鼠 (Nezumi)

268 24 10
                                    

"Sejak kapan kamu suka jaket motor gitu?" tanyaku pada Chika yang mengeluarkan sebuah jaket kulit warna hitam dari tasnya, setelah bimbel kami selesai.

"Ng...nggak, aku nggak suka-suka banget." jawabnya, lalu tidak jadi memakainya. Dia hanya mencantolkan jaket itu di lengannya. "Terus ngapain dibeli?" tanyaku lagi.

Chika tidak menjawabku. Dia hanya menatap HPnya, lalu "Aku udah dijemput." ucapnya, kemudian meninggalkan kami yang masih belum selesai beres-beres atau hanya meregangkan tubuh yang kaku.

Aku yang sudah selesai beres-beres langsung menyusulnya, untuk memastikan siapa yang menjemputnya. Aku sempat merasa curiga karena jaket tadi bukanlah jaket khusus perempuan. Ketika aku sampai di pintu depan tempat bimbel, kulihat Chika sudah memakai jaket tadi dan duduk di atas motor. Siapa laki-laki itu?

Mungkin sadar karena kuperhatikan, sosok laki-laki itu menoleh ke arahku dan dia adalah kak Bara, voklais band tempat Chika bermain sekarang. Dia melambaikan tangan dan tersenyum padaku seperti bertemu dengan seorang teman. Aku hanya tersenyum dan mengangguk padanya. Mungkin Chika langsung latihan band dengan yang lain untuk tampil di Eight Sky lagi.

"PR jangan lupa!" teriakku pada Chika, kemudian dia mengangguk sambal mengacungkan jempol. Setelah itu, kak Bara membunyikan klakson dan mereka berdua pergi.

"Pacar baru Chika?" Tanya Fiony yang tiba-tiba berada di sebelahku. "Bukan." jawabku. "Eh, gatau." ralatku langsung.

Aku berjalan ke tempat parkir sambil diikuti Fiony karena dia selalu memboncengku setiap bimbel.

"Setya, boleh ke toko buku bentar gak? Nana nitip alat-alat lukis." Tanya Fiony setelah dia naik ke motor. Aku hanya mengangguk dan kami pergi ke toko buku yang kebetulan dekat dengan tempat kami bimbel.

Kami tak terlalu lama di toko buku karena Fiony sudah membawa catatan, jadi dia hanya memberikannya kepada pegawai di situ dan langsung dikumpulkan ke kasir.

"Viana juga hobi gambar ya kaya kamu?" tanyaku pada Fiony di perjalanan.

"Iya. Aku sama dia kalua sama-sama senggang suka bikin gambar bareng. Terus, akhir-akhir ini aku sama dia suka jualin gambar-gambar itu." jawabnya. Bagiku itu keren. Meski sekarang dia sudah berhenti bekerja part-time, tapi dia tetap aktif mencari uang dengan cara halal lain. "Itu." ucap Fiony sambil menunjuk sebuah tembok saat kami berhenti di lampu merah.

Aku melihat sebuah mural di tembok yang ditunjuk Fiony. "Itu gambar aku sama Nana. Bukan aku sama dia sih yang bikin di tembok, tapi aku sama Nana gambar dulu di kertas terus mereka beli buat terapin di tembok." ucapnya.

"Keren banget." komentarku. Kuharap, Fiony dan adiknya mendapat bayaran pantas untuk karya itu, karena di negara ini masih sering terjadi kalua karya seni atau desain masih dianggap murah dan mudah oleh banyak orang, membuatnya tak terlalu bernilai lagi.

"Mau... di sini dulu?" tanya Fiony setelah dia turun dari motor karena kami sudah sampai kosnya.

"Iya. Kamu bilang mau ajarin ulang Kimia di bimbel tadi kan? Gimana, sih." jawabku, kemudian melepas helm dan turun.

Seperti biasa, aku duduk di kursi teras dan menunggu Fiony yang masuk ke dalam setelah meninggalkan barang-barangnya di meja. Kulihat hari sudah mulai gelap. Karena aku sudah mandi sebelum bimbel, kurasa tak masalah kalau tak langsung pulang. Mungkin aku hanya akan mencari jajanan untuk mengisi perut sebelum makan malam di rumah.

Brrt

Secara reflek, kupegang kantong celanaku. Ternyata bukan HPku yang mendapat pemberitahuan. Mataku langsung tertuju ke meja, di mana ada HP dengan strap Dream Catcher yang bulunya sudah terlihat kusam. HP Fiony. Sejak kapan dia meninggalkannya di sini, dan kenapa?

TutorWhere stories live. Discover now