapa harus bersama laki laki lain? Apa Miya tidak menganggap dirinya adalah suami Miya?! "Sungguh menyebalkan." Gumam Kendo yang di dengar oleh Miya.

Miya bertanya tanya pada dirinya sendiri, apa yang menyebalkan? Kenapa Kendo nampak begitu marah? Seketika itu juga Miya teringat dengan ucapan Kyori, sebagai istri harus menuruti apa kata suaminya, jadilah istri yang baik. Jadilah Miya sekarang tidak lagi memohon untuk di hentikan kegiatan ini. Miya hanya diam dan pasrah menerima segala perlakuan Kendo kepadanya. Apa lagi sekarang Miya sudah telanjang penuh, meski tubuhnya bergetar ketakutan, Miya mencoba untuk melakukan yang terbaik agar suaminya tidak kecewa dengannya.

Painful Life (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang